Share

Part 6

Author: Hans 02
last update Last Updated: 2023-06-13 22:26:37

Malam semakin larut, bahkan jam sudah menunjukkan angka 01.00. Tetapi, Hasbi tampak tidak menyerah mencari keberadaan Ara. Hasbi terus-menerus mencari Ara, hingga ia tak menyadari, ponsel miliknya terus saja berdering.

"Kau menemukannya?" tanya Hasbi pada bodyguard, yang ia suruh untuk mencari Ara.

"Ya, Tuan. Pesawat yang ditumpangi Nyonya Ara, pergi menuju LA." Balas bodyguardnya.

"Siapkan semuanya, saya ingin malam ini kita berangkat ke LA. "

"Baik, Tuan."

Bodyguard itu pergi untuk menyiapkan penerbangannya. Sedangkan, Hasbi kembali ke dalam mobilnya untuk beristirahat. Saat membuka ponsel, ia sangat terkejut mendapati begitu banyak panggilan tak terjawab dari Angel, tunangannya. Namun, bukannya menelpon balik. Hasbi malah mematikan ponselnya, karena ia memang sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk kedua orangtuanya dan tunangannya itu.

Tak lama, bodyguard Hasbi pun datang dengan membawa koper kecil. "Apa isi koper itu?" tanya Hasbi dengan bingung, karena ia tak menyuruh bodyguardnya untuk membeli koper.

"Tentu saja baju anda, Tuan." Balas bodyguardnya.

"Untuk?"

"Pakaian milik anda, Tuan. Karena tidak mungkin bukan, kita ke LA tidak membawa pakaian sama sekali. " Jelas bodyguardnya itu dengan panjang lebar, sedangkan Hasbi hanya mengangguk mengerti.

"Kau memang bisa diandalkan, Jo." Ucap Hasbi dengan bangga. Orang yang dipujinya, hanya diam fokus menyetir mobil.

Los Angeles.

Jarum jam menunjuk angka 15.00, seorang wanita cantik bertubuh ramping tampak baru saja menyelesaikan acara masaknya. Dia Arabella, gadis yang kemarin melarikan diri dari Jakarta, dan pergi menuju LA.

Netranya menatap semua makanan yang sudah tersaji di atas meja. Lalu, ia mengalihkan pandangan pada jam dinding yang menunjuk angka 15.00 itu. Dengan segera ia merapikan semua alat masaknya, dan pergi untuk membersihkan tubuhnya.

Bel apartemen berbunyi, Ara yang baru saja selesai mandi segera membuka pintu apartemennya. Karena ia tahu, bahwa Omnya lah yang datang ke apartemennya.

"Silakan masuk, Om." Ara membuka pintu itu dengan lebar, dan mempersilahkan Omnya untuk masuk.

"Terimakasih, Nak." Ara hanya tersenyum. Lalu, menutup kembali pintu apartemennya.

Di meja makan, Ara dan Omnya makan dengan khidmat. Tidak ada satu orang pun di antara mereka berdua berniat memulai pembicaraan. Selesai makan, keduanya pergi ke ruang tamu.

"Bagaimana, Ara? Apakah kau setuju?" tanya Mars.

Mars menawarkan sebuah pekerjaan pada Ara, karena memang Ara sendiri yang memaksa ingin bekerja. Oleh karna itu, ia datang ke apartemen keponakannya itu untuk membahas tentang pekerjaan.

"Sekretaris, Om?" tanya Ara dengan raut wajah terkejut. Karena, Ara tidak menyangka kalau Omnya akan menempatkan dirinya sebagai sekretaris. Padahal Omnya tau, bahwa dirinya tidak sekolah tinggi.

"Iya… Apakah kau keberatan?"

"Tentu saja tidak, Om. Hanya saja, aku merasa tidak pantas sekali jika menduduki posisi sebagai sekretaris. Karena Om tahu bukan, aku tidak sekolah tinggi. Mana bisa aku menjadi seorang sekretaris. Bisa-bisa perusahaan Om bangkrut, " tutur Ara panjang lebar, dan diakhiri sedikit kekehan di ujung kalimatnya.

Mendengar hal itu, Mars langsung tertawa keras. Keponakannya itu benar-benar polos sekali, mana mungkin ia tidak akan mengajarkan tentang perusahaan nanti.

"Ada banyak orang yang akan mengajarimu nanti, Nak. Cepat atau lambat, kau pasti bisa menguasai dunia bisnis." Balas Mars.

"Nanti Ara akan pikirkan kembali," ucap Ara dengan menunduk.

"It's okay, tidak masalah. Om juga tidak akan memaksa kamu untuk ikut terjun ke dalam dunia bisnis," ujarnya menenangkan Ara.

Ara tersenyum. Lalu, memeluk pria di hadapannya itu. Namun, saat menghirup aroma tubuh Mars, Ara segera melepaskannya. Lalu, berlari pergi menuju wastafel untuk memuntahkan isi perutnya.

Mars yang ditinggal begitu saja sangat terkejut, ia pun menyusul Ara untuk memastikan keponakannya itu baik-baik saja atau tidak.

"Are you okay?" tanya Mars dengan cemas. Karena, tidak biasanya Ara mengalami muntah-muntah seperti tadi.

"Tolong, jangan mendekat, Om!" perintah Ara dengan wajah pucat.

"Baik, Om tidak akan mendekat. Tapi, apakah kau baik-baik saja?" tanya Mars sekali lagi.

Ara hanya mengangguk. Lalu, membersihkan mulutnya. "Aku baik-baik saja, Om jangan khawatir."

"Kau yakin?" tanyanya lagi.

"Ya, aku–"

Bruk….

Tubuh Ara ambruk begitu saja. Melihat hal itu, Mars segera membawa Ara pergi ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Ara dibawa oleh dokter untuk diperiksa. Sedangkan Mars hanya menunggu di luar ruangan.

Tak lama, pintu ruangan dibuka oleh dokter. Mars segera beranjak dari duduknya dan menanyakan langsung apa yang terjadi pada Ara.

"Dokter, bagaimana keadaan keponakan saya?" tanya Mars dengan harap-harap cemas. Karena, ia takut keponakannya itu divonis penyakit serius.

"Keponakan?" tanya Dokter itu dengan bingung.

"Ya, dia keponakan saya."

Dokter itu tentu terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Mars. Namun, ia memilih untuk tidak peduli. Toh, itu bukan urusannya bukan. Tugasnya di sini untuk menyelamatkan dan menyembuhkan orang-orang, bukan mengorek urusan pribadi pasien.

"Keponakan anda tengah hamil, Tuan. Dan usia kandungannya baru saja menginjak satu minggu," papar Dokter itu.

Sedangkan Mars yang mendengar kabar, bahwa Ara tengah hamil tentu saja sangat terkejut. Mars seakan disambar petir di siang bolong, ia mencoba meyakinkan dirinya,bahwa ini hanyalah mimpi. Namun, nihil. Inilah kenyataan yang harus diterimanya, walaupun ia sendiri tidak percaya itu.

"Saya menyarankan agar Nona Ara beristirahat dengan cukup, dan jangan terlalu banyak pikiran. Karena, jika Nona Ara banyak pikiran. Itu akan berpengaruh pada janin yang ada dalam kandungannya. Tuan bisa membawa pulang hari ini, karena kondisi pasien sudah cukup stabil."

"Terimakasih, Dok. "

"Sama-sama. Kalau begitu, saya izin undur diri, Tuan." Mars hanya mengangguk, dan membiarkan Dokter itu pergi.

Perlahan Mars melangkahkan kakinya menuju ruang milik Ara, ia akan meminta jawaban dari keponakannya itu tentang kehamilannya.

"Om, aku dimana?" tanya Ara saat mendapati dirinya, ditempat asing menurutnya.

"Kau sudah sadar, Nak." Tanya Mars, tanpa menjawab pertanyaan keponakannya itu. Sedangkan, Ara hanya mengangguk dan mencoba duduk.

"Haus." Mendengar perkataan Ara, Mars segera mengambil air minum di atas nakas, dan memberikannya pada Ara.

"Aku kenapa, Om?" tanya Ara setelah selesai minum.

"Istirahat lah dulu, kau pasti pusing." Ucap Mars dengan lembut. Walaupun dalam hatinya terdapat kekecewaan besar, Mars mencoba untuk tidak bertindak gegabah. Ia akan menanyakan siapa anak yang dikandung Ara, dengan cara baik-baik saat sudah sampai di apartemen nanti.

"Apakah aku pingsan tadi?" tanya Ara tak menggubris perintah Omnya.

"Iya, Nak. Kata dokter, kau kelelahan. Oleh karena itu, kamu sebaiknya istirahat dulu. Om akan kasih tahu kamu, saat kita sudah sampai di apartemen nanti." Tutur Mars dengan lembut.

Ara hanya mengangguk, lalu merebahkan tubuhnya kembali di atas brankar. Dalam benaknya, Ara bertanya-tanya. Apakah ia memiliki penyakit serius, sampai Omnya tidak berani mengatakan di rumah sakit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pria yang Pernah Menghancurkanku   Part 25

    Sudah 3 hari Hasbi dan Ara menghabiskan waktu di Jerman. Selama 3 hari, mereka terus berkeliling dan mengunjungi tempat wisata indah yang ada di sana. Seperti saat ini, Hasbi dan Ara sedang berada di salah satu pantai. Bukan tanpa alasan mereka datang ke pantai ini, tetapi, Ara yang memintanya. "Ah, kenapa tiba-tiba aku merindukan Om Mars?" gumam Ara yang tengah memejamkan mata dengan posisi berbaring di atas ayunan yang ada di pantai itu. "Kamu merindukan siapa?" tanya Hasbi dengan menatap tajam istrinya. "Om Mars. Sudah 3 hari kita meninggalkan dia, aku merasa sangat merindukannya," ucap Ara masih dengan memejamkan matanya. Ara sama sekali tidak menyadari, bahwa ucapannya tadi membuat singa dalam diri Hasbi terbangun. Tiba-tiba saja, Ara merasa ayunannya terasa berat. Dan saat membuka mata, Ara terkejut mendapati Hasbi tengah menindihnya. "Hasbi, apa yang kau lakukan? Turun lah! Kau sangat berat," ucap Ara dengan mendorong kasar suaminya. Bukannya beranjak pergi, Hasbi malah se

  • Pria yang Pernah Menghancurkanku   Part 24.

    Hari yang ditunggu pun tiba, dimana Hasbi dan Ara akan melakukan honeymoon ke Jerman. Setelah melewati waktu yang cukup lama, akhirnya keduanya sampai di Jerman tepat pukul 4 sore. Karena lelah setelah melakukan perjalanan panjang, Ara dan Hasbi memutuskan beristirahat dulu. Pukul 7 malam, Ara dan Hasbi sudah rapi dengan baju mereka masing-masing. Keduanya memutuskan untuk makan malam diluar. Sesampainya di restoran, Hasbi dan Ara memilih tempat duduk paling pojok dekat kaca. Makan datang, dan mereka mulai menyantap makannya. "Kamu suka?" tanya Hasbi setelah menghabiskan semua makanannya. "Suka. Ini makanan yang aku inginkan beberapa hari yang lalu," jawabnya dengan raut wajah cerah. "Setelah ini kita akan kemana lagi?" tanya Ara. "Tentu saja pulang ke hotel," balas Hasbi membuat Ara melotot. "Kenapa?" tanya Hasbi dengan bingung karena reaksi istrinya. "Aku belum puas menikmati suasana Jerman, Hasbi." Ara berucap dengan raut wajah masam. Baru satu jam mereka berjalan-jalan. Na

  • Pria yang Pernah Menghancurkanku   Part 23.

    Makan malam tiba. Ara, Hasbi, dan Mars sudah berkumpul di meja makan. Mereka duduk ditempat duduk masing-masing. Hening, tidak ada yang berbicara sepatah kata pun. Sampai makan malam selesai. Ara beranjak dari duduknya untuk kembali ke dalam kamar, dia merasa sangat lelah setelah seharian pergi. Sedangkan, dua pria itu sedang berada di ruang kerja untuk membahas tentang pekerjaan. "Besok aku harus pergi ke Turki untuk melakukan kerjasama dengan salah satu pengusaha di sana," ucap Mars. "Kenapa mendadak sekali?" tanya Hasbi terkejut. "Sebenarnya ini tidak mendadak. Namun, karena aku menyampaikan sekarang, kau menganggap ini semua mendadak.""Kau tidak keberatan, kan?" tanya Mars. "Berapa lama?" "Hanya dua minggu," balas Mars. Hasbi menghela nafas mendengar jawaban Mars."Kenapa lama sekali," protes Hasbi. "Biasanya kau tidak pernah protes. Ada apa sebenarnya?" tanya Mars menatap curiga suami dari keponakannya itu. "Aku sudah merencanakan jadwal honeymoon dengan Ara, Mars.""Kalia

  • Pria yang Pernah Menghancurkanku   Part 22.

    Keesokan harinya, keadaan Ara sudah membaik, dan diperbolehkan untuk pulang. Ara, Mars, dan Hasbi kini sedang berada di dalam mobil menuju mansion. Tidak ada percakapan diantara mereka selama di perjalanan. Ketiganya sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Mars sibuk membalas pesan dari asistennya, Hasbi sibuk menyetir, dan Ara sibuk memainkan ponselnya. Sesampainya di mansion, kedua laki-laki itu menuntun Ara menuju kamarnya. "Jika kamu ingin sesuatu, katakanlah!" ucap Mars sebelum keluar dari kamar Ara. "Di sini ada Hasbi, Om. Jadi, Om istirahat saja. Ara tidak enak jika harus merepotkan Om lagi.""Kamu sama sekali tidak merepotkan, Nak. Jangan berkata seperti itu.""Ya sudah, kalau tidak ada lagi kepentingan, Om pamit dulu." Lanjut Mars berpamitan. Sedangkan, Ara dan Hasbi hanya mengangguk saja. Ara membaringkan tubuhnya di atas kasur. Jujur saja, saat di rumah sakit, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Karena, kondisi yang sedang di infus, dan tempat tidurnya yang kecil, memb

  • Pria yang Pernah Menghancurkanku   Part 21.

    Pagi-pagi sekali, Hasbi kembali ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya. Sebenarnya semalam dia ingin menginap di rumah sakit. Namun, Ara bersikeras menyuruhnya untuk pergi. Mau tidak mau, akhirnya Hasbi pulang. Di rumah sakit, hanya Mars yang menemani Ara. Karena, keluarga mereka hanya tersisa berdua saja. Sampai di rumah sakit, Hasbi melihat Mars dan Ara masih tidur. Karena tidak ingin mengganggu mereka, Hasbi memutuskan pergi ke kantin untuk sarapan. Karena, saat di rumah, dia tidak sempat sarapan. Tidak lupa, setelah makan, Hasbi membawa makanan untuk Mars. Sedangkan, Ara akan sarapan dengan bubur yang dia beli di jalan tadi. "Kau sudah datang," suara serak itu berasal dari Mars. Dia baru saja bangun, dan melihat Hasbi sedang duduk dengan santai si sofa. "Ya. Mandilah dulu, aku sudah membawa makanan untukmu," ucap Hasbi berjalan menghampiri Mars untuk menggantikan posisi. Mars mengangguk dan berlalu pergi ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan itu.Hasbi duduk di kursi yang M

  • Pria yang Pernah Menghancurkanku   Part 20.

    Ara terbaring lemah di atas brankar, matanya terpejam dengan infus di punggung tangannya. Di sisinya, ada Mars dan Hasbi. Mereka berdua dengan setia menunggu Ara membuka matanya. Do'a terus mereka panjatkan, agar Ara segera sadar. Beberapa menit kemudian, kelopak mata Ara mulai bergerak dan membuka. Hasbi dan Mars yang melihat hal itu tentu saja sangat senang. Keduanya berlomba-lomba bertanya apa yang dirasakan oleh Ara."Minum," lirih Ara. Dengan cepat, Mars mengambil gelas yang sudah disediakan di atas nakas kepada Ara."Sebaiknya, kamu berbaring dulu. Sebentar lagi Dokter akan datang untuk memeriksamu," ucap Mars. Sedangkan, Ara hanya mengangguk dan menuruti apa yang diperintahkan oleh Mars padanya. Benar saja, tak lama dokter datang dengan asistennya yang setia mengekor dibelakangnya. Setelah diperiksa, dokter itu menuliskan resep obat yang harus di tebus. "Keadaannya sudah cukup baik. Namun, harus melakukan perawatan inap, agar kondisinya terus terkontrol oleh kami," ucap Dokt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status