“Itu hanya sebuah kesalahan! Aku tidak mungkin bisa melakukannya lagi denganmu”
Sasha mendongakkan kepalanya, berusaha untuk terlihat berani di hadapan Jade. Ia tidak mungkin mengabulkan keinginan Jade. Jade hanya tersenyum. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Kemudian ia mengangkat jarinya dan menjentikkan di dahi Sasha. “Kamu pikir aku orang mesum?” tanya Jade dengan suara lembut. “Kamu yang lebih dulu menggodaku.” Sasha mengusap-usap dahinya. “Aku kan sudah bilang, itu hanya sebuah kesalahan.” Jade bergerak mundur selangkah untuk memberikan ruang bagi Sasha. Sasha hanya tertunduk malu. Lalu Jade mengambil sebuah apel yang ada di meja di dekatnya. Ia menggigit apel itu. “Makanya, dengarkan dulu! Aku belum selesai bicara.” Sasha menatap Jade. Ia terlihat sangat tampan saat memakan apel itu. Untung saja malam ini Val melarang Sasha minum minuman beralkohol. “Aku ingin kamu ke kamarku dan membuatkan desain untuk perusahaanku,” jelas Jade. Sasha merengut. “Tapi kan aku desainer Les Bijoux, tidak mungkin aku juga membuatkan desain untuk perusahaan kompetitor. Itu ilegal!” Jade kembali tersenyum. Sorot matanya begitu tajam. “Tidak ilegal, percaya deh sama aku.” Sasha mengerutkan kening tidak mengerti. Setelah Jade menghabiskan apelnya, ia kembali maju. Seolah-olah akan mencium Sasha. Sasha menunduk. Jade ternyata mencondongkan tubuhnya untuk membuang sisa apel ke tempat sampah di belakangnya. Lagi-lagi, Jade hanya tersenyum. “Kenapa Paman suka sekali mengerjaiku?” tanya Sasha sambil memalingkan wajahnya. Ia tahu, pipinya pasti memerah karena malu. Jade kemudian memegang dagu Sasha pelan, dan mendongakkan wajahnya. “Pokoknya, kalau kamu tidak datang, aku akan ceritakan semuanya kepada Val.” Jade melengos pergi meninggalkan Sasha dengan kebingungannya. Acara makan malam sudah selesai. Rumah kini kembali sepi. Tampak Val sedang menonton acara balap motor kesukaannya di ruang keluarga. Sasha masih tenggelam dalam pikirannya. Ia menatap Val dari kejauhan. Val merasa tidak nyaman. Dia tahu Sasha sedang menatapnya. “Apa yang kamu mau? Katakan aja!” Dengan ragu, Sasha mendekat. Ia duduk di samping Val. “Boleh aku tanya sesuatu?” “Apa?” tanya Val tanpa memalingkan pandangannya dari TV. “Apakah … ilegal bagi seorang karyawan bekerja di dua tempat?” tanya Sasha hati-hati. Val memicingkan matanya tajam. Ia tidak bergerak sedikitpun dari layar TV. “Tergantung kebijakan perusahaan.” Ekspresi Val tiba-tiba terlihat tegang. Ia kemudian menggeram. Sasha kaget. Sasha bergidik ngeri setiap melihat Val seperti itu. Ternyata Val kesal karena Marzo, jagoannya, tersalip lawannya. Val mengepalkan tinjunya. “Marzo! Susul Marzo!” Tidak lama kemudian, Val melihat Sasha. “Kenapa kamu tanya itu?” Sasha tersenyum canggung. Lalu dia berdiri. “Nggak apa-apa, aku mau tidur sekarang.” Sasha pun bergegas pergi ke kamarnya. Sasha termenung sambil berjalan memikirkan tawaran Jade. Sasha menuju meja kerjanya. Dia kembali membuka-buka desain hasil karyanya. “Kalau aku juga membuat desain untuk Paman Jade, berarti aku bisa segera lunasi hutangku.” Ia kemudian berpikir sejenak. “Tapi … kalau Val tahu–” “Tahu apa?” tanya Val tiba-tiba. Sasha terkejut mendengar suara Val dari belakang. “Eh … A-aku … aku sedang buat desain baru,” ucap Sasha terbata. “Tadinya aku mau kasih kejutan untuk acara launching nanti, tapi kamunya ternyata malah di sini.” Val mendekat dan melihat sketsa desain Sasha. Badannya sangat dekat dengan Sasha, hingga Sasha bisa merasakan nafasnya di ubun-ubun kepalanya. Val menggigit kuku jempolnya setiap kali terlihat serius melihat sesuatu. “Bagus! Aku baru saja mau mengingatkan kamu untuk secepatnya bikin desain baru untuk acara launching lusa nanti.” Val kemudian hendak mengusap kepala Sasha. Namun, Sasha reflek menundukkan kepalanya. Ia takut Val akan menjambak lagi rambutnya seperti waktu itu. Val menyeringai. Ia kemudian menepuk-nepuk kepala Sasha. Dan lalu pergi. Sasha menghela napas lega. “Untunglah Val nggak curiga sedikitpun!” Hari peluncuran pun tiba. Sasha sudah bersiap di depan kamar Val. Val membuka pintu kamar dan terkejut melihat Sasha di sana. “Kamu mau ke mana?” “Boleh kan aku ikut ke acara launching? Aku janji, aku akan diam saja di belakang,” pinta Sasha. Ekspresi Val berubah dingin. “Kamu tunggu aja di rumah. Kalau kamu datang dan terlihat oleh reporter, image kamu yang misterius pasti langsung terbongkar.” Sasha cemberut. “Tapi aku kan bisa berpura-pura sebagai pembeli.” “Sasha, pembeli di acara launching ini dikhususkan untuk anggota VIP. Semua orang sudah tahu siapa aja yang menjadi anggota di Les Bijoux by Demian,” cetus Val. Val kemudian melihat Sasha dari atas ke bawah. “Sedangkan kamu untuk jadi anggota VIP–” Val mengibas-ngibaskan tangannya. Lalu melengos pergi. Sasha tampak sedih. Ia hendak kembali ke kamarnya. Namun, ia melihat Paula masuk ke rumah dan Val menyambutnya dengan hangat. Sasha mengintip dari celah pintu. Ia melihat Paula sedang memegang kertas desain milik Sasha. ‘Kenapa kertas itu ada di Paula?’“Hubby, aku takut!” Sasha memeluk Jade erat. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Jade mengusap kepala Sasha lembut. “Kamu aman di sini bersamaku, Honey. Tenanglah.”Jade kemudian mengajak Sasha pulang. Namun, sepanjang perjalanan, Sasha tampak sangat ketakutan. Ia selalu terlihat waspada setiap ada orang yang berjalan dari belakang. Sesampainya di hotel, Sasha segera mengunci pintu. Ia bahkan menutup semua tirai dan menyalakan lampu di semua ruangan. “Honey, kenapa semuanya dinyalakan?” tanya Jade penasaran. “Aku nggak suka gelap. Aku ingin semuanya terlihat jelas, Hubby. Aku nggak mau ternyata ada yang sembunyi di sini,” jawab Sasha. Matanya bergerak cepat, memastikan tidak ada yang luput dari pandangannya. Jade jadi semakin khawatir dengan keadaan Sasha. Ia yakin, Sasha pasti terlalu lelah dengan pekerjaannya sehingga ia seperti ini. Jade mengambilkan air putih dan vitamin untuk Sasha. “Diminum dulu, Honey.”Sasha meminum vitaminnya.“Sekarang kamu istirahat, ya, Honey,
“Nona Kruger, tolong ke ruangan saya sekarang,” ucap Sasha melalui intercom. Tidak lama kemudian, Monica Kruger, sekretaris Sasha, datang ke ruangan Sasha. “Ada apa, Bu Direktur?” tanya Monica. Sasha menyerahkan sebuah berkas yang sedari tadi ia kerjakan. “Tolong kamu buatkan presentasinya dari materi yang sudah saya susun di sini. Hari ini juga harus sudah selesai ya!”“Baik, Bu,” ucap Monica sambil mengambil berkas tersebut. Setelah itu, ia kembali ke ruangannya. Sasha menggeliat. Rasanya seluruh tubuhnya begitu remuk. Sasha kemudian meneguk air putih dan mencoba memejamkan matanya. Daerah sekeliling Sasha berubah menjadi gelap. Sasha terkejut. Ia berusaha mencari jalan untuk keluar. “Nona Kruger!” Sasha berteriak memanggil sekretarisnya.Tapi tidak ada jawaban. Harusnya Monica ada di ruangannya, tapi Sasha tidak tahu kenapa ia tidak menjawabnya. Sasha terus berjalan dengan meraba-raba. Seingatnya, ruangannya tidak pernah seluas ini. Tapi sejauh apapun Sasha berjalan, ia teta
“Menarik,” ucap Youssef. Youssef melahap sejenis Croquette yang diisi kentang tumbuk dan daging cincang. “Silakan dicelup sausnya, Tuan Elharrar,” sahut Sasha. “Saya jamin, rasanya akan lebih menarik. Youssef mencelupkan croquette-nya ke dalam saus sabayon. Youssef terlihat benar-benar menikmatinya. Youssef tersenyum. “Makanan di negara kami kaya akan rempah. Sedangkan makanan di sini terasa begitu ringan tapi tidak kalah menarik.”Youssef menggigit croquette dan mengunyahnya pelan. “Terasa lumer di mulut tapi dagingnya memberi kejutan di setiap gigitan.”Semua tim El Jawahir mengangguk setuju.“Saya setuju,” sambung Noura. “Mirip seperti samosa tapi versi ringannya.”Mereka kemudian beralih kepada menu utamanya. Mereka terlihat puas dengan jamuan dari Le Grand Cielo Hotel. “Makanan di sini benar-benar enak, Tuan dan Nyonya Gregory. Terima kasih,” kata Youssef. Jade tersenyum dan melirik Sasha sesaat. “Itulah salah satu alasannya selama ini saya tinggal di sini, Tuan Elharrar. T
“Kapan tim El Jawahir datang?” tanya Jade di balik kemudinya. Sasha mengecek ponselnya. “Lusa, katanya. Mereka baru berangkat lusa. Dengan penerbangan kurang lebih 15 jam.”Jade memutar kemudinya dan memarkirkannya di tempat parkir lantai 10. Setelah itu, ia turun dan membukakan pintu untuk Sasha. “Berarti rapat dijadwalkan hari Jumat kan?” tanya Jade. Sasha mengangguk. “Ya, aku sudah meminta sekretarisku untuk membicarakan jadwalmu dengan Pak Mike.”“Pak Mike suka gitu, ngasih tahu jadwal selalu mendadak,” sahut Jade. Sasha dan Jade tiba di presidential suite. Sasha langsung membersihkan diri dan Jade menghubungi layanan kamar untuk menyiapkan makan malam mereka. Setelah Sasha selesai ganti pakaian, layanan kamar datang dan giliran Jade yang mandi. Sasha langsung menata hidangan di meja makan bersama petugas layanan kamar. “Terima kasih,” ucap Sasha. Petugas layanan kamar tersenyum. “Sama-sama, Bu.”Kemudian ia pamit. Tidak lama kemudian, Jade selesai dan langsung menuju ruan
“Nggak apa-apa, beneran,” ucap Sasha. “Aku istirahat di ruanganku aja.”Sasha tampak pucat. Tapi ia tetap tidak mau ke dokter. Eva dan Clara akhirnya mengantar Sasha ke ruangannya. Bagaimanapun, ini proyek pertama mereka dengan perusahaan luar negeri. Sasha tidak boleh menyerah hanya karena kondisi badannya. “Jangan kecapekan ya, awas lho!” Eva memperingatkan. Sasha mengangguk. “Iya, iya. Galak amat sih! Dah sana kalian kerja.”Eva dan Clara keluar dari ruangan Sasha. Sasha merebahkan tubuhnya di sofa. Pandangannya terasa kabur. Ia kemudian memejamkan matanya. Dan tertidur dengan lelap. Saat Sasha bangun, Jade sudah berada di sisinya. Menatapnya dengan cemas. “Kamu nggak apa-apa, Honey? Mau pulang aja?” Jade memegang dahi Sasha, memeriksa apakah dia demam atau tidak. Sasha bangun dengan perlahan. Lalu duduk. Ia bingung dengan keberadaan Jade di sana. “Kenapa kamu di sini, Hubby? Kamu nggak kerja?” tanya Sasha. Jade memperlihatkan jam di ponselnya. “Bentar lagi udah lewat jam
“Baiklah, sudah diputuskan!” Sasha berdiri penuh semangat. “Aku akan membawa De Lune Blanc ke mancanegara!”Jade tersenyum sambil meneguk tehnya sampai habis. “Sebelum itu, ayo kita adakan pelajaran tambahan dulu supaya kamu lebih siap menghadapi klien internasional!” Jade menggered Sasha. Sasha berekspresi keberatan tapi ia terpaksa nurut. Mereka berdua menuju ruang kerja. Jade menyalakan tombol yang menurunkan layar untuk proyektor. Kemudian ia menyalakan laptopnya dan mengeklik browsernya. “Baiklah, apa yang kamu ketahui tentang El Jawahir?” tanya Jade. Sasha menjawab pertanyaan Jade berdasarkan apa yang dibaca sebelumnya dalam artikel.Jade kemudian membahas kembali visi dan misi De Lune Blanc didirikan. Ia juga membandingkan visi misi El Jawahir sehingga bisa ditemukan kecocokan di antara kedua perusahaan. El Jawahir lebih menonjolkan desain yang otentik dan bersifat etnik. Sedangkan De Lune Blanc lebih mengutamakan keanggunan dalam desainnya. “Kamu bisa menggabungkan unsu