Perkataan Drey mengenai Xavier terus terngiang di kepala Keyna. Apa yang Keyna lewatkan dari sosok Xavier? Tidak ada. Xavier begitu sempurna di matanya, tidak cela sedikitpun.
"Dia tidak sesempurna itu Key." Lagi-lagi Dyrroth membaca pikiran Keyna."Diam kau iblis, kau tahu apa?!" geram Keyna sudah tak tahan lagi."Ck! Dasar manusia!" Dyrroth berdecak tak suka. "Kau perlu tahu Key, iblis memang jahat, namun tak pernah menutupinya dan berbohong. Tapi manusia bisa berpura-pura baik di depan saja. Di belakang? Who knows..." seru Drey mengangkat kedua bahunya."Brengsek kau Drey!! Kembalilah ke asalmu!!" pekik Keyna yang entah dari mana ia mendapat keberanian untuk mengumpat dan membentak mahluk mengerikan seperti Drey yang sayangnya sangat tampan. Ehh...waitt lupakan bagian itu ok."Hmm, kau sudah berani rupanya, gadis kecil!!" Dyrroth menatap Keyna dengan tajam, seketika itu juga Keyna tidak bisa mengeluarkan suaranya. Dyrroth sudah mengunci mulut Keyna."Ah, aku akan bersenang-senang sedikit malam ini," desis Dyrroth menatap Keyna.Keyna membelalakkan matanya begitu Dyrroth mendekatinya.'Stooop!! Berhenti! Jangan mendekat!' pekik Keyna dalam hati. Dan pasti Drey mendengarnya."Aku tidak mengikuti perintah siapapun!" Drey menyeringai."Give me your body Arkey..." bisik Dyrroth tepat di telinga Keyna, membuat hembusan napasnya terasa di tengkuk Keyna membuat tubuhnya semakin bergetar.'Tidakkk!! Go to hell Drey..!!' pekik Keyna dalam hati."Kau lupa? Aku memang tinggal disana." Dyrroth menyeringai, kemudian mulai melepaskan kancing piyama Keyna satu persatu.'Shit!! Apa yang kamu lakukan!! Hentikan brengsek!!' Drey tidak mendengarkan semua pekikan Keyna dalam hatinya, ia tidak peduli. Dan ia mulai meloloskan kemeja piyama yang Keyna kenakan.Kini tubuh bagian atas Keyna hanya tinggal terbalut bra saja. "Kau gadis kecil, bahkan dadamu seperti remaja hmm..." ledek Dyrroth.'What?? Heiii... hei... stop!! Aku tahu itu, shittt tidak usah membahas hal memalukan itu!!'Drey terkekeh dengan isi pikiran Keyna. "Aku akan membuatnya lebih besar, apa kau mau?" 'Hah? Bisa ya!? '"Of course." Dryrroth memejamkan matanya, tiba-tiba benda kenyal itu sedikit membesar. Membuat penutupnya terlihat sempit dan sesak."See?"Damn, ini yang Keyna inginkan, aneh memang, tapi dia iri dengan gadis-gadis lainnya yang berada di kampus. Terlihat sexy, sedangkan miliknya?Ahh... membuatnya minder. Mungkin gara-gara itu juga membuat Clarissa merundungnya.'Apa dengan ukuran ini, Xavier akan tertarik padaku? Hmm, aku akan mencobanya besok.' Keyna sungguh bahagia.Astaga Key kau bodoh sekali. Jauhkan pikiran kotor seperti itu Key. Kenapa aku sulit mengontrol pikiranku."Ck!!" Drey berdecak kesal, seketika itu juga ukuran Keyna kembali kebentuk semula.'Hey, kenapa kau mengembalikannya ke ukuran semula?'"Tidak ada yang gratis gadis kecil," ujar Drey datar.'Kau menyebalkan!!' dengus Keyna."Kau hanya perlu memberikan tubuhmu untukku Key." Seru Drey. " Dan kau akan memilikinya secara permanen. Bagaimana?" tawar Drey.'Tidakkk brengsek!!'"Baiklah..." 'Heii... hei... apa yang kau lakukan, berhentiii!!' pekik Keyna saat Drey mulai menyentuh tubuhnya. Drey mulai mendaratkan bibirnya di bibir Keyna.'Please stop Drey, kau iblis gila!' umpat Keyna, ia sama sekali tidak bisa menggerakkan badannya dan membuka mulutnya.Sedangkan tangan Drey sudah menyentuh benda kenyal milik Keyna dan bermain-main disana. Keyna terus meronta di dalam hati berusaha agar bisa menggerakkan tubuhnya namun sia-sia.'Stop brengsek!!'Drey malah mengenyahkan penutup terakhir bagian atas tubuh Keyna. Tangannya semakin menjalar kemana-mana. Sedangkan lidahnya terus memagut bibir Keyna.'Stop Drey Please!' lirih Keyna memohon pada Drey.Namun Drey tidak menghentikannya sama sekali. "Aku tahu ini yang kau inginkan Arkey," seru Drey di sela kecupannya.Drey melepas pagutannya, kemudian ia berujar " Ini yang kau ingin lakukan bersama Xavier." dengan seringainya.'Please Drey, lepaskan aku,' seru Keyna.Drey tersenyum. "No Arkey, kau sudah memanggilku dan itu sama sekali tidak bisa dibatalkan, meskipun aku mau," ucap Dyrroth.'What? no... no... kamu pasti bohongg!!' pekik Keyna.'Kau bohong!!'"Ambilah perjanjian itu Key, kau akan mendapatkan apa yang kau mau," seru Drey.'Kumohon, pergi Drey,' lirih Keyna.Drey tidak mengeluarkan suaranya, ia memandang Keyna. Kemudian tangan kanannya menangkup pipi kiri Keyna. Ia menghapus air mata yang sedari tadi mengalir di pipinya dengan jempol tangannya.Keyna dapat merasakan rasa dingin dari tangan Drey di pipinya. Drey kembali mendekatkan wajahnya pada Keyna dan kembali mendaratkan bibirnya di bibir Keyna. Ia kembali melumatnya dengan lembut dan dalam. Tangannya mulai kembali meraba dada Keyna dan mendarat di benda kenyal milik gadis itu.Seakan terbuai Keyna hanya bisa diam mengikuti Drey, di luar memang tubuhnya tidak bisa diam dan berbicara di bawah kendali Dyrroth. Tubuh Keyna mendamba sentuhan seperti ini. Ini yang diinginkannya, sentuhan yang selalu membayangi dirinya setiap malam. Sentuhan yang akan Xavier berikan untuknya.Keyna menginginkan ini. Sungguh. Betapa kotor pikirannya saat ini, apa saat ini ia berada dalam pengendalian Drey. Oh..astaga. Bibir Drey bergerak turun kebawah dan menyisir leher Keyna, memberikan sedikit kecupan disana dan meninggalkan jejak. Kemudian kembali memagut bibir Keyna.Drey menyentuh bagian tubuh Keyna yang membuatnya melayang, ia kini tidak dapat berpikir jernih. Entah sejak kapan kini tubuhnya sudah terbaring dan Dyrroth sudah berada di atasnya. Keyna pasti sudah gila. Bahkan ia mulai mendesah saat Drey menyentuh bagian tubuh bawahnya.Keyna tidak sadar tangan Drey sudah masuk kebalik celananya dan dengan tepat berhenti di sana.Keyna memejamkan matanya dengan erat, merasakan desiran aneh yang menjalar di sekujur tubuhnya. Keyna tidak sanggup menahan lonjakan dalam tubuhnya. Ia mengerang, badannya bergetar. Semua terlalu baru untuknya, ini pertama kalinya tubuhnya disentuh oleh pria. Dan pria itu adalah Drey.'Ah... stop Dreyy...' Namun Drey seakan tidak mempunyai niat untuk menghentikannya. Gerakannya tangannya di di bawah sana semakin cepat, membuat Keyna menggelinjang dan bergetar dengan hebat. Ya, Drey sudah melepaskan pengaruhnya."Dre.." Keyna tidak melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba pandangan menggelap dan ia kehilangan kesadarannya.Drey melepaskan pagutannya, dan tangannya dari bawah sana. Kemudian ia menatap Keyna yang kini sudah terbaring dan memejamkan matanya dengan napas yang mulai teratur. Keyna kehilangan kesadarannya saat ia merasakan lonjakan dahsyat untuk pertama kalinya dalam hidupnya.Drey menyeringai saat melihat Keyna. Ia segera memakaikan kembali piyama Keyna dan memasangkan kancing piyama Keyna satu persatu. Kemudian menyelimuti tubuh Keyna. Bahkan Drey menutup jendela kamar Keyna yang masih terbuka.Ia melangkah keluar kamar Keyna dan mematikan lampu kamar sebelum ia menutup pintu kamar Keyna. Langkah Drey terhenti karena Harris sudah ada di hadapan Drey. "Bagaimana Tuan Dyrroth, apa Anda berhasil?" Ttnya Harris seraya merubah dirinya dari tubuh kecilnya menjelma menjadi pria dewasa. "Belum, Dia pingsan," ucap Drey datar kemudian melanjutkan kembali langkahnya dan meninggalkan Harris yang masih berdiri di depan kamar Keyna."Berapa lama lagi aku harus tersiksa dengan tubuh bocah 5 tahun itu, hem?" tanyanya pada diri sendiri.Harris tidak mengerti dengan sikap tuannya. Biasanya mereka tidak pernah selama ini tinggal di dunia manusia. Dan kenapa ia harus menjadi bocah TK berusia 5 tahun, kenapa tuannya tidak memberi ijin agar ia bisa seumuran dengan mereka dan berangkat ke kampus bersama.Setidaknya di kampus Harris bisa mencuci mata, melihat mahasiswi cantik yang berlalu lalang, bukan bocah TK yang menangis karena mengompol di celana."Aishhh...sial sekali nasibku." Harris merutuki nasibnya."Harrith! Bodoh kau mau mengomel terus heh? Kembali ke kamarmu!!" bentak Drey. Mereka bisa berkomunikasi meskipun berada jauh."Maafkan aku Tuan," seru Harris dengan kekehannya, ia segera melesat masuk kedalam kamarnya.- To be continue-Pagi itu, sinar matahari menembus tirai jendela kamar Keyna. Ia mengerjap perlahan, matanya berat seperti baru bangun dari tidur yang sangat panjang. Tangannya terangkat menyentuh dahinya, mencoba mengingat sesuatu.Mimpi. Ya… semalam ia bermimpi tentang Dyrroth. Mimpi yang terasa begitu nyata, begitu hidup, bahkan ia masih bisa merasakan kehadiran pria itu. Bagaimana mungkin?Keyna menoleh ke sekeliling kamarnya. Sama seperti kemarin malam. Tak ada yang berubah. Langit-langit yang sama, perabot yang sama, bahkan bantal yang masih berantakan seperti ketika ia tertidur.“Mimpi itu... terlalu nyata,” gumamnya, mengusap wajahnya pelan.Ia duduk di pinggir tempat tidur, berusaha menenangkan diri. “Pasti karena aku terlalu memikirkan dia. Dyrroth. Ya… itu pasti. Tidak mungkin dia benar-benar ada di sini…”Keyna bangkit dan melangkah menuju kamar mandi, kakinya telanjang menyentuh lantai kayu yang dingin. Setelah ia selesai mandi kemudian ia bersiap dengan pakaiannya dan juga tas nya untuk
Tubuh Keyna langsung bergetar, namun ia tak bisa bergerak.Otaknya mencoba memahami apa yang baru saja terjadi, tapi kenyataan di hadapannya terlalu mengejutkan. Ia sangat tidak menyangka jika Dyrroth—iblis itu—akan kembali. Dan lebih dari itu, kini ia ada di belakangnya, memeluknya erat, seakan tidak berniat membiarkannya pergi.Punggungnya merasakan setiap detail keberadaan Dyrroth—panas tubuhnya, napasnya yang mengalir lembut di telinga, dan kekuatan yang bersembunyi di balik keheningan ini.Ketegangan memenuhi udara di sekitarnya.Lalu, tiba-tiba…Pelukan itu menghilang.Keyna hampir jatuh ke depan saat cengkeraman itu lenyap begitu saja. Namun, sebelum ia sempat menarik napas lega, sosok Dyrroth sudah berdiri di hadapannya, menatapnya tanpa berkedip.Mata hitamnya bersinar dalam kegelapan, penuh ketertarikan… dan sesuatu yang jauh lebih dalam.“Kenapa wajahmu tegang seperti itu?” Suaranya lembut, nyaris terdengar menenangkan, tetapi ada bahaya yang tersembunyi di dalamnya.Keyna
Langit sore mulai berwarna keemasan saat Keyna berjalan di samping Xavier, melewati halaman menuju tempat ibadah. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan rambut panjangnya, membawa ketenangan yang semakin akrab dalam hidupnya. Mereka sudah berjanji untuk bertemu setelah kuliah mereka selesai sore ini.Tanpa disadari, sudah sebulan berlalu sejak kekacauan terakhir. Sejak bayangan gelap itu lenyap tanpa jejak. Sejak namanya—namanya—dihapus dari dunia ini.Dyrroth.Kini, dia bahkan jarang memikirkan nama itu.“Keyna?” suara Xavier yang lembut menariknya kembali ke kenyataan.“Hm?” Keyna menoleh, menatap pemuda di sampingnya. Xavier tersenyum, tatapannya selalu lembut, selalu penuh ketulusan.“Kau melamun lagi,” katanya sambil menggeleng pelan. “Apa kau yang sedang kau pikirkan? Apakah kau memiliki masalah?”Keyna menggeleng cepat. “Tidak, aku hanya… teringat sesuatu.”Xavier menatapnya dalam, lalu mengulurkan tangannya, jemarinya menyentuh ringan symbol suci di leher Keyna. Kalung itu diberikan
Di dunia yang sangat jauh dari dunia manusia, di mana langit selalu kelabu dan awan menggantung berat seperti pertanda kehancuran, berdirilah sebuah istana megah berwarna obsidian. Menjulang tinggi di atas tanah tandus yang dipenuhi pepohonan hitam tanpa kehidupan, istana itu bagaikan simbol kekuasaan yang tak tergoyahkan.Di dalam singgasana yang berlapis emas hitam dan dihiasi ukiran kuno, Dyrroth duduk dengan ekspresi dingin dan penuh perhitungan. Kedua matanya yang berwarna merah darah menyala samar, mencerminkan amarah yang selama ini ia pendam. Rambut hitamnya panjangnya tergerai, dengan tanduk tinggi menjulang di kepalanya serta menggunakan jubah hitam kebesarannya.Di hadapannya, para bawahannya berdiri dengan penuh hormat. Salah satu dari mereka, seorang iblis bertubuh tinggi dengan tanduk melengkung dan mata menyala keunguan, melangkah maju.“Pangeran, pasukan kita telah berhasil memukul mundur mereka di wilayah timur. Wilayah itu kini kembali berada dalam kendali kita.”Dyr
Satu hari setelah Dyrroth pergi… segalanya terasa biasa saja.Keyna menjalani harinya tanpa hambatan, mengikuti kelas seperti biasa, berbicara dengan teman-temannya, dan pulang ke rumah tanpa gangguan. Tidak ada lagi sosok menyeramkan dengan tatapan tajam yang mengawasinya dari sudut ruangan. Tidak ada suara mengejek yang menyebutnya "manusia lemah."Tiga hari setelah Dyrroth pergi… ia masih merasa baik-baik saja.Tidak ada yang berubah. Kehidupannya berjalan seperti biasanya. Ia bahkan mulai berpikir bahwa kepergian Dyrroth dan Harrith memang keputusan terbaik.Namun, satu minggu setelah Dyrroth pergi… semuanya mulai terasa aneh.Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, meskipun ia tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.Saat duduk di kelas, Keyna menyadari sesuatu yang ganjil.Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati teman-temannya yang tengah sibuk mencatat atau sekadar mendengarkan dosen berbicara.Tidak ada yang menanyakan keberadaan Drey.Padahal, sudah satu minggu kakak se
Dyrroth menatap bayangannya sendiri di cermin besar di kamarnya, matanya yang merah menyala terlihat meredup. Kata-katanya sendiri tadi malam masih terngiang-ngiang di pikirannya."Aku harus melakukannya dengan perlahan, agar dia sendiri yang menyerahkannya."Namun, benarkah itu hanya sekadar strategi?Kenapa saat ia mengucapkannya, ada keraguan yang muncul dalam dirinya?Dyrroth mendecakkan lidahnya, tidak menyukai ketidakpastian yang menyelinap dalam pikirannya. Namun, ketika mengingat wajah Keyna—tatapan matanya yang ketakutan namun tetap berani, keteguhan hatinya meski ia begitu lemah—ada sesuatu yang berbeda.Ia menghela napas. Tidak ada gunanya memikirkan itu sekarang.Yang lebih penting adalah satu hal: Xavier.***Keesokan harinya, seperti yang sudah diduga, Xavier kembali mendekati Keyna.Dari kejauhan, Dyrroth melihat bagaimana pria itu berbicara dengan lembut pada gadis itu, mengajarkannya doa-doa dan kata-kata bijak tentang kebaikan.Dyrroth mengepalkan tangannya.Bukan ha
Angin malam berembus lembut saat Dyrroth mendarat di sebuah bukit yang sunyi, jauh dari kebisingan kota.Di bawah mereka, kelap-kelip lampu kota terlihat bagaikan bintang yang bertaburan, membentuk lautan cahaya yang begitu indah.Keyna tertegun.Ia tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya.Entah bagaimana, keindahan ini berhasil mengusir sebagian kecil ketakutan yang masih melekat di hatinya.Tanpa sadar, bibirnya melengkung dalam sebuah senyuman kecil.Dyrroth, yang berdiri di sampingnya, memperhatikan ekspresinya dengan tatapan yang sulit diartikan."Akhirnya kau tersenyum," katanya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Keyna langsung sadar dan berusaha menyembunyikan senyumnya, tapi Dyrroth sudah melihatnya.Ia hanya mendengus kecil sebelum melangkah mendekati sebuah pohon besar yang berdiri kokoh di tepi bukit.Di bawahnya, akar-akar yang menonjol membentuk tempat duduk alami."Duduklah di sini," ujar Dyrroth, menepuk salah satu akar pohon dengan tanganny
Pagi itu, Keyna terbangun dengan mata sembab.Kepalanya masih terasa berat, tetapi setidaknya ia bisa bernapas lebih tenang.Untuk sesaat, ia menatap langit-langit kamarnya, mencoba mengumpulkan pikirannya.Semua yang terjadi semalam masih terasa seperti mimpi buruk—tapi kenyataannya, ia masih di sini.Ia masih hidup.Dan seseorang telah menyelamatkannya.Dyrroth…Nama itu terlintas di pikirannya, membuat hatinya terasa rumit.Biasanya, ia akan langsung berusaha menghindarinya, menjaga jarak sejauh mungkin dari pria itu.Namun, hari ini berbeda.Bukan karena ia tidak takut lagi, tetapi karena…Ia tidak bisa mengabaikan apa yang telah dilakukan Dyrroth untuknya.Dengan sedikit ragu, Keyna bangkit dari tempat tidur dan bersiap menjalani harinya seperti biasa.Namun, ketika ia keluar dari kamarnya, langkahnya langsung terhenti.Di ujung lorong, berdiri seseorang yang begitu familiar baginya.Dyrroth.Pria itu bersandar pada dinding, matanya yang tajam langsung menangkap sosoknya begitu i
Keyna merasakan angin malam menerpa wajahnya saat tubuhnya terangkat dari tanah.Untuk pertama kalinya, ia berada dalam pelukan Dyrroth tanpa ada niat untuk melawan.Biasanya, ia akan berusaha melepaskan diri, tetapi kali ini… tubuhnya terlalu lemah.Ia masih gemetar ketakutan karena kejadian barusan, napasnya belum sepenuhnya stabil.Dyrroth membawanya terbang, tetapi ia tidak melesat cepat seperti biasanya.Ia sadar Keyna hanyalah manusia biasa—tubuhnya tidak akan mampu menahan kecepatan luar biasa yang biasa ia gunakan.Jadi, ia memilih untuk terbang perlahan.Keyna merasakan dadanya naik turun seiring napas Dyrroth yang stabil. Tangannya secara refleks mencengkeram erat kain bajunya, takut jatuh.Dyrroth menyadari itu.Ia melirik sekilas ke wajah Keyna, yang masih tampak pucat dengan bekas air mata di pipinya."Takut?" tanyanya dengan nada datar.Keyna tidak menjawab, tetapi genggamannya semakin erat.Dyrroth menghela napas, lalu tanpa berkata apa-apa, lengannya yang memeluk pingg