Beranda / Romansa / Proposal Cinta Sang Miliarder / Bab 6: Komitmen untuk Mendekati dengan Cara Islami

Share

Bab 6: Komitmen untuk Mendekati dengan Cara Islami

Penulis: Resya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-08 13:30:59

Keesokan harinya, di kantor, Farhan kembali fokus pada pekerjaannya. Namun di sela-sela kesibukan itu, pikirannya terus terbayang pada Aisyah. Ia tahu bahwa perasaannya mulai tumbuh semakin dalam, dan ia semakin ingin mendekati wanita itu. Namun di sisi lain, ia juga tahu bahwa jika ia terlalu terbuka, ia bisa saja kehilangan kesempatannya untuk mengenal Aisyah lebih jauh.

Siang itu, saat jam makan siang, Adrian dan Rizki kembali mendekati Farhan di kantin kantor.

“Farhan, kita udah lama nggak makan siang bareng. Gimana kalau lo ikut kita kali ini?” ajak Adrian sambil tersenyum lebar.

Farhan, meski sedikit ragu, akhirnya mengangguk. “Oke deh, gue ikut.”

---

Langit pagi tampak cerah ketika Farhan memutuskan untuk mendatangi masjid yang tak jauh dari kantornya. Hari itu, ia merasa hatinya perlu bimbingan lebih untuk menghadapi perasaan yang kian dalam terhadap Aisyah. Dalam diamnya, ia berdoa agar Allah membimbingnya mencari cara terbaik untuk mendekati Aisyah tanpa melanggar syariat. Bukan hanya sekadar mendekat, tapi ia ingin melakukannya dengan cara yang Islami, yang akan diridhai oleh Allah.

Setelah shalat dhuha, ia mendekati ustaz Ahmad, seorang pemuka agama yang sudah lama ia kenal. Ustaz Ahmad adalah sosok yang tenang dan bijak, selalu memberikan nasihat dengan kata-kata lembut yang menyentuh hati. Hari itu, Farhan berharap dapat meminta sedikit arahan dari sang ustaz.

“Assalamualaikum, Ustaz,” sapa Farhan dengan suara tenang, meskipun dalam hatinya ia merasa gugup.

“Waalaikumsalam, Farhan. Alhamdulillah, senang melihatmu semakin aktif di masjid akhir-akhir ini,” jawab Ustaz Ahmad dengan senyum lembut. “Ada yang bisa saya bantu?”

Farhan terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan apa yang selama ini hanya ia simpan dalam hati. “Ustaz, sebenarnya saya datang ke sini untuk meminta nasihat. Saya sedang ... tertarik pada seseorang, seorang wanita yang menurut saya memiliki nilai agama yang kuat. Tapi saya ingin mendekatinya dengan cara yang benar, yang sesuai dengan syariat.”

Ustaz Ahmad mengangguk sambil tersenyum. Ia tampak tidak terkejut, mungkin karena ia telah melihat banyak pemuda yang datang dengan pertanyaan serupa. “Subhanallah, niat yang baik, Farhan. Boleh tahu siapa wanita itu?”

Farhan menunduk, sedikit malu. “Namanya Aisyah, Ustaz. Dia juga sering datang ke kajian di masjid ini. Saya semakin kagum padanya setiap kali melihatnya.”

Ustaz Ahmad tersenyum lebih lebar, seolah mengerti perasaan Farhan. “Aisyah, ya? Dia wanita yang baik dan memiliki prinsip yang kuat. Niat kamu untuk mendekatinya secara Islami adalah langkah awal yang baik, Farhan. Namun, ada hal-hal yang perlu kamu perhatikan agar niat baik ini tetap terjaga.”

Farhan mengangguk, mendengarkan dengan sungguh-sungguh. “Apa yang harus saya lakukan, Ustaz?”

“Pertama-tama, jaga niat kamu. Dalam Islam, niat sangat penting. Pastikan niat kamu benar-benar untuk membangun hubungan yang diridhai Allah, bukan karena dorongan nafsu atau sekadar kekaguman yang sesaat. Niat yang ikhlas akan membawa kamu pada jalan yang benar, meskipun tantangannya tidak sedikit,” jelas Ustaz Ahmad dengan suara lembut yang penuh kebijaksanaan.

Farhan terdiam, mencerna setiap kata yang diucapkan Ustaz Ahmad. Ia merasa bahwa langkah ini adalah awal dari perjalanan panjang yang memerlukan keteguhan hati.

“Selain itu ...,” lanjut Ustaz Ahmad, “kamu harus rendah hati dan tidak terlalu memaksakan diri. Jika memang jodoh, insyaAllah Allah akan membukakan jalan. Tapi ingat, jika kamu memaksakan atau terlalu menggebu-gebu, bisa jadi hal itu malah membawa pada keburukan.”

“Lalu, bagaimana cara saya mendekatinya, Ustaz?” Farhan bertanya dengan nada penuh harap.

“Perbanyak doa, Farhan. Mintalah petunjuk Allah. Selain itu, kamu bisa memulai dengan niat baik dalam setiap tindakan. Jangan terlalu sering mendekati atau berbicara secara berlebihan. Jika Allah ridha, biarkan proses itu berjalan dengan sendirinya. Mungkin kamu bisa sesekali berbicara tentang hal-hal yang bermanfaat atau menyapa dengan sopan. Tapi jangan sampai melewati batas, ya,” ujar Ustaz Ahmad, mengakhiri penjelasannya dengan senyuman yang menenangkan.

Farhan mengangguk dengan penuh syukur. “Terima kasih banyak, Ustaz. Nasihat Anda sangat berarti bagi saya. InsyaAllah saya akan coba menjalankannya.”

Setelah berbincang cukup lama, Farhan merasa hatinya menjadi lebih tenang. Ia pulang dengan hati yang penuh harapan, namun juga dengan kesadaran bahwa perjalanan ini memerlukan kesabaran dan ketulusan yang luar biasa. Ia tak ingin terburu-buru ... ia ingin benar-benar mengikuti cara yang diridhai Allah.

Hari-hari berikutnya, Farhan menjalani hidupnya dengan lebih tenang. Ia tidak memaksakan diri untuk selalu berada di dekat Aisyah, namun ia mencoba untuk lebih fokus pada perbaikan diri. Setiap malam, ia memperbanyak doa, berharap Allah memberikan petunjuk yang terbaik baginya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 136: Bayangan Masa Lalu

    Farhan memijat pelipisnya, mencoba menjelaskan situasi tanpa terdengar terlalu khawatir. "Dia masih ... gitu, Man. Banyak kecemasan. Gue nggak tahu harus gimana lagi. Kayak semua yang gue lakuin nggak cukup buat bikin dia tenang."Arman terdiam sejenak sebelum menjawab. "Gue ngerti, Bang. Tapi lo juga harus sabar. Kehamilan tuh pasti bikin dia lebih sensitif. Lo ingat nggak dulu waktu Ibu hamil gue? Bapak juga sering cerita, Ibu jadi sering cemas. Apalagi Aisyah ini kehamilan pertama, kan?"Farhan terdiam. Ia ingat cerita itu. Tapi rasanya apa yang dialami Aisyah jauh lebih berat dari sekadar kehamilan biasa. Ia tahu ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang belum Aisyah ungkapkan."Tapi ini beda, Man," balas Farhan akhirnya. "Dia sampai nggak bisa tidur, nggak mau keluar rumah. Tiap hari cuma khawatir soal bayi. Gue takut dia terlalu stres.""Kalau gitu, lo harus ajak dia bicara lebih dalam, Bang. Mungkin ada sesuatu yang dia pendam. Kadang, kit

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 135: Bayangan Kecemasan

    Aisyah duduk di sofa ruang tamu, kedua tangannya menggenggam erat secangkir teh hangat yang sudah mulai dingin. Pandangannya tidak fokus, terus tertuju pada jendela besar yang menghadap ke taman kecil di depan rumah. Di luar, hujan rintik-rintik membasahi dedaunan, menciptakan irama menenangkan. Tapi dalam hati Aisyah, tidak ada ketenangan. Hanya kecemasan yang terus merongrong pikirannya."Masih hujan, ya?" Suara Farhan memecah keheningan. Lelaki itu muncul dari dapur dengan segelas kopi di tangan, lalu duduk di sebelah Aisyah. Ia menatap istrinya, mencoba membaca ekspresi yang sejak beberapa hari terakhir terasa sulit ia pahami.Aisyah hanya mengangguk kecil tanpa menoleh. "Iya, Mas. Hujan," jawabnya singkat.Farhan menghela napas pelan. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Sejak kehamilan Aisyah memasuki trimester kedua, istrinya itu mulai berubah. Semakin sering termenung, memilih tinggal di rumah, dan kadang terlihat seperti orang yang sedang dihantu

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 134: Awal yang Baru

    Aisyah memandang kotak kecil di tangannya dengan napas tertahan. Tangannya sedikit gemetar saat ia membukanya perlahan. Di dalamnya, ada alat tes kehamilan yang baru saja dia gunakan beberapa menit lalu. Farhan berdiri tak jauh darinya, menatap dengan campuran rasa khawatir dan harapan yang tadi sempat terlukis di matanya. "Aku lihat hasilnya, Mas?" tanya Aisyah dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. Farhan mendekat, lalu duduk di sebelahnya. Dia meraih tangan Aisyah, menggenggamnya erat, seolah ingin memberikan kekuatan. "Bareng aja, Sayang. Kita lihat bareng." Aisyah mengangguk kecil. Ia menarik napas panjang dan berusaha menenangkan debaran jantungnya yang terasa semakin kencang. Dengan tangan yang masih bergetar, ia mengangkat alat tes kehamilan itu untuk melihat hasilnya. Dua garis merah. Mata Aisyah membelalak. Ia menatap alat itu, memastikan apa yang dilihatnya benar. "Mas ... ini ... dua garis,"

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 133: Harapan Baru

    Matahari mulai memancarkan sinarnya, mengintip dari sela-sela tirai kamar. Suara burung di luar jendela terdengar ceria, seolah menyambut hari baru dengan semangat. Namun, di dalam kamar, suasana masih hening. Farhan membuka matanya perlahan, merasa berat untuk bangun dari kasur. Ia menoleh ke samping, melihat Aisyah yang masih terlelap. Wajah istrinya terlihat tenang, meski ada jejak kelelahan yang sulit disembunyikan. Farhan menarik napas panjang. Dalam hatinya, ia berjanji akan melakukan apa saja untuk membuat Aisyah bahagia. Ia tahu, perjalanan mereka tidak akan mudah. Namun, ia juga tahu bahwa cinta mereka lebih kuat dari segala rintangan. Sekitar setengah jam kemudian, Aisyah mulai menggeliat pelan. Matanya perlahan terbuka, dan ia tersenyum tipis saat melihat Farhan sudah bangun. "Mas, udah bangun duluan?" tanyanya dengan suara serak khas pagi. Farhan tersenyum balik. "Iya, aku nggak mau bangunin kamu. Kamu kelihatan capek semalam." Ais

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 132: Rekonsiliasi

    Malam itu, hujan baru saja reda. Udara dingin menyelinap masuk melalui celah-celah jendela rumah Farhan. Ia duduk di ruang tamu, menatap ponselnya dengan pandangan kosong. Di layar, pesan yang ia tulis untuk Aisyah masih terbuka, belum terkirim. Jari-jarinya gemetar di atas tombol kirim, tapi hati dan pikirannya masih berdebat."Aku harus ngapain, ya?" gumam Farhan pelan, suaranya tenggelam dalam keheningan malam. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa bimbang yang terus menghantui.Sementara itu, di rumah orang tuanya, Aisyah sedang berdiri di depan cermin kamar. Ia menatap bayangannya sendiri, mencoba mencari kekuatan dari pantulan wajah yang kini tampak lelah. Hatinya terasa berat. Ia tahu ia ingin berbicara dengan Farhan, tapi entah kenapa, setiap kali ia mencoba mengetik pesan, pikirannya langsung kacau.Di atas meja kecil di samping tempat tidur, ponselnya bergetar pelan. Aisyah menoleh, berharap ada pesan dari Farhan. Tapi saat dilihat, ha

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 131: Titik Terendah

    Aisyah menatap koper yang sudah tersusun rapi di sudut kamar. Tangannya gemetar saat ia merapikan selendang di bahunya. Udara terasa dingin, atau mungkin itu hanya perasaannya saja. Di luar, langit malam tampak gelap gulita, tanpa bintang. Sebuah kehampaan yang entah kenapa mencerminkan isi hatinya malam itu."Mas, aku mau pulang ke rumah orang tua dulu," ucap Aisyah dengan suara bergetar.Farhan, yang sejak tadi duduk diam di sofa ruang tamu, mengangkat wajahnya perlahan. Wajahnya terlihat lelah, matanya sembab. Ia tahu hari ini akan tiba, tetapi rasanya tetap tak siap mendengarnya. Ia menatap Aisyah yang berdiri dengan koper di sisi tubuhnya. Wanita itu tampak rapuh, seolah beban dunia ada di pundaknya."Kamu yakin?" tanya Farhan akhirnya, suaranya berat. "Ini yang kamu mau?"Aisyah mengangguk pelan. "Aku butuh waktu, Mas. Kita... kita butuh waktu. Aku nggak tahu harus gimana lagi."Farhan menelan ludah, berusaha menahan emosi yang berg

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status