INICIAR SESIÓNSuara koper yang ditutup rapat menggema di kamar yang luas itu. Rangga tampak sibuk memeriksa daftar barang di ponselnya, sementara Ayu terduduk di tepi ranjang, menatap kosong ke arah jendela."Sayang, sunblock kamu sudah masuk? Di Bali nanti bakal panas banget," tanya Rangga tanpa menoleh."Sudah, Sayang. Semuanya sudah lengkap," jawab Ayu pendek.Rangga menghampiri Ayu, lalu berlutut di depannya. Ia menggenggam tangan istrinya dengan hangat."Hei, kenapa lemas gitu? Ini second honeymoon kita, Yu. Aku ingin kita benar-benar lepas dari penat Jakarta. Cuma aku dan kamu di Uluwatu. Oke?"Ayu tersenyum dipaksakan. "Iya, Sayang. Aku cuma... sedikit kurang tidur saja.""Makanya, nanti di pesawat kamu tidur ya," ujar Rangga sambil mengecup keningnya. "Aku ke ruang kerja sebentar, mau kirim email terakhir ke kantor supaya tidak diganggu selama kita di sana."Begitu Rangga menutup pintu, Ayu segera meraih ponselnya. Jantungnya berdebar saat membuka kolom percakapan dengan Daniel.Ayu: "Niel,
"Sshhh... pelan-pelan, Sayang. Itu... ahhh, di situ," desis Rangga. Kepalanya mendongak ke belakang, urat-urat di lehernya menegang. "Kamu luar biasa malam ini. Kenapa kamu begitu lapar, hmm?"Ayu tidak menjawab dengan kata-kata. Ia justru semakin memperdalam hisapannya, menciptakan suara-suara basah yang memenuhi keheningan kamar. Tangan Ayu meremas paha dalam Rangga, menarik tubuh suaminya agar semakin mendekat padanya."Sayang... kamu suka?" gumam Ayu di sela-sela kegiatannya. Suaranya terdengar sangat provokatif."Suka? Aku bisa gila, Yu! Terus... jangan berhenti," rintih Rangga. Tangannya kini berpindah ke rambut Ayu, mencengkeramnya dengan lembut namun posesif, membimbing ritme istrinya agar sesuai dengan pacuan jantungnya yang kian menggila.Gerakan Ayu semakin cepat. Ia memberikan stimulasi yang begitu intens hingga Rangga merasa dunianya hanya terfokus pada satu titik itu. Napas Rangga menjadi pendek-pendek; tubuhnya mulai mengejang karena sensasi yang terlalu kuat."Aku mau
Suasana di ambang pintu dapur terasa membeku selama beberapa detik yang menyiksa. Ayu masih bisa merasakan denyut di pusat kewanitaannya, sebuah sensasi yang baru saja mencapai puncaknya dan meninggalkan jejak lemas di sekujur kakinya. Tangannya masih sedikit gemetar saat ia berpura-pura merapikan letak piring pencuci mulut di atas meja.Rangga berdiri di sana, menatap mereka berdua dengan dahi berkerut, mencoba mencerna pemandangan di depannya. Daniel, dengan ketenangan luar biasa, hanya memutar tubuhnya perlahan. Tidak ada kegugupan, tidak ada keringat dingin. Ia justru menyunggingkan senyum tipis yang tampak sangat alami."Tadi Ayu hampir terpeleset, Ngga," ucap Daniel santai, suaranya terdengar stabil dan berat. "Lantainya agak licin di dekat wastafel. Untung gue sempat menahan lengannya supaya nggak jatuh ke arah meja."Daniel bahkan sempat melirik ke arah lantai seolah benar-benar ada tumpahan air di sana. Kebohongan itu meluncur begitu mulus dari bibirnya, seolah ia sudah terbi
"Niel, lo nggak ada niatan cari pasangan?" tanya Rangga tiba-tiba. "Lo ganteng, mapan, tinggal di gedung elit. Masa betah sendirian?"Daniel memotong daging stiknya dengan presisi. "Gue sudah punya seseorang yang gue mau, Ngga. Masalahnya, dia sudah punya orang lain.""Wah, serius lo? Siapa? Orang kantor? Kenapa nggak lo rebut aja? Seorang Daniel mana pernah gagal?" pancing Rangga sambil tertawa.Ayu merasa jantungnya mau copot. Ia menatap Daniel dengan tatapan memohon agar pria itu tidak bicara macam-macam."Nggak sesederhana itu, Ngga," Daniel menatap Ayu intens. "Gue lebih suka menunggu dia sadar, siapa yang sebenarnya bisa melayani dia lebih baik. Gue cukup sabar buat jadi 'pelarian' sampai waktunya tiba.""Hahaha, gaya lo puitis banget!" Rangga menepuk bahu Daniel. "Tapi ingat, Niel. Jangan sampai lo jadi perusak hubungan orang. Mending cari yang single."Daniel hanya tersenyum miring. "Gue nggak merusak, Ngga. Gue cuma mengisi kekosongan yang ditinggalkan pemilik aslinya."Ayu s
Ayu tersentak bangun.Napasnya tersengal-sengal, dadanya naik turun dengan cepat. Ia segera meraba area di sekelilingnya. Tidak ada Daniel. Hanya ada Rangga yang tertidur lelap di sampingnya dengan posisi membelakanginya.Ayu terduduk, menyeka keringat dingin di dahinya. Jantungnya masih berdegup kencang, dan sensasi "penuh" dari mimpinya tadi masih terasa begitu nyata di tubuhnya. Anehnya, ia tidak merasa jijik atau ketakutan.Ia justru merasakan aliran kenyamanan yang sangat dalam menjalar di hatinya. Mimpi itu seolah-olah memberikan izin bagi sisi gelapnya untuk muncul ke permukaan.Kenapa rasanya begitu... nyaman? batin Ayu.Ia menatap punggung suaminya, lalu beralih menatap pintu kamar yang tertutup rapat. Sebuah pemikiran nakal dan berbahaya melintas di benaknya: Bagaimana jika Daniel benar-benar datang besok malam? Dan bagaimana jika Rangga tidak semarah yang aku bayangkan?Ayu merebahkan diri kembali, menarik selimutnya. Ia tersenyum tipis dalam kegelapan. Rasa penasaran itu k
Pintu kamar terbuka pelan. Rangga mematung di ambang pintu, matanya terpaku saat menangkap sosok Ayu yang duduk di tepi ranjang. Lingerie hitam berbahan satin tipis itu memeluk lekuk tubuh Ayu dengan sempurna, hanya menyisakan sedikit ruang bagi imajinasi."Kamu... benar-benar ingin menyiksaku malam ini, Ay?" bisik Rangga, suaranya parau.Ayu tersenyum tipis, jemarinya bermain di tali bahu bajunya yang tipis. "Aku hanya ingin memanjakan suamiku yang sudah lama pergi. Suka?"Rangga mendekat, langkahnya mantap. Ia berdiri di depan Ayu, jemarinya mengangkat dagu sang istri agar mata mereka bertemu. "Suka? Aku hampir gila melihatnya."Rangga menunduk, mencium leher Ayu dengan intensitas yang membuat napas Ayu tercekat."Sayang... ahh, pelan-pelan," desah Ayu, kepalanya mendongak."Enggak bisa, Sayang. Aku sudah menunggu terlalu lama untuk ini," jawab Rangga di sela kecupannya. Tangannya mulai menjelajah, memberikan tekanan-tekanan lembut yang membuat tubuh Ayu meremang.Rangga menarik Ayu







