Share

William?

last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-19 13:08:15

"Hai, Papa!" Seika berseru riang menyapa Menir Hank yang sudah menunggu kepulangannya di beranda depan. Perlahan-lahan namun pasti Seika berjalan dari halaman rumah, seusai memastikan mobilnya terkunci dengan aman. Tak ada juga yang tertinggal di dalamnya, kecuali kado untuk Kama. Kalau itu memang satu hal yang berbeda. Dia sengaja meninggalkannya di sana. Jangan sampai Menir Hank mencium aromanya, bahaya besar. 

"Hai, Lieverd!" Menir Hank balik menyapa sambil melambaikan tangan, "Wah, wah, wah … Kemana saja malaikat kecil Papa, jam segini baru pulang? Detak jantung Papa sampai meningkat pesat lho, Lieverd. Dag dig dug, dag dig dug, mencemaskanmu." ungkap Menir Hank begitu Seika menapakkan kaki jenjangnya di pelataran beranda. 

Detik berikutnya, Menir Hank sudah merengkuh Seika ke dalam pelukan hangatnya. "Semua baik, Lieverd?"

Seika menghadiahkan senyum tulus untuk Menir Hank. Senyum simpul yang terlihat manis, terutama setelah kedua lesung pipitnya ikut tampil. Wah, hati Menir Hank meleleh seketika. Kecemasan yang sedari tadi mencabik-cabik seluruh hatinya berangsur-angsur mereda. 

"Seika dan semua pekerjaan bagus Papa dan Papa, bagaimana?"

"Papa bagus juga Seika tetapi …."

"Tetapi apa, Papa?"

Menir Hank memindai bola mata blue ocean Seika, mencari-cari sesuatu yang bernama dusta tapi gagal, tentu saja. Tidak sedikit pun Seika mengerjap, membesarkan pupil mata atau menyipitkannya. Tak ada yang perlu dicurigai. 

"Ah tidak, Lieverd. Maafkan Papa, jika terlalu mencemaskan kamu."

"Ah, Papa! Kalau soal itu sama sekali tak perlu meminta maaf."

"Benarkah itu, Lieverd?"

Seika mengangguk, membenarkan tali tas yang melorot dari pundak kirinya tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan dari Menir Hank. "Benar, Papa."

Menir Hank tersenyum tipis, memandang Seika penuh selidik. Keningnya berkerut-kerut padat seperti kulit cakar ayam. Benaknya terisi penuh oleh  informasi dari Derya tentang kisah percintaan malaikat kecilnya dengan Kama si Pria tak berkelas. Sejenak, Menir Hank tergulung konflik. Jika benar Seika masih bertahan dengan Kama, apa buktinya? Tetapi jika tidak, mana mungkin Seika terlihat bahagia seperti ini? Ah! Dia tahu persis bagaimana Seika. 

"Lieverd, ada yang perlu Papa bicarakan denganmu malam ini." cakap Menir Hank memecah kesunyian, "Tapi kita masuk dulu, yuk? Kamu juga pasti capek, kan? Mandi dulu ya Seika, biar segar. Baru setelah itu kita makan malam bersama. Papa rindu sekali, Seika. Rasanya sudah lama sekali kita tidak makan malam bersama sambil mengobrol. Hehehehe  …!"

"Oh ya, Papa?" Seika tak bisa menutupi rasa terkejut dan paniknya di sini. Sama sekali tak pernah terbersit dalam benaknya kalau Menir Hank akan mengajak makan malam seperti ini. Mengingat ini masih hari Kamis, belum masuk waktu weekend. Padahal, dia sudah membuat janji dengan Kama untuk makan malam di luar. "Oh eh ya, Papa. Seika mandi dulu ya, Papa?"

"Lieverd, ada apa? Kenapa kamu jadi gugup begini?"

"Ah, tidak Papa. Seika mandi dulu, permisi …."

"Ya, ya. Papa tunggu di ruang makan ya, Lieverd?

Seika tidak menyahut. Otaknya terlalu macet untuk menggerakkan lidahnya. 'Wah, ini gawat. Bagaimana dengan Kama? Ugh, dia pasti kecewa parah! Masalahnya, aku sendiri yang membuat janji, bukan dia. Bahkan, dia juga sudah membatalkan janji dengan keluarganya untuk makan di lesehan. Walaupun sederhana, keluarganya juga ingin merayakan hari lahir Kama. Aduh …!'

"Langkah pertama, berhasil!" Menir Hank membelalak gembira. Dalam otaknya sudah bermunculan banyak ide untuk menjegal perjalanan cinta malaikat kecilnya dengan si Pria tak berkelas. Salah satunya, apa yang akan dilakukan di meja makan nanti.

***

"Bagaimana, Lieverd?" tanya Menir Hank dengan sikap yang dibuat setenang mungkin agar jangan sampai Seika curiga, "William ini orangnya baik, kok. Jujur, disiplin dan pekerja keras. Satu lagi Lieverd, dia orangnya setia. Lagi pula dia kan masih saudara sepupu kamu juga. Bagus kan, kalau dia membantu kamu di Seikamara Publishing? Saling bantu lah, intinya."

Di tempat duduknya, Seika hampir saja tersedak. Bukan karena kentang panggang yang pedas melainkan Menir Hank. Sama sekali tak pernah menduga kalau papanya itu akan merekomendasikan William, yang baginya masih mentah. Mentah, dalam arti kekakanan. Belum memiliki rasa tanggung jawab dalam dirinya. Salah satu buktinya, perusahaan jus buah milik papanya saja masih dikelola pamannya. Jika memang semua yang dikatakan Papa itu benar adanya, kenapa tidak dia langsung saja yang mengelola?

"Papa tidak bermaksud apa-apa, Lieverd. Sungguh. William saudara dekatmu. Tak ada salahnya kan, membantu?" cakap Menir Hank lagi setelah menenggak habis sisa air putih di gelas gagangnya, "Mama kamu di alam sana pun pasti bangga. Iya kan, Lieverd?"

Bagi Seika, inilah buah fiktif bernama simalakama itu. Kalau dia menerima William, Papa akan tahu sepak terbang cintanya dengan Kama. Tetapi jika tidak?

"Emh, Papa …?"

"Ya Lieverd, bagaimana?"

"William emh maksud Seika, serius William ingin bekerja di perusahaan penerbitan Seika?" 

"Oh ya tentu, Lieverd. Dia sendiri yang menghubungi Papa tadi pagi dan kalau kamu bisa menerima, dia akan segera terbang dari Netherlands minggu ini."

"Oh, ya …?"

"Hei, kamu kenapa Lieverd? Ada apa, Papa lihat kamu berbeda malam ini? Ada masalah?"

Sadar akan sesuatu yang membahayakan hubungan asmaranya dengan Kama, sesegera mungkin Seika memasang wajah tenang. Menghalau jauh-jauh segala kekhawatiran, ketakutan yang beberapa saat lalu datang menjamah. Seika paham benar, bagaimana kepekaan perasaan sekaligus kecerdasan  berpikir Menir Hank. 'Tidak, semuanya akan baik-baik saja, Seika. Keep calm, kee smile!'

"Papa … Apakah William memiliki keterampilan khusus di dunia penerbitan dan percetakan? Maksud Seika, supaya mudah dan tepat nanti saat memberikan posisi pekerjaan. Karena di perusahaan Seika wajib right man on the right place, Papa." dalam hati Seika bersyukur, kecerdasan dan keberanian dalam dirinya muncul dengan sempurna di saat yang sangat tepat. Saat dia hampir saja melemah oleh karena rasa takut dan khawatir yang sempat mendera. 

Merasa mendapatkan kesempatan untuk menggiring bola, Menir Hank tidak menyia-nyiakannya. Dengan penuh keyakinan dan rasa percaya diri dia berkata, "Tentu, Lieverd. Kamu tak perlu mengkhawatirkan apa pun dalam hal ini."

Refleks, Seika menganggukkan kepala. Kalaupun dia harus menerima William bekerja di Seikamara Publishing, bukan karena benar-benar ingin membantu atau bagaimana. Bukan pula karena ingin menyenangkan hati papanya. Ada sesuatu yang paling berharga, segala-galanya yang harus dia perjuangkan hingga putaran otak terakhir.

"Terima kasih, Lieverd!"

"Ya Papa, sama-sama."

"Papa bangga padamu, Lieverd."

"Seika juga bangga punya Papa hebat. I am proud of you, Papa!" 

Menir Hank tertawa kecil namun ditumbuhi dengan sebentuk kemenangan yang menebarkan aroma gemilang. Berkibar-kibar di dasar hati, selayaknya selembar bendera yang berkibar-kibar di ketinggian harapan. Kini, seluruh kulit wajahnya berubah menjadi merah jambu. Menghangat hingga ke relung hati terdalam. Dia tahu, malaikat kecilnya bukan anak manusia bodoh tetapi dia juga tahu, Seika Eline adalah seorang anak yang baik. Kejujuran dan ketulusan hatinya tiada perlu diragukan lagi. Terlebih rasa sayang terhadap orangtua, Seika jelas kaya akan hal itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pungguk Merindukan Bulan   Derya The End

    "Jadi kan, Kak Seika, Mbak Welas ngasih kabar ke kami kalau Kakak hilang. Nah, terus Kakak minta tolong Leon untuk pergi ke rumah kalian. Siapa tahu kalian butuh bantuan. Eh, ternyata kosong rumahnya." Sekar mengawali ceritanya, sementara Leon masih merangkul dari samping kanan, menguatkan. "Akhirnya kami ke Real Publishing. Eh, Bang Kama juga nggak ada di sana. Nah, terus Leon tanya ke bagian resepsionis. Iya kan, Leon?"Leon mengangguk, tersenyum sedih. "Iya, benar. Aku tanya, Kama berangkat ke kantor apa nggak? Katanya berangkat, setengah hari. Kembali sebentar menitipkan Firdaus ke Vivi, pegawai di bagian administrasi. Terus pergi lagi. Nah, nggak berapa lama dari itu, si Vivi itu tadi pergi juga, membawa Firdaus.""Dari itulah kami mulai curiga, ada yang nggak beres pasti!"Leon membenarkan kesimpulan yang dibuat Sekar. "Aku memberanikan diri masuk ke ruang kerja Bang Kama. Mana tahu ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk." lanjut Sekar sambil melepaskan diri dari rangkulan Le

  • Pungguk Merindukan Bulan   Jika Cinta Lepaskanlah!

    "Oh, Leon, terima kasih!" Seika tak mampu menutupi perasaan haru yang menyergap. "Aku nggak tahu gimana ceritanya kalau nggak ada kamu!" Sungguh, Seika merasa baru saja diselamatkan dari bencana alam yang begitu besar. Lebih besar dari tenggelamnya kapal Titanic, baginya. Bayangkanlah!Saat Leon berhasil menyusup masuk ke dalam rumah, Derya sedang bersiap-siap untuk menikahinya. Sudah duduk berhadapan dengan penghulu, dikelilingi oleh para saksi.Seumur hidup, baru kali itu Seika terlibat dalam sandiwara paling gila. Drama paling menguras emosi, tenaga jiwa dan raga. Bukan hanya melibatkan orang dewasa, Derya juga melibatkan Firdaus, seolah-olah penculikan itu adalah sebuah permainan anak-anak. "Serius, aku bahkan sudah berpikir untuk membawa Firdaus juga. Biar kami sama-sama nggak selamat, karena kasihan sekali kalau sampai dia jatuh ke tangan Derya untuk selamanya. Oh, dia tuh terlalu kejam untuk ukuran manusia. Terlalu jahat."Leon tersenyum simpul, menarik napas lega. "Sama-sam

  • Pungguk Merindukan Bulan   Jodoh Pasti Bersatu

    Bencana!Mamak video call. Kama pun tertindih buah fiktif bernama simalakama seketika. Diangkat, tidak tahu harus berkata apa? Tidak diangkat, Mamak pasti curiga. "Ha, jangan-jangan Mamak telepon El tadi?" tanya hatinya begitu kuat. "Gawat!"Kama baru saja berpikir untuk mematikan ponsel ketika tiba-tiba ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Sempat ragu tetapi akhirnya diangkat juga, dengan harapan itu adalah seseorang yang telah menculik Seika. Bahkan, Kama tidak memikirkan segala resiko yang mungkin terjadi. Terpenting Seika dapat ditemukan dalam keadaan sehat dan selamat tak kurang satu apa pun. "Ha---Halo!" sapa Kama gugup sambil mengurangi kecepatan laju mobil, menepi. Sekarang mereka sudah sampai di Jalan Parangtritis KM 5. Menurut alamat yang tertera di denah, sebentar lagi akan sampai di tempat persembunyian Derya. "Ini dengan siapa?""Ini Mamak, Kama! Pakai nomor abangmu yang baru. Kalian lagi di mana ini, Mamak telepon dari tadi kok, nggak diangkat?"Dug! Sekeras it

  • Pungguk Merindukan Bulan   Berkat Bantuan Adiva

    "Eh, jangan asal, ya?" Kama mulai tersebut amarah. "Aku nggak kenal siapa kamu. Jangankan gula-gula, tebu atau apa pun itu yang kamu bilang tadi. Dengar baik-baik, ya? Selain istriku, aku nggak pernah menyentuh yang namanya perempuan." tandas Kama emosional. "Minggir kamu, buang-buang waktu saja!" "Ya ampun, Kama … Beneran kamu nggak inget sama aku?" Adiva, tentu saja tak sudi melepaskan Kama. Hanya dia satu-satunya jalan untuk tetap bersama Derya. "Ternyata benar ya, kata teman-temanku, selain sampah kamu juga laki-laki gila!"Braaak! Dengan sangat kasar, Kama menutup pintu mobil kembali. Bisa-bisanya wanita yang tak dikenalnya ini bersikap lancang, merendahkan? "Hei, apa-apaan kamu? Apa yang kamu bilang tadi? Woi, sadar, woi! Bukan aku yang sampah, gila atau apa pun itu yang kamu tuduhkan tapi kamu. Buktinya? Kamu datang dengan cara misterius dan membuat masalah denganku. Sampah sekali kan, itu? Gila!""Eh, santai dong, Kama? Kok, malah jadi semeledak ini, sih? Ya ampun, malu don

  • Pungguk Merindukan Bulan   Fixed, Seika Diculik!

    "Leon!" tuduh Kama begitu menyadari CCTV di rumah sudah tidak terpasang lagi. Lebih tepatnya hilang dari tempatnya. "Pasti dia, siapa lagi? Ugh, dasar, brengsek! Kurang ajar, berani-beraninya membuat masalah denganku!" Secepat kilat, Kama kembali ke kamar, menggendong Firdaus yang ternyata sudah bangun. Berjalan cepat ke ruang makan, membuatkan susu. Memasukkan satu kaleng susu ke dalam tas bekal, diaper, tisu basah dan tiga setel baju ganti. "Kita ke kantor Daddy ya, Nak?" sebisa mungkin Kama bersikap tenang. "Nanti kamu Daddy titipkan sama Tante Vivi dulu, ya? Daddy harus mencari Mommy." Seakan mengerti situasi sulit yang dihadapi sang Ayah, Firdaus tersenyum tampan. Bukannya menangis, rewel atau sejenisnya. "Yuk, kita harus cepat, Nak!" ajak Kama sambil setengah berlari ke ruang tamu. Memastikan ponsel masih di saku celana. Menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. "Doakan ya Nak, semoga Mommy cepat ketemu?" Kama tak mau kehilangan waktu walau hanya satu detik. Sungguh, bag

  • Pungguk Merindukan Bulan   Jangan Paksakan Cinta!

    Sesampainya di rumah, Kama langsung melompat turun dari mobil. Berlari ke teras, mengetuk pintu. Menekan bel dengan tak sabar namun tetap menunggu. Oleh karena mendengar tangisan Firdaus yang melengking-lengking dari ruang tamu, tanpa pikir panjang langsung membuka pintu. Semakin bingung karena ternyata pintu tidak dikunci, pertanyaan demi pertanyaan membombardir tanpa ampun. Apa yang terjadi?Ke mana Seika?Bagaimana bisa Firdaus menangis sejadi-jadinya seperti ini?"Firdaus, sini sama Daddy!" cakapnya di antara kepanikan yang mulai melanda. "Mommy ke mana, Nak?" Firdaus sudah tenang dalam pelukan Kama walau sesekali masih terisak. Sekarang the real Seika Eline's lover itu berjalan cepat ke kamar, berharap dapat menemukannya."El!" Kama terus memanggil di antara segala perasaan yang semakin tak menentu. "El, Eline!" Tak mengunduh sahutan barang secuil kecil kata pun Kama semakin bingung, panik dan ketakutan. Namun demikian dia masih bisa berjalan cepat ke luar kamar, menyisir se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status