Seika dan Kama saling mencintai bahkan sejak pandangan pertama di Real Publishing, tempat mereka bekerja. Sayang, Papa tidak merestui hubungan mereka karena posisi Kama yang dianggap rendah. Seika berkeras dengan cintanya hingga suatu hari, dia keluar dari pekerjaannya sebagai editor di Real Publishing yang notabene milik Papa. Bersama Kama, Seika merintis perusahaan penerbitan sendiri. Semua berjalan lancar, sampai di tahun ke tiga Seikamara Publishing berhasil membuka cabang di beberapa kota besar di Tanah Air. Tentu saja, Seika merahasiakan usahanya dari Papa. Mengapa? Dia ingin Kama menjadi orang berhasil dulu baru kemudian melamarnya. "Kita harus terus bersabar ya, Kama? Kita harus terus berjuang. Pantang menyerah, demi cinta kita." "Ya, Seika. Atas nama cinta, aku nggak akan pernah menyerah. Kita pasti bisa mendapatkan restu Papa. Aku yakin itu." "Ya, Kama. Semoga Tuhan merestui cinta kita, ya?" "Ya, Seika. Jangan pernah lelah untuk melangitkan doa-doa." Sayang, Derya (staf keuangan di Real Publishing) memergoki usahanya. Tak urung jua, dia melancarkan banyak intrik demi bisa mendapatkan cinta Seika yang selama ini didambakan dalam diam. Jahatnya, Derya melaporkan hubungan Seika dan Kama pada Papa. "Asal kamu tahu saja ya, Seika? Kalau aku nggak bisa mendapatkan kamu, maka tak seorang pun bisa. Tanpa kecuali, termasuk si Supir sialan itu, Kama! Kamu paham?" Apa yang akan terjadi setelah Papa tahu sepak terjang Seika? Siapakah yang akhirnya berhasil mendapatkan cinta Seika, Kama si Baik Hati atau Derya si Jahat? #jatuhbangunkejarrestu
View More"Saya minta, kamu segera mengatasi masalah ini, Derya!" tandas Menir Hank pada Derya yang duduk gelisah di depannya, "Saya tidak mau Seika sampai terjatuh ke tangan Kama yang tidak berkelas itu. Kalau perlu singkirkan dia dari muka bumi ini!"
Sampai di sini Menir Hank memandang Derya dengan mata terpicing penuh kemarahan. Dahinya berkerut-kerut seperti kulit cakar ayam.
Derya semakin gelisah. Benar, dia mendambakan cinta Seika tapi kalau sampai harus menghilangkan nyawa seseorang, sama sekali tak memiliki nyali. Kalaupun ada, sangat kecil persentasenya. Tak lebih dari lima persen.
"Ta tapi, Menir?" tanya Derya di puncak tertinggi kegelisahannya, "Sa saya …?"
"Tapi apa, Derya?" tanpa ampun Menir Hank menyudutkan Derya. Dia tak mau tahu. Karena Derya yang membawa informasi super penting ini maka dialah yang harus membantu menyelesaikan. Lagi pula, Menir Hank juga perlu tahu, apakah informasi ini valid atau tidak. Masalahnya selama ini dia tak pernah menangkap sesuatu yang aneh dalam diri Seika. Kecuali waktu tiba-tiba resign dari Real Publishing beberapa tahun yang lalu. 'Ya, ya. Papa tahu sekarang. Rupanya kamu sudah menciptakan game untuk kita mainkan bersama ya, Lieverd?'
Detik-detik begitu cepat berlalu. Ruang kerja Menir Hank semakin sepi oleh karena Derya tak juga memberikan kesanggupan. Bibirnya terkatup rapat, seolah-olah baru saja tersentuh oleh lem kayu. Wajah pucat, berkeringat tak sedikit pun berani memandang ke arah pimpinannya.
Oleh karenanya lah, Menir Hank mengibaskan tangan. Senyum di wajahnya terlihat lebih masam dari pada bulir-bulir jeruk lemon matang. "Tidak masalah Derya, tak perlu risau. Saya bisa membayar orang yang profesional dalam hal ini. Tapi ingat, jangan selangkah pun kamu mendekati putri saya, Seika Eline. Apa kamu sudah mengerti, Derya?"
Di tempat duduknya, Derya benar-benar terhimpit kuat-kuat. Seluruh rongga dada terasa sakit dan sesak. Namun meskipun terasa sangat berat, dia berusaha untuk menggetarkan bibir, memberikan sebuah kesanggupan. Dari pada gagal mendapatkan cinta Seika? Baru membayangkan saja hatinya sudah patah menjadi seribu bagian. "Sa saya ber bersedia, Menir."
Serta merta Menir Hank berubah gembira. Sebentuk tawa lega sekaligus puas penuh kemenangan terdengar menggema di seluruh ruangan bercat blue tosca itu. Entah mengapa, Derya semakin mengkerut di tempat duduknya yang terasa lembab. Menyusut selayaknya seekor siput yang ditaburi garam.
"Kalau begitu, tak perlu mengulur waktu lagi, Derya!" cakap Menir Hank memberikan efek kejut tersendiri dalam diri Derya, "Segera selesaikan tugas kamu. Ingat, jangan sampai putri saya terluka dalam bentuk apa pun!"
Tanpa menggetarkan secuil kata pun, Derya mengangguk. Sekarang dia bisa menarik napas lega. Sedikit lega. Walaupun sebenarnya masih belum tahu harus bagaimana memulai tugas super beratnya itu, Derya berusaha menyuguhkan senyum sopan untuk Menir Hank. 'Wah, gawat. Kalau sampai gagal, bisa-bisa aku yang lenyap dari muka bumi ini. Bukan si Supir buluk yang belagu itu. Menir Hank kan, nggak pernah main-main orangnya?'
Sebagai penutup, Menir Hank bertepuk tangan sambil berjalan mengelilingi meja kerja termasuk Derya. "Saya tunggu kabar baik dari kamu, Derya. Setelah ini saya akan mentransfer seribu Euro ke rekening kamu. Hahahaha, itu belum seberapa seberapa Derya. Kamu akan mendapatkan berlipat-lipat dari pada itu kalau berhasil."
Prok, prok, prok!
Melihat keseriusan Menir Hank untuk memisahkan Seika dari Kama, membuat Derya membeku. Masalahnya dia tahu, bagaimana dua insan itu saling mencintai dari sejak masih bekerja di Real Publishing dulu. Tak sesederhana memisahkan lebah madu dari setangkai bunga, tentu saja. Satu lagi, Derya juga tahu betapa kerasnya Seika terhadap sesuatu yang dicintainya. Cinta sampai mati lah, pokoknya.
***
Cerah ceria, Seika berjalan ke ruang kerja Kama. Di sini, dia bukan lagi supir seperti waktu bekerja di Real Publishing, melainkan owner merangkap sebagai editor sama seperti dirinya. Benar-benar bukan perjuangan yang mudah tetapi sekarang mereka sudah mulai bisa menikmati hasilnya. Banyak penulis yang mempercayakan naskah mereka pada Seikamara Publishing. Puluhan, bahkan ratusan penulis. Wow, angka yang fantastis, bukan?
Tok, tok, tok!
"Kama?" Seika memanggil sambil mengetuk pintu, "Aku boleh masuk?"
Gadis berdarah Indonesia - Belanda itu menggambar senyum manis. Di hatinya bermekaran bunga-bunga indah nan wangi. Seperti itulah yang dirasakannya setiap kali berdekatan dengan sang Pujaan Hati, Kama Nismara. Sampai-sampai seluruh aliran darah dalam tubuh menghangat, membuatnya panas dingin.
"Ya, El!" sahut Kama gembira dari dalam ruang kerjanya, "Masuk, El!"
Sembari menyimpulkan kebahagiaan dalam senyumannya, Seika membuka pintu. Mencoba untuk menurunkan kadar hangat dalam darahnya dengan menghela napas panjang. Memastikan anak rambutnya masih rapi, meskipun sudah mengikal secara alami. Demikianlah karakter rambut panjang pirangnya, ikal di bagian ujung dan anak rambut sedangkan yang lainnya lurus. Mata biru jernihnya tergenang air hangat untuk beberapa detik lamanya. Tak kuasa dia mencegah keharuan yang mengisi penuh ceruk hati.
"Hai, Kama!"
"Hai, El. Bagaimana … Kamu bahagia, kan?"
"Iya, Kama dan kamu?"
"Bahagia ,El. Seperti yang kamu lihat. Hehehehe, aku selalu bahagia El, kamu yang buat aku bahagia."
"Ah, kamu! Bisa saja? Kita saling membahagiakan kok, Kama. Aku juga bahagia karena kamu setia dalam perjuangan cinta kita."
"Oh, benarkah itu El?"
"Ya, pindai dusta di mataku, Kama?"
Kama menggeleng-gelengkan kepala. Untuk apa dia memindai mata Seika, kekasih hatinya itu? Rasa percaya begitu besar, bulat dan utuh padanya. Tak pernah berkurang meskipun hanya sekecil debu.
"Nggak, nggak perlu El!" tukas Kama mengutuhkan kembali keyakinan dalam hati Seika, "Oh ya, jadi kita makan siang di luar?"
Manja, Seika mengangguk mengiyakan. "Jadi dong, Kama. Di mana enaknya kita makan? Tapi aku ingin makan selain roti."
"Selain roti?" kening Kama berkerut-kerut, "Nasi padang? Hehehehe … Memangnya kamu pingin makan apa, El?"
Giliran Seika yang menggeleng-gelengkan kepala, bingung. Tapi kemudian mengatakan ini setelah berpikir sekian detik lamanya. "Sepertinya, asyik juga kalau kita makan nasi Padang ya, Kama? Kamu juga pasti senang, kan? Gantian, hehe … Selama ini kan, kamu sudah mengikuti aku makan roti, pizza, zupparella, waffle … Bagaimana?"
Hampir saja Kama mencuil pucuk hidung blangir Seika yang terlihat berkeringat karena gemas. Sadar, itu tidak boleh terjadi. Bagaimanapun, segemas apa pun Kama mewajibkan diri untuk bisa menahan. Karena apa? Dia berprinsip, kalau seorang pria mencintai seorang wanita maka tidak akan menyentuh barang seujung kuku pun kecuali sesudah menikah. Itu dan dia sudah berjanji untuk tidak pernah melanggarnya.
"Oke, aku tahu rumah makan Padang yang asyik buat makan siang. Spot fotonya juga keren-keren kalau kamu pingin swafoto. Ada juga terapi ikannya." Kama membeberkan perihal rumah makan Padang favoritnya di kota Yogyakarta ini, "Ada kolam untuk terapi ikan juga, El. Kamu mau?"
Seika Eline, gadis cantik berkulit seputih susu dengan rambut panjang pirang dan mata biru jernih itu tersenyum lebar. Kegembiraan memancar di wajah cantik alaminya. "Mau, yuk?"
Ting … Twiwing!
Dengan perasaan tak enak, Seika meminta izin memeriksa pesan masuk di chat room. Tentu saja Kama memberikan waktu sepenuhnya. Lagi pula dia juga harus membereskan meja kerja dulu sebelum berangkat makan siang di Rumah Makan Padang Sedap Lestari. Cukup lah, sambil menunggu Seika memeriksa pesan masuk.
"Oh, Kama!" tanpa sadar Seika terpekik, nyaris menjerit, "Kamu …?"
"Jadi kan, Kak Seika, Mbak Welas ngasih kabar ke kami kalau Kakak hilang. Nah, terus Kakak minta tolong Leon untuk pergi ke rumah kalian. Siapa tahu kalian butuh bantuan. Eh, ternyata kosong rumahnya." Sekar mengawali ceritanya, sementara Leon masih merangkul dari samping kanan, menguatkan. "Akhirnya kami ke Real Publishing. Eh, Bang Kama juga nggak ada di sana. Nah, terus Leon tanya ke bagian resepsionis. Iya kan, Leon?"Leon mengangguk, tersenyum sedih. "Iya, benar. Aku tanya, Kama berangkat ke kantor apa nggak? Katanya berangkat, setengah hari. Kembali sebentar menitipkan Firdaus ke Vivi, pegawai di bagian administrasi. Terus pergi lagi. Nah, nggak berapa lama dari itu, si Vivi itu tadi pergi juga, membawa Firdaus.""Dari itulah kami mulai curiga, ada yang nggak beres pasti!"Leon membenarkan kesimpulan yang dibuat Sekar. "Aku memberanikan diri masuk ke ruang kerja Bang Kama. Mana tahu ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk." lanjut Sekar sambil melepaskan diri dari rangkulan Le
"Oh, Leon, terima kasih!" Seika tak mampu menutupi perasaan haru yang menyergap. "Aku nggak tahu gimana ceritanya kalau nggak ada kamu!" Sungguh, Seika merasa baru saja diselamatkan dari bencana alam yang begitu besar. Lebih besar dari tenggelamnya kapal Titanic, baginya. Bayangkanlah!Saat Leon berhasil menyusup masuk ke dalam rumah, Derya sedang bersiap-siap untuk menikahinya. Sudah duduk berhadapan dengan penghulu, dikelilingi oleh para saksi.Seumur hidup, baru kali itu Seika terlibat dalam sandiwara paling gila. Drama paling menguras emosi, tenaga jiwa dan raga. Bukan hanya melibatkan orang dewasa, Derya juga melibatkan Firdaus, seolah-olah penculikan itu adalah sebuah permainan anak-anak. "Serius, aku bahkan sudah berpikir untuk membawa Firdaus juga. Biar kami sama-sama nggak selamat, karena kasihan sekali kalau sampai dia jatuh ke tangan Derya untuk selamanya. Oh, dia tuh terlalu kejam untuk ukuran manusia. Terlalu jahat."Leon tersenyum simpul, menarik napas lega. "Sama-sam
Bencana!Mamak video call. Kama pun tertindih buah fiktif bernama simalakama seketika. Diangkat, tidak tahu harus berkata apa? Tidak diangkat, Mamak pasti curiga. "Ha, jangan-jangan Mamak telepon El tadi?" tanya hatinya begitu kuat. "Gawat!"Kama baru saja berpikir untuk mematikan ponsel ketika tiba-tiba ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Sempat ragu tetapi akhirnya diangkat juga, dengan harapan itu adalah seseorang yang telah menculik Seika. Bahkan, Kama tidak memikirkan segala resiko yang mungkin terjadi. Terpenting Seika dapat ditemukan dalam keadaan sehat dan selamat tak kurang satu apa pun. "Ha---Halo!" sapa Kama gugup sambil mengurangi kecepatan laju mobil, menepi. Sekarang mereka sudah sampai di Jalan Parangtritis KM 5. Menurut alamat yang tertera di denah, sebentar lagi akan sampai di tempat persembunyian Derya. "Ini dengan siapa?""Ini Mamak, Kama! Pakai nomor abangmu yang baru. Kalian lagi di mana ini, Mamak telepon dari tadi kok, nggak diangkat?"Dug! Sekeras it
"Eh, jangan asal, ya?" Kama mulai tersebut amarah. "Aku nggak kenal siapa kamu. Jangankan gula-gula, tebu atau apa pun itu yang kamu bilang tadi. Dengar baik-baik, ya? Selain istriku, aku nggak pernah menyentuh yang namanya perempuan." tandas Kama emosional. "Minggir kamu, buang-buang waktu saja!" "Ya ampun, Kama … Beneran kamu nggak inget sama aku?" Adiva, tentu saja tak sudi melepaskan Kama. Hanya dia satu-satunya jalan untuk tetap bersama Derya. "Ternyata benar ya, kata teman-temanku, selain sampah kamu juga laki-laki gila!"Braaak! Dengan sangat kasar, Kama menutup pintu mobil kembali. Bisa-bisanya wanita yang tak dikenalnya ini bersikap lancang, merendahkan? "Hei, apa-apaan kamu? Apa yang kamu bilang tadi? Woi, sadar, woi! Bukan aku yang sampah, gila atau apa pun itu yang kamu tuduhkan tapi kamu. Buktinya? Kamu datang dengan cara misterius dan membuat masalah denganku. Sampah sekali kan, itu? Gila!""Eh, santai dong, Kama? Kok, malah jadi semeledak ini, sih? Ya ampun, malu don
"Leon!" tuduh Kama begitu menyadari CCTV di rumah sudah tidak terpasang lagi. Lebih tepatnya hilang dari tempatnya. "Pasti dia, siapa lagi? Ugh, dasar, brengsek! Kurang ajar, berani-beraninya membuat masalah denganku!" Secepat kilat, Kama kembali ke kamar, menggendong Firdaus yang ternyata sudah bangun. Berjalan cepat ke ruang makan, membuatkan susu. Memasukkan satu kaleng susu ke dalam tas bekal, diaper, tisu basah dan tiga setel baju ganti. "Kita ke kantor Daddy ya, Nak?" sebisa mungkin Kama bersikap tenang. "Nanti kamu Daddy titipkan sama Tante Vivi dulu, ya? Daddy harus mencari Mommy." Seakan mengerti situasi sulit yang dihadapi sang Ayah, Firdaus tersenyum tampan. Bukannya menangis, rewel atau sejenisnya. "Yuk, kita harus cepat, Nak!" ajak Kama sambil setengah berlari ke ruang tamu. Memastikan ponsel masih di saku celana. Menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. "Doakan ya Nak, semoga Mommy cepat ketemu?" Kama tak mau kehilangan waktu walau hanya satu detik. Sungguh, bag
Sesampainya di rumah, Kama langsung melompat turun dari mobil. Berlari ke teras, mengetuk pintu. Menekan bel dengan tak sabar namun tetap menunggu. Oleh karena mendengar tangisan Firdaus yang melengking-lengking dari ruang tamu, tanpa pikir panjang langsung membuka pintu. Semakin bingung karena ternyata pintu tidak dikunci, pertanyaan demi pertanyaan membombardir tanpa ampun. Apa yang terjadi?Ke mana Seika?Bagaimana bisa Firdaus menangis sejadi-jadinya seperti ini?"Firdaus, sini sama Daddy!" cakapnya di antara kepanikan yang mulai melanda. "Mommy ke mana, Nak?" Firdaus sudah tenang dalam pelukan Kama walau sesekali masih terisak. Sekarang the real Seika Eline's lover itu berjalan cepat ke kamar, berharap dapat menemukannya."El!" Kama terus memanggil di antara segala perasaan yang semakin tak menentu. "El, Eline!" Tak mengunduh sahutan barang secuil kecil kata pun Kama semakin bingung, panik dan ketakutan. Namun demikian dia masih bisa berjalan cepat ke luar kamar, menyisir se
"Selamat sore, Noni!" kedatangan Derya yang tiba-tiba lebih dari mengejutkan Seika. Mengusik ketenangan hati. "Der-Derya?" Seika tak mampu mengatasi rasa gugupnya. "Mau apa kamu di sini?" Derya tidak takut sedikit pun, tentu saja. Bukannya menarik langkah mundur atau bagaimana, dia malah semakin mendekat. Pantang menyerah."Tenang, Noni!" katanya sambil mengangkupkan tangan di dada. "Saya ke sini hanya untuk melihat Noni sebentar, tidak lebih.""Melihat, maksud kamu?" Seika memasang wajah galak, meskipun sebenarnya masih terkejut. Bingung. "Jangan macam-macam ya kamu, Derya!"Derya tersenyum optimis, sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak, Noni, percaya sama saya!"Seika mencebik, memunculkan sisi tegas dalam dirinya. "Dari dulu saya nggak pernah percaya sama kamu, Derya. Aneh saja kalau tiba-tiba percaya. To the point saja lah, ada perlu apa kamu ke sini? Oh ya, memangnya kamu belum kera juga setelah sekian waktu lamanya mendekam di penjara, ha?""Wah, wah, wah … Sekarang Noni
Firdaus Nismara. Bayi berumur empat bulan itu sudah tertidur lelap di box bayi. Baru saja Seika memandikan, memakaikan pakaian terbaik, memberinya susu formula. Tak hanya itu, Seika juga memutarkan lagu pengantar tidur. "Selamat mimpi indah, Firdaus. Mommy mau mandi dulu, ya?" bisiknya lembut. "Nanti, kalau Firdaus bangun tapi Mommy masih mandi, jangan nangis, ya? Mommy nggak lama, kok."Sejenak, Seika memandangi wajah polos dan suci Firdaus. Tak dapat dipungkiri, bayi ini mewarisi wajah cantik Siti Hapsari. Hidung bangir, bibir sexy, mata bulat besar, bulu mata lentik, alis tebal membentuk bulan sabit … Nyaris semuanya copy paste Siti Hapsari. Kecuali rambut pirang ikalnya, mewarisi rambut Mamak. "See you soon, Firdaus!" bisiknya tersendat-sendat, menahan tangis. "Oh, mamakmu di sana pasti bangga punya kamu, Anak Baik." Tak terasa air mata Seika menetes hangat. Teringat bagaimana hari itu, hari dimana Hirabur memberikan kabar tentang Siti Hapasari yang telah menutup mata untuk se
"Jangan lupa kasih kabar ya Welas, kalau kalian sudah sampai di sana?" lagi, Seika merengkuh Welas ke dalam pelukan, berbisik lembut. Air matanya kian deras melintang. "Ya ampun, nggak nyangka banget kamu akan sekuat ini, Welas. Berani banget ngambil keputusan. Oh, Ya Tuhan!"Kama menepuk-nepuk pundak Seika. Begitu juga Ayah dan Sekar. Tanpa berkata-kata, hanya mengulum senyum tipis, William memeluk Seika dan Welas bersamaan. Dua wanita itu adalah bagian terpenting dalam hidupnya. Dulu, setelah menikahi Welas, sekarang dan selamanya. "Pokoknya kita nggak boleh loss contact!" cetus Seika begitu pelukan mereka terlepas secara alami. Mulai hari ini Welas dan William akan pindah dan tinggal di Netherlands. Pekerjaanlah yang menuntut William untuk mengambil keputusan ini. Bagaimanapun, apa pun yang terjadi, mustahil Welas tinggal di Indonesia sendiri. Long Distance Relationship bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani, baginya. Welas tertawa cekikikan. "Lah, kamu aneh banget deh, Sei!
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments