Melihat sikap Sarah yang gugup dan tidak langsung menjawab pertanyaannya, Wulan pun semakin penasaran. "Mbak Sarah? Kenapa diam? Apa maksud Mbak Sarah itu Mas Fatih?" Lagi Wulan menegaskan pertanyaannya.
"Y-ya bukan lah, Wulan. Ka-kamu ini ada ada saja, masa iya Fatih kepergok tidur bareng Eva. Aneh-aneh aja," sahut Sarah terbata-bata. Sarah terlihat semakin gugup dan salah tingkah, Ia berusaha mengalihkan pandangannya dari sang adik ipar.
"Terus siapa?" tanya Wulan mengerutkan dahinya.
"Fa-fatur! Iya Fatur, itu lho temennya Fatih waktu kuliah dulu. Kamu pasti nggak kenal' kan?" Mendengar jawaban Sarah, Wulan pun menggeleng seketika.
"Emang Mas Fatih punya teman yang namanya Fatur?"
<
"Ibu berbicara dengan siapa? Kenapa dia menyebut nama Mas Fatih?" gumam Wulan dalam hati penuh tanya. Ia segera bersembunyi di belakang pilar saat ibu mertuanya bangkit dan beranjak meninggalkan ruang tamu. Beruntung Bu Ratna tidak melihat Wulan, jika sampai Wulan ketahuan menguping Bu Ratna pasti akan murka.Gegas Wulan membawa alat pelnya ke ruang tamu, dengan hati-hati ia memunguti satu persatu pecahan beling yang berserakan di lantai."Apa jangan-jangan ibu berbicara dengan gadis yang bernama Eva itu? Tapi–untuk apa ia menyuruh gadis itu menemui Mas Fatih? Apa jangan-jangan Ibu sengaja merencanakan semua ini?" Lagi Wulan menerka. Ia benar-benar tidak tenang setelah mendengar percakapan itu."Aku harus segera menelpon Mas Fatih, aku harus mencari tau semuanya. Ini pasti ada yang tidak beres," batin Wulan. Selesai mengerjakan tugasnya ia pun kembali ke kamar, mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur dan segera menghubungi Fatih.Tiga kali Wulan mencoba menghubungi Fatih. Namu
"Pokoknya saya tidak mau pesan makanan online! Lebih baik sekarang kamu cepat ke dapur, siapkan makan malam untuk saya! Malam ini saya ingin makan ayam bakar dan plecing kangkung," ucapnya dengan nada tinggi.Wulan menarik nafas panjang, berusaha menetralkan perasaannya. Ia tidak boleh terlalu memikirkan ucapan menyakitkan dari mulut ibu mertuanya. Wulan akan buktikan jika ia tidak seperti apa yang diucapkan Bu Ratna. Menyiapkan makan malam itu hal yang mudah. Wulan sudah terbiasa melakukan itu untuk sang suami. Gegas Wulan berjalan menuju lemari es berukuran besar itu, ia masih memiliki banyak bahan makanan yang bisa di olahnya. Namun, Wulan begitu terkejut saat pintu lemari es dibuka, tidak ada satupun bahan makanan di dalamnya. Wulan bingung dan heran, kemana semua sayur, buah dan daging yang ia beli? Kenapa semua tidak ada di dalam kulkas? Padahal satu hari sebelum Wulan keguguran, ia sudah berbelanja kebutuhan dapur untuk dua minggu kedepan. Aneh!"Kenapa masih bengong, Wulan?
Dengan perasaan yang berkecamuk Wulan pergi ke dapur. Mengolah plecing kangkung dan ayam bakar yang dipesan ibu mertuanya. Api amarah bersarang dalam diri Wulan. Sudah cukup rasanya selama ini dia dihina dan diperlakukan tidak baik oleh ibu dari suaminya itu. 'Ibu pikir orang pendiam itu akan terus-menerus pasrah saat di intimidasi? Tidak, Bu. Jika ibu berpikir seperti itu, ibu salah. Aku rasa sekarang sudah saatnya aku membela diri dan membalas ulah jahat ibu selama ini' batin Wulan.***Satu jam sudah Wulan berjibaku dengan olahan makanannya di dapur, aroma ayam bakar yang menggoda membuat siapapun yang menciumnya pasti akan merasa lapar. Tak lupa dengan plecing kangkung dan tempe mendoan yang sudah siap ia tata di atas meja makan. Kini tinggal ayam bakar yang belum ia bawa ke meja makan. Wulan menoleh ke arah pojok pintu dapur, matanya tertuju pada bangkai hewan yang tergeletak di samping tempat sampah.Dengan senyum mengembang di bibirnya, Wulan bergegas mengambil bangkai keco
Wanita paruh baya itu mendorong tubuh Wulan, ia pun segera berjalan menuju meja makan untuk mengambil ponselnya."Kamu liat nih' Wulan! Saya akan adukan semua ini pada Fatih! Saya yakin, setelah ini Fatih pasti akan menceraikanmu," ucap Bu Ratna menekan tombol panggil di layar benda pilih miliknya. Tak lama kemudian sambungan pun terhubung."Halo, Bu. Ada apa?" suara Fatih terdengar jelas karena Bu Ratna sengaja mengaktifkan tombol loudspeaker di ponselnya."Halo Fatih, istrimu sudah keterlaluan Fatih. Dia mau membunuh ibu! Dia meracuni ibu dengan memasukan kecoa ke dalam masakannya," ucap Bu Ratna menggebu-gebu."Maksud ibu apa? Kenapa ibu bicara seperti itu?" tanya Fatih keheranan."Wulan mencampur kecoa ke dalam ayam bakar yang ia masak untuk ibu, Fatih! Dia sengaja ingin meracuni ibu!""Hm, ibu ini ada-ada saja, mana mungkin Wulan melakukan itu? Udah ah, Bu. Jangan aneh-aneh," sahut Fatih tidak percaya dengan ucapan ibunya."Ibu serius, Fatih. Kamu tidak percaya sama ibu? Nih, kam
Wulan memilih tidak mendengarkan ocehan ibu mertuanya itu. Ia pun segera masuk ke kamarnya.Dering ponsel berbunyi saat Wulan tiba di kamar. Sebuah panggilan masuk dari Fatih. Segera Wulan menggeser tombol hijau di layar, terdengar suara Fatih memanggil namanya."Halo, Wulan. Kamu baik-baik saja' kan? Maafkan aku, tadi ponsel sengaja aku matiin. Jadi aku baru liat pesan yang kamu kirim," jelasnya panjang lebar."Iya, Mas, tidak apa' yang penting kamu baik-baik saja. Aku hanya khawatir karena tidak biasanya kamu mematikan ponselmu," "Apa yang telah ibu lakukan sama kamu, Wulan? Apa ibu menyakiti kamu? Terus--kenapa si Mbok mendadak pulang kampung tanpa meminta ijin padaku?" tanya Fatih khawatir."Wulan juga tidak tau kenapa si Mbok pulang mendadak, dia juga tidak pamitan sama Wulan, tapi sepertinya ini sengaja direncanakan oleh ibu,""Sengaja direncanakan? Maksud kamu?" tanya Fatih heran mendengar jawaban Wulan."Iya–sepertinya ibu sengaja menyuruh si mbok pulang agar semua tugas si m
"Ini tidak mungkin, Dokter. Saya tidak pernah minum obat penggugur kandungan, saya sangat menginginkan anak itu, Dok. Mana mungkin saya sengaja menggugurkan kandungan saya," ucap Wulan masih tak percaya. "Saya tau bagaimana perasaan Bu Wulan, ini memang sulit dimengerti. Namun, hanya itu penyebab yang paling memungkinkan untuk seseorang kehilangan janinnya dalam waktu yang tiba-tiba," "Apa mungkin--ada seseorang yang sengaja memberikan obat penggugur janin pada Bu Wulan? ucap Dokter Riska menerka-nerka. "Ma-maksud dokter?" "Ah … maafkan saya, Bu Wulan. Itu hanya dugaan saya saja. Bu wulan' tidak perlu memikirkan perkataan saya barusan," ucap Dokter Riska tak enak hati karena telah membuat Wulan curiga dan berpikir penuh tanya. Wulan terdiam, ia merasa apa yang diucapkan dokter Riska ada benarnya juga. Pasalnya ia mendadak keguguran setelah menyantap makanan yang diberikan oleh suaminya. Tapi, tidak mungkin jika Fatih sengaja meracun Wulan dengan memasukan obat penggugur kandungan
"Damar?? Kamu Damar' kan?" tanya Wulan mengarahkan jari telunjuknya. Dan si pria pun langsung mengangguk mengiyakan. Mereka berdua tersenyum, tidak menyangka jika akan bertemu di rumah sakit ini.Damar Vadim Diningrat, sahabat Wulan sejak duduk d bangku SMP. Pria blasteran Indonesia-Rusia ini nampak begitu senang bisa bertemu dengan gadis incarannya sejak SMP."Apa kabar, Wulan? Akhirnya kita bertemu lagi," ucap Damar mengulurkan tangannya."Alhamdulillah, kabarku baik. Kamu sendiri bagaimana?" sahut Wulan sambil menyerahkan berkas-berkas milik Damar yang tadi terjatuh karenanya."Seperti yang kamu liat, aku selalu baik," sahutnya. "Hmm tapi–sepertinya kamu sedang tidak baik-baik saja, kamu lagi sakit? Wajahmu pucat sekali. Kenapa pergi ke rumah sakit sendiri? Mana suamimu?" ucap Damar mencecar pertanyaan pada Wulan, ia pun mengedarkan pandangannya. Pria ini tidak percaya dengan jawaban Wulan."Itu ingusmu! Di lap dulu," ucap Damar mengejek Wulan. Seketika Wulan pun langsung meraba hi
"Lama-lama si benalu itu semakin ngelunjak! Aku tidak boleh tinggal diam, ia harus segera mendapatkan balasan yang setimpal atas sikap lancangnya padaku," ucap Bu Ratna menghempaskan bokongnya di atas ranjang.Ia mengambil paper bag warna hitam yang tergeletak di atas kasur. Lalu mengeluarkan satu botol kecil berukuran 50 Mili. Cairan berwarna bening itu ia genggam dengan erat."Lihat saja Wulan, cepat atau lambat kau akan pergi dari sini!" Ketusnya penuh percaya diri. Sedangkan di luar sana Wulan tengah sibuk menata barang belanjaan ke dalam kulkas. Setelah memastikan semuanya beres, Wulan pun bergegas naik ke lantai dua menuju kamarnya.Setelah keguguran itu ia mudah lelah. Tubuhnya seakan belum pulih sempurna. Wulan merebahkan diri di atas kasur, matanya terpejam setelah minum obat dan vitamin dari dokter Riska.Melihat kondisi rumah yang sepi Bu Ratna segera keluar dari kamarnya. Ia menyusuri seluruh sudut ruangan memastikan jika Wulan tengah berada di dalam kamarnya."Bagus! Gem