"Hari ini kami akan melepas mu ke dunia luar. Kamu harus jaga dirimu baik-baik, jangan lupa makan, tidur yang cukup dan jangan lupa kamu harus segera membawakan cicit yang gemuk untuk Nenek." Saat ini terlihat empat orang tua yang sedang mengerumuni seorang pria muda tampan di ujung jalan.
Barusan yang berbicara adalah seorang wanita tua yang masih tampak sehat dan bugar. Berbanding terbalik dengan penampilannya yang terlihat lemah dan renta, namun jika diperhatikan sorot matanya tajam, memancarkan aura menekan yang sulit di jelaskan. Disebelahnya berdiri seorang wanita tua lainnya yang tampak sedikit lebih muda dari wanita tadi, "Kakak Yu, kamu terlalu khawatir, Fan Fan sudah besar kita harus percaya, dia bisa menjaga dirinya Kata wanita itu memperingatkan wanita yang ia panggil Kakak Yu. "Jangan khawatir Nenek Yu. Seperti kata Nenek Jiang, aku akan baik-baik saja." Balas pria muda itu sambil menganggukkan kepala, menyatakan persetujuannya pada perkataan Jiang Lian Ni. Wanita yang barusan berbicara. "Bagus, aku suka rasa percaya diri mu anak muda. Jika kamu membutuhkan bantuan, jangan ragu untuk menghubungi kami. Jika kamu terdesak dan tidak punya jalan keluar, kami akan datang memberi jalan keluar pada mu." "Benar kata Kakek Gu, Ini kartu ATM untuk mu, di dalam kartu ini berisi saldo unlimited dan bisa digunakan di bank mana pun di seluruh negara Cang Nan ini, pertama kamu harus datang ke kota Xia dan temui calon istri yang aku tetapkan untuk mu 'Ruo Qi Jian, sampaikan salamku pada Ruo tua itu, katakan kalau dia tidak memperlakukan mu dengan baik aku akan datang menghajarnya." Ucap Shu Tian Dao membenarkan perkataan Gu Shin Tian. Mereka berempat adalah Saudara seperguruan, dimana Shu Tian Dao Adalah murid tertua, Yu Lie Shan murid kedua, Gu Shin Tian murid ketiga, Dan Jiang Lian Nie adalah murid keempat. Mereka berguru pada seorang petapa sakti bernama Mo Xing Sha, yang terkenal sebagai Petapa Agung tak tertandingi. Setelah berguru padanya, mereka berempat mengikuti gurunya mengasingkan diri di sebuah pulau bernama pulau Lian Yu, sebuah pulau tak berpenghuni yang di kelilingi hutan lebat dan tidak terjamah oleh dunia luar. Pria muda yang mereka antar kan adalah Tian Fan, anak yang mereka temukan terdampar di pulau Lian Yu 22 tahun lalu, saat itu Tian Fan yang masih berusia 3 tahun hampir kehilangan nyawa karena terombang-ambing di laut, beruntung saat itu ia berbaring di atas selembar papan kayu yang mirip seperti bagian dari sebuah perahu. Karena kasihan nenek Yu menyelamatkannya, kemudian mengobati luka-lukanya, dan setelah itu mereka berempat merawatnya, dan memberinya nama 'Tian Fan' itu adalah nama yang tertulis di kalung giok yang tergantung di leher Tian Fan kecil saat itu, dan merupakan satu-satunya tanda pengenal yg dia miliki. Selama Belasan tahun Tian Fan Berlatih bersama Empat Pendekar hebat itu, Kakek Shu 'Si Dewa Perang Legendaris' yang sangat ahli dalam berperang, memahami strategi perang, juga memahami berbagai jurus beladiri. Nenek Yu 'Si Dewi Roh Suci' ahli Spiritual, Sihir, Formasi dan Ilmu Mantra. Kakek Gu 'Si Pedang Dua Mata' ahli Merakit dan menggunakan senjata api, senjata tajam, ataupun senjata penghancur kelas berat, juga Nenek Jiang yang merupakan ahli pengobatan dan merangkap ahli Racun ber gelar 'Sang Ratu Pengobatan', tak ada satu penyakit pun yang datang padanya kecuali akan berhasil disembuhkan. Belum lagi kemampuan Tian Fan, yang super cepat dalam menyerap ilmu dari keempat orang tua itu. Nama empat orang itu saja sudah lebih dari cukup untuk mengguncang seluruh negara Cang Nan, bahkan seluruh dunia persilatan. Kini semua reputasi dan kemampuan super hebat yang mereka miliki, terkumpul dalam diri satu orang yaitu Tian Fan. Bersambung. . .Tian Fan menatap Ji Fei, Leng Yue, dan Kong Bai Ren dengan tenang, senyum tipis masih terselip di wajahnya. “Para senior tidak perlu khawatir. Murid baru yang aku kirim tidak akan ikut bertarung. Ia hanya akan menjadi pendamping. Ini pertama kalinya Sekte Putra Langit berpartisipasi, dan aku tidak mau terjadi sesuatu pada murid-muridku.” Ji Fei mengangguk pelan, matanya bersinar penuh pengertian. “Tepat sekali, Saudara Tian. Keselamatan mereka tetap prioritas.” Leng Yue menambahkan, suaranya tenang namun jelas, “Kami juga memahami. Ini baru kali pertama sekte-sekte lain melihat Sekte Putra Langit. Tentu akan ada kejutan tersendiri.” Kong Bai Ren memandang Tian Fan sejenak sebelum menatap rekan-rekannya. “Berapa banyak murid yang akan kami kirimkan sebagai perwakilan? Jumlah ini akan menentukan keseimbangan kompetisi.” Ji Fei tersenyum tipis. “Sekte kami… akan mengirim sekitar lima belas murid.” Leng Yue mengangguk. “Sekte kami sedikit lebih banyak, sekitar tujuh belas murid. Semu
Setelah pengumuman Alam Rahasia Xuán Tíng dan Turnamen Seribu Bintang, suasana di aula Sekte Putra Langit berubah menjadi serius. Tian Fan duduk di sisi utama, tangannya bersedekap di atas lutut, menatap Ji Fei, Leng Yue, dan Kong Bai Ren. Murid-murid menyiapkan minuman hangat, tetapi tidak ada yang berani memotong pembicaraan; mereka tahu momen ini penting. Tian Fan mencondongkan tubuh sedikit, senyum tipisnya muncul di wajah. “Para senior, sebelum kami benar-benar bersiap, aku ingin memahami persyaratan Turnamen Seribu Bintang. Sekte mana saja yang boleh ikut, dan batasan kultivasinya bagaimana?” Ji Fei mengangguk, senyum hangat mengembang. “Saudara Tian, Turnamen ini… berbeda dari Perburuan Langit ke-108. Bukan semua sekte bisa mengirimkan muridnya. Hanya mereka yang memenuhi kriteria tertentu, dan semua peserta akan melalui verifikasi tingkat kultivasi sebelum pertandingan.” Leng Yue menambahkan, suaranya tenang namun jelas, “Batas bawah adalah Ranah Pengumpulan Qi tahap awal,
Di dalam aula utama Lembah Putra Langit, Tian Fan menatap Ji Fei, Leng Yue, dan Kong Bai Ren dengan sorot mata tenang. Teh hangat dan kue ringan sudah tersaji oleh para murid, sementara Shishi duduk dekat ayahnya, sesekali tersenyum melihat interaksi hangat itu. Tian Fan memulai, suaranya tenang namun tegas: “Para senior, aku ingin tahu… sekte-sekte mana saja yang akan berpartisipasi dalam Turnamen Seribu Bintang? bukankah, sekte yang hadir di Perburuan Langit ke-108 hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan sekte di Dimensi Menengah?” Ji Fei mengangguk, senyum ramahnya menenangkan ruangan. “Saudara Tian, benar. Banyak sekte besar belum pernah ikut Perburuan Langit. Turnamen ini akan mempertemukan hampir semua kekuatan utama di lima benua.” Leng Yue mencondongkan tubuh, membuka gulungan emas dari cincin spasialnya. Cahaya ungu memancar membentuk simbol teratai berlapis sembilan. “Mari kita mulai dengan lima sekte teratas yang pasti ikut. Mereka adalah Sekte Langit Emas, Sekte Es Aba
Hari berikutnya, setelah ujian terakhir selesai, Lembah Putra Langit dipenuhi udara pagi yang segar. Kabut tipis melayang di atas atap batu giok sekte, memantulkan cahaya lembut ke seluruh lembah. Murid-murid yang kelelahan masih berserak di berbagai sudut. Wu Lin Jia duduk di tepi kolam meditasi, menatap air sambil mengatur pernapasan. Bao Zhang dan Bao Jie berlatih ringan dengan pedang kayu, memperbaiki gerakan mereka. Bai Guan Xing membantu beberapa murid baru menyesuaikan diri dengan energi sekte, memberi latihan dasar untuk memperkuat inti spiritual. Di taman, Tian Fan duduk di bawah pohon Lian Shen, tangan diletakkan di atas lutut, menatap murid-murid dengan senyum tipis. Shishi bermain-main di sampingnya, meski perutnya yang tengah mengandung sudah mulai terlihat. Qi Jian duduk beberapa langkah dari mereka, mengamati murid-murid dengan sorot mata tajam, namun lembut. Tang Xian Er dan Hua Mei Ling duduk di sisi lain, menjaga suasana, tetap anggun dan penuh wibawa. Suasana dam
Langit Lembah Abadi masih diselimuti kabut ungu keperakan yang perlahan menipis. Tiga hari tiga malam ujian telah dilalui, namun aura kemenangan justru baru mulai terasa pagi ini. Angin spiritual mengalir lembut di sela dedaunan langit, membawa bau ramuan, darah, dan... harapan. Di tengah arena spiritual, Tian Fan duduk bersila di atas lingkaran formasi emas. Aura dari delapan elemen menyatu dalam napasnya yang tenang. Pakaian hitamnya berkibar pelan, namun tak satu pun kotoran melekat padanya, seperti seorang pangeran surgawi yang baru saja turun dari langit. Mengelilinginya berdiri Empat Tetua Agung: Shu Tian Dao, Yu Lie Shan, Gu Shin Tian, dan Jiang Lian Nie. Mereka berdiri di atas pilar teratai spiritual, namun tatapan mereka bukanlah tatapan guru kepada murid... melainkan hormat kepada sosok yang telah melampaui batas-batas yang mereka sendiri tetapkan. Shu Tian Dao melipat tangan di dada. Suaranya tegas namun tulus. "Tian Fan... sejak kecil kau selalu menentang arah latihan
Setelah pengangkatan resmi Xiao Zi Ning sebagai murid langsung kelima, suasana di Paviliun Tengah belum sepenuhnya tenang. Bahkan, belum sempat semua hadirin kembali ke tempat masing-masing, suara berat namun hangat menggema dari atas langit spiritual: “Tian Fan... kau pandai bicara, bagaimana kalau sekarang kau yang diuji.” Itu adalah suara keempat Tetua Agung. Bersatu. Satu kalimat, namun membawa tekanan setara empat langit runtuh. Wu Lin Jia dan Bai Guan Xing saling pandang, Bao Jie bahkan nyaris tergelincir dari kursinya. “Waduh... sekarang giliran Kakak Guru diuji,” gumam Guan Xing. Di puncak tertinggi Sekte Langit Abadi, empat sosok agung telah menunggu dalam lingkaran roh. Mereka adalah: Shu Tian Dao sang Dewa Perang, Yu Lie Shan sang Dewi Roh, Gu Shin Tian si Pedang Dua Mata, dan Jiang Lian Nie, sang Ratu Pengobatan. Meski mereka jarang turun tangan secara langsung, semua murid di sekte tahu: keempatnya adalah fondasi awal dari berdirinya sekte itu. Mereka bukan hany