"Ini adalah perbekalan yang sudah Nenek siapkan untuk mu." kata Nenek Jiang melanjutkan.
"Baik Nenek, terimakasih, aku akan pergi sekarang, jaga diri kalian baik-baik, jangan sampai ada yang mati sebelum aku kembali." Kata Tian Fan sambil berlari menjauh dan memasang senyum jahil. "Bocah sialan, kembali kesini. Aku akan menghajar mu. Beraninya kamu mengutuk kami." Teriak Nenek Yu kesal. Lalu keempat dari mereka tertawa bersama. "Aku sudah tau hari ini akan tiba, tapi aku tidak menyangka rasanya akan seberat ini. Bocah itu benar-benar telah mengobati kesepian kita dan berhasil memenuhi mimpi kita berempat untuk memiliki anak." Kata Kakek Shu, sambil memasang wajah tersenyum. "Kakak Pertama benar, entah kenapa aku selalu merasa bocah itu bukan bocah biasa, ia seperti mewarisi keberuntungan langit. bahkan, jika kita mau jujur, kemampuannya saat ini mungkin lebih hebat, dari dua kali lipat kemampuan kita berempat." Tambah Nenek Yu, sambil mengusap air mata di wajah tuanya. "Aku ingin lihat, apakah bocah itu akan menikahi empat gadis yang kita siapkan, atau akan memiliki lebih banyak istri lagi?!" Kata Kakek Gu tersenyum masam. "Bocah itu pasti akan memberi kita kejutan besar, kita tunggu saja." Ucap Nenek jiang, dengan suara rendah namun penuh keyakinan. ... Di suatu tempat, di kota Xia. Seorang gadis tengah berbaring di ranjang kecil, dikelilingi empat atau lima orang. "Ayah, apakah orang yang kita tunggu tunggu belum tiba?" Tanya seorang pria paruh baya, bertanya pada seorang lelaki tua. Pria tua ini adalah Ruo Ding Dan, kepala keluarga Ruo, dan yang bertanya tadi, adalah putra pertamanya Ruo Shin Chi. Didalam ruangan itu juga ada Lin Qi, istri Ruo Sin Chi. Ada juga Ruo Shan Sang, putri kedua Ruo Ding Dan. Juga ada Ruo Bai Jia, putra kedua Ruo Sin Chi. Sedangkan, gadis yang terbaring di ranjang adalah Ruo Qi Jian, putri tertua Ruo Sin Chi. Sekilas pandang, gadis yang berbaring itu tampak pucat seperti orang sakit pada umumnya, namun jika di perhatikan dengan seksama, gadis ini memiliki paras menawan dengan tubuhnya yang padat berisi, serta tinggi badan yang ideal. Rasanya jika dia membuka matanya, tidak banyak yang dapat menandingi kecantikannya, di seluruh Jiang Nan. Gadis itu menderita penyakit bawaan sejak lahir. Dia memiliki tubuh Es, tubuh langka yang dipenuhi energi Yin yang akan selalu menguras vitalitasnya. Hal itu yang membuatnya beberapa kali harus jatuh pingsan tidak sadarkan diri. Tiga tahun lalu, kakek Shu yang merupakan teman dari tuan besar Ruo, datang berkunjung. Saat itu dia berhasil mengobati penyakit Ruo Qi Jian dengan bantuan Nenek Jiang, namun karena keterbatasan waktu pada saat itu, penyakit Qi Jian hanya bisa di sembuhkan sementara. Saat itu kakek Shu berjanji jika cucunya akan datang, melanjutkan pengobatan Qi Jian, Tiga tahun kemudian. Hari ini, adalah hari ulang tahun ke-23 Ruo Qi Jian, dan hari ini adalah hari yang telah di janjikan oleh kakek Shu. "Bersabarlah sebentar lagi, Orang tua itu tidak mungkin membohongi ku, jika dia mengatakan hari ini akan datang maka pasti akan datang." Ujar Tuan besar keluarga Ruo dengan penuh keyakinan. "Bersikaplah baik saat orang itu datang nanti, jangan sampai keluarga kita menyinggung orang itu. Siapapun yang datang dari pulau Lian Yu bukan lah orang yang bisa keluarga Ruo kita singgung. Apa kalian mengerti?!" Lanjut Ding Dan memperingatkan. "Baik Ayah." "Baik Ayah" "Mengerti Kakek." Jawab empat orang itu serempak. Di persimpangan jalan kota Xia. 'Kemana aku harus pergi terlebih dahulu?' Tanya Tian Fan pada dirinya sendiri, 'Kota Xia Utara, rumah kediaman keluarga Ruo.' Lanjut Tian Fan membaca alamat yang di berikan Kakek Shu padanya. 'Baiklah, ini saja.' 'mari kita lihat, apakah kamu cukup layak untuk menjadi istri ku. Batin Tian Fan dengan senyum sumringah tercetak di wajahnya. Sepuluh menit berlalu. "Ting... Tong..." Bel pintu Rumah keluarga Ruo berbunyi. "Shin Chi, Bai Jia, Kalian ikut aku kebawah, itu pasti cucu dari Tian dao yang datang." Perintah kepala Keluarga Ruo. "Baik." Jawab Ayah dan Anak itu serempak. Lalau mereka bertiga bergegas turun dan membukakan pintu. ... Sepuluh menit berlalu. "Ting Tong..." Bel pintu Rumah keluarga Ruo berbunyi. "Shin Chi, Bai Jia, Kalian ikut aku kebawah. itu pasti cucu dari Tian Dao yang datang." Perintah kepala Keluarga Ruo. "Baik." Jawab Ayah dan Anak itu serempak. Lalu, mereka bertiga bergegas turun dan membukakan pintu. Bersambung. . .Tian Fan menatap Ji Fei, Leng Yue, dan Kong Bai Ren dengan tenang, senyum tipis masih terselip di wajahnya. “Para senior tidak perlu khawatir. Murid baru yang aku kirim tidak akan ikut bertarung. Ia hanya akan menjadi pendamping. Ini pertama kalinya Sekte Putra Langit berpartisipasi, dan aku tidak mau terjadi sesuatu pada murid-muridku.” Ji Fei mengangguk pelan, matanya bersinar penuh pengertian. “Tepat sekali, Saudara Tian. Keselamatan mereka tetap prioritas.” Leng Yue menambahkan, suaranya tenang namun jelas, “Kami juga memahami. Ini baru kali pertama sekte-sekte lain melihat Sekte Putra Langit. Tentu akan ada kejutan tersendiri.” Kong Bai Ren memandang Tian Fan sejenak sebelum menatap rekan-rekannya. “Berapa banyak murid yang akan kami kirimkan sebagai perwakilan? Jumlah ini akan menentukan keseimbangan kompetisi.” Ji Fei tersenyum tipis. “Sekte kami… akan mengirim sekitar lima belas murid.” Leng Yue mengangguk. “Sekte kami sedikit lebih banyak, sekitar tujuh belas murid. Semu
Setelah pengumuman Alam Rahasia Xuán Tíng dan Turnamen Seribu Bintang, suasana di aula Sekte Putra Langit berubah menjadi serius. Tian Fan duduk di sisi utama, tangannya bersedekap di atas lutut, menatap Ji Fei, Leng Yue, dan Kong Bai Ren. Murid-murid menyiapkan minuman hangat, tetapi tidak ada yang berani memotong pembicaraan; mereka tahu momen ini penting. Tian Fan mencondongkan tubuh sedikit, senyum tipisnya muncul di wajah. “Para senior, sebelum kami benar-benar bersiap, aku ingin memahami persyaratan Turnamen Seribu Bintang. Sekte mana saja yang boleh ikut, dan batasan kultivasinya bagaimana?” Ji Fei mengangguk, senyum hangat mengembang. “Saudara Tian, Turnamen ini… berbeda dari Perburuan Langit ke-108. Bukan semua sekte bisa mengirimkan muridnya. Hanya mereka yang memenuhi kriteria tertentu, dan semua peserta akan melalui verifikasi tingkat kultivasi sebelum pertandingan.” Leng Yue menambahkan, suaranya tenang namun jelas, “Batas bawah adalah Ranah Pengumpulan Qi tahap awal,
Di dalam aula utama Lembah Putra Langit, Tian Fan menatap Ji Fei, Leng Yue, dan Kong Bai Ren dengan sorot mata tenang. Teh hangat dan kue ringan sudah tersaji oleh para murid, sementara Shishi duduk dekat ayahnya, sesekali tersenyum melihat interaksi hangat itu. Tian Fan memulai, suaranya tenang namun tegas: “Para senior, aku ingin tahu… sekte-sekte mana saja yang akan berpartisipasi dalam Turnamen Seribu Bintang? bukankah, sekte yang hadir di Perburuan Langit ke-108 hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan sekte di Dimensi Menengah?” Ji Fei mengangguk, senyum ramahnya menenangkan ruangan. “Saudara Tian, benar. Banyak sekte besar belum pernah ikut Perburuan Langit. Turnamen ini akan mempertemukan hampir semua kekuatan utama di lima benua.” Leng Yue mencondongkan tubuh, membuka gulungan emas dari cincin spasialnya. Cahaya ungu memancar membentuk simbol teratai berlapis sembilan. “Mari kita mulai dengan lima sekte teratas yang pasti ikut. Mereka adalah Sekte Langit Emas, Sekte Es Aba
Hari berikutnya, setelah ujian terakhir selesai, Lembah Putra Langit dipenuhi udara pagi yang segar. Kabut tipis melayang di atas atap batu giok sekte, memantulkan cahaya lembut ke seluruh lembah. Murid-murid yang kelelahan masih berserak di berbagai sudut. Wu Lin Jia duduk di tepi kolam meditasi, menatap air sambil mengatur pernapasan. Bao Zhang dan Bao Jie berlatih ringan dengan pedang kayu, memperbaiki gerakan mereka. Bai Guan Xing membantu beberapa murid baru menyesuaikan diri dengan energi sekte, memberi latihan dasar untuk memperkuat inti spiritual. Di taman, Tian Fan duduk di bawah pohon Lian Shen, tangan diletakkan di atas lutut, menatap murid-murid dengan senyum tipis. Shishi bermain-main di sampingnya, meski perutnya yang tengah mengandung sudah mulai terlihat. Qi Jian duduk beberapa langkah dari mereka, mengamati murid-murid dengan sorot mata tajam, namun lembut. Tang Xian Er dan Hua Mei Ling duduk di sisi lain, menjaga suasana, tetap anggun dan penuh wibawa. Suasana dam
Langit Lembah Abadi masih diselimuti kabut ungu keperakan yang perlahan menipis. Tiga hari tiga malam ujian telah dilalui, namun aura kemenangan justru baru mulai terasa pagi ini. Angin spiritual mengalir lembut di sela dedaunan langit, membawa bau ramuan, darah, dan... harapan. Di tengah arena spiritual, Tian Fan duduk bersila di atas lingkaran formasi emas. Aura dari delapan elemen menyatu dalam napasnya yang tenang. Pakaian hitamnya berkibar pelan, namun tak satu pun kotoran melekat padanya, seperti seorang pangeran surgawi yang baru saja turun dari langit. Mengelilinginya berdiri Empat Tetua Agung: Shu Tian Dao, Yu Lie Shan, Gu Shin Tian, dan Jiang Lian Nie. Mereka berdiri di atas pilar teratai spiritual, namun tatapan mereka bukanlah tatapan guru kepada murid... melainkan hormat kepada sosok yang telah melampaui batas-batas yang mereka sendiri tetapkan. Shu Tian Dao melipat tangan di dada. Suaranya tegas namun tulus. "Tian Fan... sejak kecil kau selalu menentang arah latihan
Setelah pengangkatan resmi Xiao Zi Ning sebagai murid langsung kelima, suasana di Paviliun Tengah belum sepenuhnya tenang. Bahkan, belum sempat semua hadirin kembali ke tempat masing-masing, suara berat namun hangat menggema dari atas langit spiritual: “Tian Fan... kau pandai bicara, bagaimana kalau sekarang kau yang diuji.” Itu adalah suara keempat Tetua Agung. Bersatu. Satu kalimat, namun membawa tekanan setara empat langit runtuh. Wu Lin Jia dan Bai Guan Xing saling pandang, Bao Jie bahkan nyaris tergelincir dari kursinya. “Waduh... sekarang giliran Kakak Guru diuji,” gumam Guan Xing. Di puncak tertinggi Sekte Langit Abadi, empat sosok agung telah menunggu dalam lingkaran roh. Mereka adalah: Shu Tian Dao sang Dewa Perang, Yu Lie Shan sang Dewi Roh, Gu Shin Tian si Pedang Dua Mata, dan Jiang Lian Nie, sang Ratu Pengobatan. Meski mereka jarang turun tangan secara langsung, semua murid di sekte tahu: keempatnya adalah fondasi awal dari berdirinya sekte itu. Mereka bukan hany