Pagi-pagi sekali, Bunga sudah menyiapkan bekal untuk Fatih, sedangkan ibunya tengah menyapu. Si kecil sendiri, tengah mandi saat ini.
Fatih terbiasa melakukan semua hal sendirian sejak berumur empat tahun. Bocah itu begitu pengertian melihat orang tua serta neneknya yang sibuk dengan kegiatan masing-masing setiap hari. Hal itu kini cukup meringankan bundanya.Setengah jam kemudian, Fatih keluar dengan dandanan yang sudah rapi. "Unda, aku sudah siap berangkat ke sekolah." Bocah itu memutar-mutar badannya memperlihatkan seragam serta tas baru yang kemarin diberikan pihak sekolah.Bunga memperhatikan si kecil dengan sangat detail, dari ujung kaki hingga kepala. Namun, ketika matanya menatap dasi, seketika tawa menguar."Unda kenapa ketawa?" Mata Fatih menyipit. Kedua tangannya menyilang di depan dada.Bukannya berhenti, Bunga malah mengeraskan tawa. Fatih mulai mengerucutkan bibir dengan kaki menghentak-hentak. Bunga pun menyadari kesalahannya dan sebisa mungkin menghentikan tawa."Sayang, pake dasinya bukan begitu," kata Bunga, "sini Unda benerin.""Hmm." Fatih mengamati sang Bunda yang membenarkan letak serta cara memasang dasi yang cuma dikancingkan sehingga ujung kanan dan kiri menyilang. Tidak seperti yang dirinya kenakan, kedua ujungnya dibiarkan menjuntai. Pantas jika perempuan yang telah melahirkannya itu tertawa tadi."Beres," ucap Bunga. Kedua tangannya dia satukan seperti orang tengah membersihkan kotoran yang menempel di telapak. Lalu, tersenyum pada putra semata wayangnya. "Anak bunda ganteng banget, sih.""Hmm, pasti ayahku ganteng juga, ya, Nda?"Bunga menghentikan semua gerakannya. Ingatannya menerawang jauh pada sosok lelaki yang membuatnya patuh dalam penantian. Sosok lelaki berambut ......."Nda ... Unda," panggil Fatih disertai gerakan tangan yang memegang serta menggoyang jari-jari Bunga.Perempuan itu tersadar dari lamunannya. Menatap ke atas untuk menyembunyikan semua luka masa lalu."Iya, Sayang." Berjongkok untuk menyejajarkan diri dengan sang putra."Apa ayahku ganteng dan mirip aku, Nda?" Fatih kembali mengulang pertanyaan sebelumnya. Kali ini, Bunga tak bisa mengelak dengan mengatakan tidak. Ada banyak kemiripan di wajah Fatih dengan lelaki itu."Mirip sekali, Sayang.""Benarkah? Bisakah Unda menelpon Ayah dan mengatakan supaya segera pulang?"Bunga memutar mata, mencari alasan supaya Fatih mempercayai perkataannya. Tak lama kemudian, dia teringat rekaman percakapannya dengan si lelaki. Bunga pun merogoh ponsel di sakunya, lalu memutar audio yang terekam indah itu.Semua nasihat yang dilontarkan si lelaki terdengar dengan jelas oleh Fatih. Raut mukanya seketika berubah sedih. "Ayah, aku pengen ketemu." Suaranya terdengar begitu menyayat.Bunga tak kuasa menahan air matanya. Jika bukan karena tepukan ibunya, perempuan itu pasti tersedu saat ini."Bunda ganti baju dulu, ya. Sudah jamnya berangkat sekolah. Hari ini, kesayangan Unda masuk pertama kali ke sekolah. Jadi, nggak boleh telat." Bunga menganggukkan kepala pada ibunya. Berjalan secepat mungkin ke kamar dan menumpahkan air mata."Jangan sedih, dong. Nenek nggak suka lihat Fatih gini. Hari pertama sekolah, harus banyak senyum. Kalau Fatih bahagia, Ayah pasti cepat pulang. Fatih mau kan Ayah cepat pulang?"Mengusap kedua mata agar airnya tak terjatuh, Fatih menganggukkan kepala. "Aku nggak akan sedih, Nek." Dia pun tersenyum lebar."Nenek, ganti baju sebentar. Kamu tunggu di sini, ya." Mengecup sayang ubun-ubun cucunya. Mahirah mengusap sedikit air yang meleleh tanpa bisa dicegah.Siapa yang tidak akan sedih melihat Fatih seperti tadi. Sejak lahir belum pernah bertemu dengan ayahnya bahkan kelahirannya pun penuh tragedi. Andai para tetangga di kampungnya tidak gegabah dengan mengusir keluarga mereka, mungkin lelaki itu bisa menemukan Bunga. Begitulah pikiran Mahirah.Kurang dari lima belas menit kemudian, Bunga dan Mahirah keluar dari kamar masing-masing dengan pakaian rapi. Mereka sarapan tanpa ada pembicaraan, lalu segera berangkat supaya tidak telat ke sekolah Fatih.Selama perjalanan pun, Fatih tidak berceloteh seperti kemarin ketika berangkat untuk mendaftar. Bunga membiarkan saja, dia takut jika putranya akan bertanya tentang ayahnya yang tidak pernah pulang.Sampai di gerbang sekolah, Bunga menurunkan putra dan ibunya. Setelah mencium kedua pipi Fatih serta bersalaman dengan Mahirah. Perempuan berhidung mancung itu melanjutkan perjalanan menuju butik sahabatnya.Fatih berjalan sedikit lesu menuju kelas yang kemarin sudah diberitahu oleh salah satu guru. Namun, sebelum sampai di kelas, dia kebelet pipis."Nenek antar, ya," kata Mahirah."Nggak usah, Nek. Fatih sudah besar dan bisa sendiri. Kalau Nenek yang antar, nanti malah kelihatan aneh. Masak perempuan masuk toilet cowok."Mencubit gemas hidung cucunya, Mahirah tersenyum. Gemas sekali mendengar alasan bocah itu padahal tidak ada yang mengajarinya berbicara demikian. "Ya, sudah. Nenek tunggu di sini. Jangan lama-lama, ya.""Siap, Nek." Setelah memberi hormat pada Mahirah, Fatih menitipkan tas serta bekalnya. Berjalan ke arah toilet yang dia sudah hapal bahwa tanda silang diperuntukkan untuk laki-laki.Berjalan sambil menahan pipis dengan kedua paha merapat, Fatih tak sengaja menabrak kaki seseorang. "Aduh," jeritnya. Mendongakkan kepala menatap si penabrak, tetapi lelaki dewasa di depannya belum menyadari jika sudah menabrak seorang bocah. Lelaki itu, masih sibuk dengan ponsel di telinga kirinya."Om ... Om," panggil Fatih disertai tarikan pada ujung jas warna hitam milik lelaki itu.Merasa ada yang memanggil, si lelaki menoleh ke bawah. "Ya, Nak?""Om itu ayahku, ya?""Hah?" ucap sang lelaki disertai mata yang membulat. Beberapa detik kemudian, dia tertegun menatap si bocah. Lalu, berjongkok dan memegang pipi Fatih. "Bukan, Sayang. Kita tidak saling mengenal bahkan kita baru bertemu sekali ini.""Oh, maaf. Ke mana sebenarnya ayahku?" Fatih berjalan menjauhi si lelaki masuk ke toilet untuk menuntaskan hajat sebelum sang Nenek mencarinya.Si lelaki berdiri dan membenarkan pakaian. Menggelengkan kepala dan berlalu pergi begitu saja. Namun, dia sempat menghubungi seseorang. "Aku minta rekaman CCTV beberapa menit yang lalu. Di mana dirimu? Aku sudah ada di sekolah, tepat waktu bahkan beberapa siswa belum datang ke sekolah ini."Fatih sudah bergabung kembali dengan Mahirah yang menunggunya tepat di depan kelas si kecil. Kemudian mereka berdua berjalan beriringan.Di tempat berbeda, seseorang tengah menatap layar monitor rekaman CCTV kemarin. Setelah bertemu dengan sahabatnya, Yusuf segera menceritakan apa yang telah terjadi kemarin."Permintaanmu aneh, Suf. Membuang waktuku saja. Aku banyak kerjaan, tidak mungkin mencari seseorang itu di antara tumpukan orang tua yang mendaftarkan anak-anak mereka.""IPK cumloude, tapi pikiran sempit. Cari rekaman pada jam yang tertera di daftar itu." Yusuf bahkan sampai menoyor kepala sahabatnya."Dih," ucap Irsan."Minggir, biar aku yang mencari sendiri." Yusuf memaksa Irsan pindah dari duduknya. Menggerakkan kursor untuk mendapatkan rekaman pada jam yang dicari.Mata putra tunggal Purnama itu membola. "Ini ... ini," ucapnya seperti melihat hantu."Ada apa?" tanya Irsan.Dia melihat butiran keringat mulai turun pada pelipis Yusuf, tapi diabaikannya.
Irfan justru melirik ke arah layar itu. "Cantik dan kelihatan anggun. Cewek idaman ini."
"Segera hapus rekaman CCTV yang ini. Jangan sampai ada seorang pun yang tahu," tegas Yusuf tiba-tiba.Irsan mendelik mendengar perintah Yusuf. Belum juga hilang rasa terkejut dan kekepoannya, tangan sang sahabat sudah lebih dulu menghapus rekaman CCTV pada jam tersebut. "Kamu kenapa, Suf?" Irsan mulai panik melihat butiran keringat yang bermunculan di wajah sahabatnya. "Ambilkan obatku, San," suruh lelaki dengan kulit kuning langsat. Yusuf menunjuk jas yang tadi dilepas dan ditaruh di sofa.Tanpa banyak pertanyaan, Irsan dengan cepat mengambil Jaz hitam dan merogoh setiap sakunya demi menemukan obat yang dibutuhkan. "San, cepat sedikit," ucap Yusuf. Suaranya terdengar lemah, bergetar seakan seluruh tenaganya habis.Memberikan obat yang dibutuhkan, Irsan mengambilkan sahabatnya air putih. "Apa masih sering terjadi seperti ini?""Sudah lama tidak terjadi, tapi ada satu kondisi yang tidak bisa aku prediksi." Yusuf merebahkan tubuhnya pada sofa dibantu Irsan. "Tolong jangan katakan apa pun jika Papa dan Mama bertanya." Perlahan kesadaran Yusuf menghilang, matanya mulai terpejam. Irsan
"Kenapa terkejut seperti itu, San? Apakah permintaan Tante terlalu berat untukmu?" Irsan menelan ludah, tersenyum kecut ketika tatapan Kamila dirasa terlalu menakutkan. Lalu, lelaki yang masih betah menjomblo di antara ketiga sahabatnya itu menganggukkan kepala. "Boleh, Tan. Silakan saja jik ingin melihat rekaman CCTV.""Bisa kamu tunjukkan rekaman di jam sembilan," pinta Kamila dengan wajah serius."Bisa, Tan." Irsan mulai menghidupkan layar rekaman CCTV di komputer yang ada di mejanya.Kamila mendekat dan mengamati setiap gerakan yang terekam oleh CCTV. Mata awas melihat semua adegan di dalamnya. Namun, tak satu pun yang bisa memuaskan rasa ingin tahunya. "Putar lebih awal bisa, San. Rekaman sebelum jam yang Tante sebutkan tadi."Irsan kembali mematuhi permintaan Kamila. Dia memutar sejak gerbang sekolah dibuka oleh Satpam. Kamila menatap layar monitor lebih saksama. Beberapa orang tua berdatangan mengantarkan anak mereka untuk mendaftar. Senyum perempuan paruh baya itu terbit.D
Hari berganti, Yusuf dan Kamila berlomba-lomba mencari tahu siapa sebenarnya Bunga dan Fatih. Beberapa kali bahkan perempuan paruh baya itu sengaja mendatangi sekolah Irsan, hanya untuk bertemu dengan Fatih secara diam-diam. Beberapa kali bahkan senngaja membelikan aneka makanan ringan untuk bocah menggemaskan itu. Tiap kali selesai bertemu dengan Fatih, Kamila akan merasakan kebahagiaan yang tidak bisa digambarkShan.Seperti siang ini, Kamila mendatangi kantor sang suami setelah melihat Fatih dan membelikan mainan bocah lucu nan menggemaskan berkulit kuning langsat dengan lesung pipi. Istri Purnama itu bahkan sempat merekam dan mengambil potret ketika Fatih bermain bersama teman-temannya. Ketika tak mendapati sang suami berada di ruangannya, Kamila memutar video rekaman yang didapatnya tadi.Tawa menguar ketika Fatih membagikan makanan yang diberi oleh Kamila pada beberapa sahabatnya. Si kecil bahkan dengan riangnya membuka mainan yang dibawakan dan memainkannya dengan semua sahabat.
Purnama menarik pergelangan sang istri, lalu mengajaknya sedikit menjauh dari riuhnya pesta yang digelar untuk memperingati ulang tahun pernikahan Yusuf."Jaga ucapanmu, jangan sampai Papa murka," bisik Purnama memperingati sang istri.Kamila bergeming. Sama sekali tidak merasa bersalah atau menyesal dengan perkataannya tadi. Bibirnya terbungkam karena otak tengah berpikir. Sementara di belakang keduanya, Jafar mengikuti pasangan tersebut dengan wajah penuh kecewa pada menantunya. "Bawa istrimu menjauh dari pesta ini sebelum orang lain mendegar perkataannya yang tidak mengenakkan," titah sang kepala keluarga yang setiap ucapannya tidak bisa dibantah oleh siapa pun."Iya, Pa," jawab Purnama patuh. Setelah sang pemegang tahta tertinggi di keluarga Prayoga kembali pada Adhisti dan Yusuf. Barulah lelaki paruh baya itu membawa istrinya.Sang pemilik pesta tak menghiraukan perkataan Kamila tadi. Yusuf bahkan langsung disibukkan dengan banyaknya ucapan selamat dari para koleganya. Sama sepe
Happy Reading*****Kamila mengubah posisi duduknya, menyamping dan menghadap sang suami. Meletakkan kedua tangannya di atas telapak tangan Purnama. Lelaki itu pasti syok, sama seperti dirinya beberapa tahun silam. Namun, kasih sayang sebagai seorang ibu, harus bisa menguatkan putranya. Keluarga tidak boleh mengetahui kelemahan Yusuf satu itu. Oleh karena itulah, Kamila memilih menyembunyikan semuanya. Pengakuan kehamilan Adhisti sudah merubah janji Kamila untuk tetap merahasiakan masalah Yusuf. Sekarang, dia tidak takut lagi jika keluarga lain mengetahui. Biarlah anggota Prayoga lainnya tahu, siapa sebenarnya menantu pilihan Jafar. Naluri sebagai Ibu menolak pengkhianatan yang dilakukan sang menantu. "Rekam medis itu memang milik Yusuf. Maaf, Mama sengaja menyembunyikan semua ini. Berharap akan datang suatu keajaiban yang membuat kita semua bahagia. Mama juga meminta dokter menyembunyikan semua ini." Kamila menjeda kalimatnya dan menatap sang suami yang masih terlihat syok.Perempu
Happy Reading*****Di ballroom hotel acara pesta ulang tahun perkawinan Yusuf berlangsung. Lelaki itu tersenyum penuh kebahagiaan. Sudah lama kabar kehamilan sang istri dinantikan. Walau sampai saat ini belum timbul cinta pada perempuan tersebut. Namun, lelaki itu sudah berusaha sebaik mungkin untuk membahagiakan wanitanya."Terima kasih, Dhis. Kamu sudah memenuhi impian dan harapan Eyang serta keluarga ini," ucap Yusuf tulus. Tak sungkan, lelaki itu merangkul wanitanya dengan sangat mesra. Berusaha menutupi bagian punggung yang terekspos, membuat mata semua tamu lelaki menatapnya penuh kagum. Yusuf sama sekali tak menyukai hal itu."Sama-sama, Mas." Bibir Adhisti mungkin menjawab perkataan sang suami, tetapi matanya mengarah pada Yudhistira yang kini tengah dikerubungi wanita-wanita cantik. "Mas, aku sapa teman-teman di sana, ya. Sudah lama tidak bertemu mereka."Yusuf menganggukkan kepala, tetapi sebelum sang istri pergi, dia mencegah. "Pakai ini." Melepas jas yang dikenakan. "Ja
Happy Reading*****Fatih berteriak ketika melihat Yusuf hampir terjatuh ke lantai. Beruntung ada salah satu pelayan yang menolong. Beberapa orang mulai berkerumun, sedangkan Bunga lebih memilih meninggalkan pesta itu.Cukup sudah rasa sakitnya, perempuan itu telah menunggu begitu lama akan datangnya pertemuan dengan sang suami. Namun, saat takdir menghampiri dan mempertemukan mereka, kenyataan pahit bahwa Muhammad Yusuf Prayoga sudah beristri menghantam seluruh keyakinan Bunga semua akan baik-baik saja ketika perjumpaan itu tiba.Ingin rasanya menumpahkan segala kesedihan saat itu juga, tetapi di sampingnya ada Fatih yang harus di jaga perasaan dan suasana hatinya. Bunga memilih diam, bungkam bahkan ketika sang putra bertanya macam-macam tentang percakapannya dengan Yusuf tadi."Biarkan Unda tenang. Setelah itu, Unda pasti akan menceritakan hal yang sebenarnya. Sekarang, kita harus pulang karena taksi yang Unda pesan sudah datang. Ayo masuk," ajak Bunga pada Fatih. Memilih patuh pad
Happy Reading*****Yusuf dilarikan ke rumah sakit oleh eyangnya. Seluruh keluarga kini sedang berkumpul di depan pintu ruang UGD termasuk dua sahabat lelaki tersebut. Sudah sangat lama ketika kecelakaan itu terjadi, Yusuf tak pernah lagi masuk rumah sakit walau dia harus bergantung pada obat-obatan. Namun, hari ini kejadian terulang, dilarikan ke rumah sakit karena keadaan yang genting. Menunggu di depan ruang UGD, Irsan dan sahabat Yusuf yang lain cuma bisa diam dan menonton drama keluarga Prayoga. Sejak sang petinggi perusaan pingsan di pesta ulang tahun pernikahannya. Semua orang bertanya-tanya apa penyebab pewaris usaha tersebut bisa ambruk seperti tadi."San, apa yang terjadi dengan Yusuf. Mengapa, sepertinya dia kembali terguncang?" tanya sahabat Yusuf yang bernama Fawwaz. Bapak satu anak itu tak habis pikir. Mengapa sahabatnya selalu saja terkena masalah."Tidak tahu juga. Akhir-akhir ini, dia sering mengalami sakit kepala dan kembali mengkonsumsi obat-obatan itu," terang Irs