Share

Hamil?

"Aku pulang," salam Rania lesu begitu masuk ke dalam rumahnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23:00 WIB. Namun, ia terkejut begitu melihat sang adik dan Ibu tampak khawatir di ambang pintu.

Bahkan, gadis berusia 14 tahun itu sampai berlari menghampirinya. "Kak Riana dari mana saja? Aku dan Ibu khawatir pada kakak." 

"Apa yang terjadi, Ri?" Kini, Rita, sang ibu, yang bertanya melihat penampilan sang anak sedikit acak-acakan. 

Riana pun menahan tangis dan duduk di kursi.

Ia berpikir bagaimana cara memberitahu sang ibu jika dipecat akibat dianggap tak becus mengantarkan pesanan lainnya. Padahal, saat itu Riana sedang dilecehkan oleh seorang lelaki brengsek. 

“Nak–”

"Aku dipecat, Bu." 

Ibu dan adik Riana itu tampak terkejut dan saling melempar tatapan iba. 

"Memangnya, ada masalah apa di tempat kerja sampai kau dipecat?" tanya sang ibu. 

Riana menghela napas sebelum akhirnya berbohong, "Hanya masalah kecil, Bu." 

Namun, ia menghindari kontak mata dengan ibunya. 

"Tidak apa-apa, Nak,” ucap sang Ibu sembari mengelus rambut, “nanti, kau akan dapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya." 

"Iya, Kak. Aku doakan kakak segera dapat pekerjaan yang baru lagi." Yasmin menambahkan sambil tersenyum lebar. 

Riana pun menampilkan sedikit senyumnya kala mendapat dukungan dari orang-orang tersayangnya. 

Setelah ayahnya meninggal, memang hanya tersisa ibu dan adiknya saja dalam hidupnya. Jadi, ia tak ingin kedua orang ini kecewa.

Untungnya, satu bulan setelahnya, Riana sudah mendapat pekerjaan sebagai kasir di supermarket. 

Dengan gaji yang cukup, Riana senang karena bisa membantu biaya hidup keluarganya di samping ibunya yang merupakan tukang jahit. 

Hanya saja, setelah melayani pembeli tadi siang, Riana merasakan perutnya mual dan bergejolak. 

Ia bahkan sampai mual beberapa kali. Hal ini membuat penjaga kasir yang memiliki shift dengannya bercanda tentang kehamilan–membuat Riana semakin gelisah. 

Jadi, ia memutuskan langsung membeli alat test kehamilan setelah pulang dan mencoba alat itu di kamar mandinya. 

Sayangnya, dua garis merah perlahan muncul di sana.

"Ini tidak mungkin," lirihnya, “aku hamil?!”  

Riana mendadak panik dan berpikir keras. Apa yang harus dia lakukan dengan bayi di kandungannya? 

Ibunya pasti akan marah jika tahu dirinya hamil oleh lelaki yang tidak dikenal. 

Mata Riana memerah menahan tangis. “Apa aku harus menggugurkannya?" 

Namun, segera ia menampik pikirannya tersebut. Ia tak tega membunuh janin di kandungannya yang juga berhak untuk hidup.

Disentuhnya perutnya sendiri sambil menunduk. Meski ada karena sebuah kesalahan, tapi dia tidak berdosa.

Riana kemudian kembali mengangkat kepalanya. 

"Lelaki itu yang sudah menyentuhku. Dia ayah dari bayi ini. Jadi, dialah yang harus bertanggung jawab."

*** 

Di sisi lain, Mahesa Andreson tengah berdecak kesal dalam hati kala melihat seorang wanita yang tak ingin ditemuinya. 

Ditatapnya tajam sang sekretaris yang yang sedang menepuk jidatnya, sebelum akhirnya melihat datar Nessie.

Namun, wanita itu justru tampak tersenyum lebar dan langsung menutup pintu ruangan Mahesa. 

"Leo berbohong, dia bilang kau sedang meeting dengan klien, tapi ternyata kau ada di ruanganmu,” gerutu wanita yang dibalut dress seksi itu sembari berjalan mendekati CEO Retro Group itu. 

"Siapa yang memintamu datang ke kantorku?" tanyanya dingin.

"Tidak ada. Calon istrimu ini datang atas keinginannya sendiri."

"Semua orang yang ingin bertemu denganku, harus memiliki janji terlebih dahulu. Aku sibuk dan tak punya waktu bertemu dengan orang yang tak penting." 

Dengan ketus, Mahesa membalas ucapan Nessie.

Meski wanita itu cantik, tetapi Mahesa tak menyukainya. Mati-matian, ia menolak perjodohannya dengan Nessie. Namun, Gustav–sang ayah–seakan terus saja mendekatkannya. 

"Aku ini calon istrimu. Apa menurutmu aku juga harus membuat janji terlebih dahulu?" Nessie tampak terganggu dengan response Mahesa.

Wanita itu justru berdiri di sampingnya, lalu tangannya merambat ke dada Mahesa yang terbungkus kemeja biru dongker dan membelainya dengan lembut. 

Mahesa spontan menangkap tangan nakal Nessie. 

"Jauhkan tanganmu dari tubuhku!" ancam pria itu sambil menggertakkan gigi.

Meski enggan, Nessie pun menurut. 

Kini Mahesa berdiri dan berhadapan dengan wanita berambut pirang itu. "Jangan pernah berpikir aku mau menerima perjodohan ini. Aku sama sekali tidak menyukaimu dan aku tidak akan menikah denganmu," tegasnya. 

Namun, bukannya sakit hati, Nessie malah tetap tersenyum santai seolah perkataan Mahesa sama sekali tak menyinggungnya. 

"Seberapa keras pun kau menolak, kita akan tetap menikah karena ayahmu sangat mendukung pernikahan ini. Di luar sana, banyak sekali lelaki yang mengantri untuk memperistriku, tapi aku menolak karena aku hanya ingin menikah denganmu. Aku mencintaimu Mahesa." 

Sebelah sudut bibir Mahesa pun tertarik, membentuk senyum kecut. "Tapi, tidak denganku," balasnya. 

"Mungkin, belum untuk sekarang," ujar Nessie seraya mengerlingkan sebelah matanya, ”tapi, suatu saat nanti, aku akan membuatmu tergila-gila padaku.”

"See you, Baby! Selamat bekerja!" 

Nessie pun berlalu pergi setelah mendaratkan sebuah ciuman di pipi kanan Mahesa. 

Dengan risih, Mahesa mengelap bekas bibir Nessie menggunakan tangannya. 

Selain Erika, tidak ada perempuan yang cocok dengan tubuhnya.

“Kecuali, gadis pizza itu,” lirihnya mendadak, “tubuh wanita itu nikmat sekali, hingga aku merasa candu.”

Mahesa seketika menggelengkan kepalanya kesal. Ia tiba-tiba teringat bahwa belum ada informasi lagi tentang perempuan itu setelah dipecat dari tempat pizza langganannya.

"Sial!" dengusnya kesal, “semoga dia tidak hamil. Akan merepotkan jika ayah sampai mengetahuinya.” 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Teguh PintUnina Setiawan
kecanduan...?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status