Share

Putra Tersembunyi sang Presdir
Putra Tersembunyi sang Presdir
Author: Syifa Safaah

Kesucian yang Terenggut

“Riana, ada 10 loyang pizza yang harus kamu antarkan segera ke lima alamat berbeda, tapi dahulukan pesanan atas nama Tuan Mahesa,” titah sang manajer, ” beliau adalah pelanggan setia kita.”

“Baik, Pak.”

Dengan segera, Riana pun bersiap lalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasannya itu 

Namun, begitu tiba di depan rumah mewah sang pelanggan setia, pelanggan terhormat itu tampak tak juga membuka pintu meski bell ditekan berulang kali.

Ketika Riana melihat pintu yang sedikit terbuka, ia pun memutuskan untuk masuk saja ke dalam ruang tamu. 

"Permisi!" teriaknya.

Sayangnya, tak ada sahutan.

Mengingat perintah sang atasan, Riana tak ingin ambil resiko. Jadi, ia memutuskan untuk berteriak lebih kencang, "Permisi, Tuan Mahesa. Saya dari Pizza Delicious mau mengantarkan pesanan Anda." 

Lagi-lagi, tak ada sahutan.

"Jangan-jangan tidak ada siapapun di rumah ini?" gumam Riana bingung.

Ia pun meletakkan kotak pizza di meja tamu dan hendak pergi.

Namun, langkah Riana tiba-tiba terhenti saat mendengar suara langkah kaki dari anak tangga. 

Perempuan itu terkejut karena seorang lelaki tampan dengan bola mata sebiru laut miliknya, kini berdiri tepat di hadapannya.

"Engh, maaf karena sudah lancang masuk ke rumah Anda, Tuan. Tadi, aku sudah mencoba menekan bell berulang kali, tapi tidak ada yang keluar. Aku ke sini untuk mengantar pizza pesanan Anda." 

Dengan sedikit gugup karena lancang masuk ke rumah orang, Riana pun menunjukkan kotak pizza yang dibawanya. 

Untungnya, pria bernama Mahesa itu hanya memperhatikan Riana selama beberapa detik, kemudian segera menerima pizza.

Riana tersenyum tipis. 

Ia mengira Mahesa akan memberikan uangnya. Akan tetapi, sungguh di luar dugaan, Mahesa tiba-tiba melempar kotak pizza itu ke atas meja ruang tamu dan kini tangannya berada di kedua lengan Riana. 

"T-tuan... "

"Erika, kau begitu cantik. Aku senang kau datang. Aku merindukanmu." 

Sentuhan jemari Mahesa yang membelai pipinya, membuat Riana bergidik dan panik. 

"Lepaskan! Jangan lancang! Aku bukan Erika!" teriak Riana sembari menepis kasar tangan Mahesa. 

Hanya saja, gerakan Mahesa lebih cepat. Ia menarik tubuh Riana hingga berada di dalam dekapannya. 

"Jangan pergi lagi! Aku sangat mencintaimu." 

"Sudah kubilang aku bukan Erika! Lepaskan aku! Tolooong!" 

Dalam posisi sedekat ini, Riana bisa mencium bau alkohol dari mulut Mahesa. 

Bersusah-payah Riana berusaha melepaskan diri, namun tentu saja tenaganya tak sebanding dengan Mahesa. 

"I want you tonight, Baby," bisik Mahesa yang makin membuat Riana bergidik ngeri. 

"Jangan! Aku mohon! Biarkan aku pulang!" 

Meski Riana terus berteriak, menangis dan memukuli dada Mahesa, lelaki itu seakan tak peduli. 

Tak lama, bibir yang masih murni itu kini dijamah oleh seorang lelaki. 

Hati Riana hancur bersamaan dengan saat dimana Mahesa merenggut keperawanannya. 

Sungguh, ia menyesal. Mengapa Riana harus mengantarkan pizza ke rumah lelaki brengsek yang mengambil kesuciannya?

*****

"Laki-laki brengsek! Dasar lelaki jahat! Dia sudah merenggut kesucianku." Riana memaki lelaki bertubuh jangkung dengan kulit sewarna madu yang saat ini sedang tidur telungkup di atas ranjang. 

Sambil menyeka air mata, Riana melayangkan pandangan tajam dan penuh kemarahan. 

Kesuciannya telah dinodai oleh Mahesa, lelaki yang bahkan baru pertama kali bertemu dengannya. 

Dan, kini Riana hanya bisa menangisi kejadian semalam. 

Ia merasa begitu terhina dan merasa seperti perempuan murahan.

Mahesa bahkan langsung tertidur pulas setelah mendapat kepuasan.

"Engghh ... " Mahesa bergumam pelan dalam tidurnya. Membuat Riana sontak mengangkat kepala dan panik. 

Kejadian semalam membuat Riana trauma. 

Ia harus bergegas pergi sebelum lelaki itu bangun dan kembali menyentuhnya. 

Secepat mungkin Riana berpakaian, lalu melirik tajam sebentar ke arah Mahesa yang masih tertidur, sebelum akhirnya pergi meninggalkan rumah itu. 

Dugaan Riana tak meleset.

Tak berselang lama, Mahesa tampak terbangun sambil satu tangannya meraba ke sisi tempat tidur. 

Saat menyadari tempat tidur itu kosong, Mahesa pun beringsut duduk dan terkejut sebab hanya ada dirinya saja di dalam kamar itu. 

"Erika?" Pandangan Mahesa berpendar ke sekeliling. 

Helaan napas berat seketika keluar dari mulutnya setelah sadar jika kekasihnya telah meninggal. 

"Lalu siapa yang tidur denganku tadi?" gumam Mahesa mengingat kejadian semalam.

Pria itu menyugar rambut frustasi. Tapi, matanya berhenti di satu sudut. 

Ada sebuah topi berwarna merah yang tergeletak di lantai kamarnya. 

"Aku seperti tidak asing dengan warna topinya?" 

Segera, Mahesa turun dari tempat tidur dan memungut topi dan membaca bordiran di atasnya.

"Delicious pizza?!" paniknya, "apakah itu berarti tadi aku ... " 

Merasa harus memastikan sesuatu, Mahesa pun segera ke ruang kerjanya untuk memeriksa kamera CCTV. 

Di sana, ia melihat seorang pengantar pizza yang masuk ke ruang tamu rumahnya. Namun, kejadian berikutnya membuat Mahesa langsung terhenyak kaget. Dalam pengaruh alkohol, ia langsung memaksa menyentuh wanita itu dan membawanya ke kamar. 

"Sial! Tidak salah lagi. Aku memang sudah menyentuhnya," decak Mahesa sambil mengacak rambut. 

"Siapa yang kau sentuh?" 

Mahesa sontak menoleh ke arah ambang pintu dan menemukan Leo, sekretaris yang juga sahabatnya, tengah berdiri penasaran di sana. 

"Apa kau baru saja bercinta dengan seseorang? Kali ini, model dan aktris mana yang berkencan denganmu, Tuan Mahesa?" 

Leo melangkah menghampiri Mahesa sambil membenamkan kedua tangannya ke dalam saku celana. 

Melihat itu, Mahesa pun menggelengkan kepalanya malas. "Aku tidak sedang kencan dengan siapa pun!" 

"Lalu? Kau bilang tadi kau baru saja menyentuh seorang wanita? Wanita mana yang kau maksud?" tanya sekretarisnya itu bingung.

"Aku tidak tahu siapa dia. Yang aku ingat, semalam itu aku mabuk berat. Aku mendengar suara wanita dari lantai bawah dan saat aku menghampirinya, yang terlihat dalam mataku dia adalah Erika. Akhirnya, aku menyentuhnya.” 

“Tapi setelah terbangun, kau baru sadar kalau kau menyentuh orang lain?” interogasi Leo yang dijawab dengan anggukan cepat oleh Mahesa.

“Dia wanita pengantar pizza. Entah bagaimana dia datang ke rumahku, padahal aku tidak merasa memesan apa pun." 

"Pizza?” panik Leo, “tunggu, apa wanita itu masih perawan?" 

Sejenak Mahesa terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu ia pun mengangguk setelah mengingat ada noda merah di atas sprei miliknya. 

"Astaga,” ujar Leo, “sebenarnya, akulah yang memesan pizza untukmu." 

Mahesa sontak menatap tajam Leo. "Jadi, kau yang membuat wanita pengantar pizza itu datang ke rumahku?"

Segera, ia menyambar kerah kemeja Leo dengan kasar. 

Ia marah karena ternyata semua masalah ini bermula dari Leo yang memesankan pizza untuknya. 

Panik, Leo pun menahan tangan Mahesa. "Dengarkan aku dulu. Aku sama sekali tidak bermaksud apa-apa. Aku khawatir karena sejak kemarin pagi, kau tidak mau menyentuh makananmu. Jadi, kupikir sebaiknya aku memesan pizza dari toko favoritmu saja. Tapi, yang terjadi justru di luar dugaan." 

Mahesa lalu melepaskan cengkraman tangannya dari kerah kemeja sekretarisnya itu dengan menghempaskannya kasar, hingga Leo hampir jatuh. 

"Pertama kalinya aku tidur dengan seorang wanita yang masih perawan. Dan sialnya, aku tidak memakai pengaman," gerutu Mahesa sembari memijat keningnya dan melihat monitor CCTV yang masih memperlihatkan wajah wanita pengantar pizza itu.

"Bagaimana jika wanita itu hamil?" lanjutnya. 

"Tuan, kau hanya melakukannya satu kali, 'kan? Belum tentu langsung jadi bayi,” ucap Leo menenangkan, “jangan khawatir, aku akan mencari wanita itu ke tempat kerjanya dan memberikannya uang sebagai permintaan maaf karena kejadian itu."  

Sesaat Mahesa terdiam seakan meresapi perkataan Leo. Tapi, kemudian Mahesa mengangguk setuju dengan ucapan sekretarisnya. 

Ya, mereka hanya melakukannya satu kali, belum tentu percintaan semalam akan membuat wanita pengantar pizza itu hamil. 

"Kau benar. Berikan saja dia uang, lalu suruh dia melupakan apa yang baru saja kulakukan," perintah Mahesa.

Pria itu pun melangkah ke arah sofa di sudut ruangan dan duduk di sana.

Namun, matanya menatap lekat pada bingkai foto yang berdiri di atas nakas–foto Erika, kekasihnya yang meninggal dua tahun lalu, tampak tersenyum manis. 

Meski sudah berlalu cukup lama, kepergian Erika masih menyisakan luka yang mendalam di hati Mahesa. 

Andai saja dalam kecelakaan mobil itu Mahesa ikut mati bersama kekasihnya, mereka bisa bersama. Sayang, takdir malah membawa pergi kekasihnya dan menyisakan dirinya saja yang selamat. 

Mahesa menyugar rambutnya kasar. “Aku tidak akan mau memiliki keturunan selain darimu, Erika.” 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Teguh PintUnina Setiawan
izzzz... Izzy...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status