Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
“Riana, ada 10 loyang pizza yang harus kamu antarkan segera ke lima alamat berbeda, tapi dahulukan pesanan atas nama Tuan Mahesa,” titah sang manajer, ” beliau adalah pelanggan setia kita.”“Baik, Pak.”Dengan segera, Riana pun bersiap lalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasannya itu Namun, begitu tiba di depan rumah mewah sang pelanggan setia, pelanggan terhormat itu tampak tak juga membuka pintu meski bell ditekan berulang kali.Ketika Riana melihat pintu yang sedikit terbuka, ia pun memutuskan untuk masuk saja ke dalam ruang tamu. "Permisi!" teriaknya.Sayangnya, tak ada sahutan.Mengingat perintah sang atasan, Riana tak ingin ambil resiko. Jadi, ia memutuskan untuk berteriak lebih kencang, "Permisi, Tuan Mahesa. Saya dari Pizza Delicious mau mengantarkan pesanan Anda." Lagi-lagi, tak ada sahutan."Jangan-jangan tidak ada siapapun di rumah ini?" gumam Riana bingung.Ia pun meletakkan kotak pizza di meja tamu dan hendak pergi.Namun, langkah Riana tiba-tiba terhenti saa
"Aku pulang," salam Rania lesu begitu masuk ke dalam rumahnya.Waktu sudah menunjukkan pukul 23:00 WIB. Namun, ia terkejut begitu melihat sang adik dan Ibu tampak khawatir di ambang pintu.Bahkan, gadis berusia 14 tahun itu sampai berlari menghampirinya. "Kak Riana dari mana saja? Aku dan Ibu khawatir pada kakak." "Apa yang terjadi, Ri?" Kini, Rita, sang ibu, yang bertanya melihat penampilan sang anak sedikit acak-acakan. Riana pun menahan tangis dan duduk di kursi.Ia berpikir bagaimana cara memberitahu sang ibu jika dipecat akibat dianggap tak becus mengantarkan pesanan lainnya. Padahal, saat itu Riana sedang dilecehkan oleh seorang lelaki brengsek. “Nak–”"Aku dipecat, Bu." Ibu dan adik Riana itu tampak terkejut dan saling melempar tatapan iba. "Memangnya, ada masalah apa di tempat kerja sampai kau dipecat?" tanya sang ibu. Riana menghela napas sebelum akhirnya berbohong, "Hanya masalah kecil, Bu." Namun, ia menghindari kontak mata dengan ibunya. "Tidak apa-apa, Nak,” ucap
"Tuan, kau akan ke mana? Kenapa kau membereskan pakaian ke dalam koper?" Malam ini, Leo baru saja akan menemui Mahesa untuk memberikannya undangan pernikahan dari salah satu kolega kerja mereka.Namun, kening Leo dibuat berkerut saat melihat Mahesa yang sedang memasukan beberapa pakaian ke dalam koper. Biasanya, Mahesa akan memberitahunya setiap ia akan pergi ke manapun. "Aku muak dengan perjodohan yang diatur ayahku. Selama dua pekan ke depan, aku mengambil cuti dan akan pergi ke Jepang. Biar saja mereka mencariku. Aku tidak peduli," jawab Mahesa sambil memasukan barang penting lainnya. "Lalu bagaimana dengan kantor?" "Pertanyaan konyol! Aku masih bisa mengatur perusahaan bahkan meskipun aku pergi selama satu bulan." "Jadi aku harus ikut?" Leo menunjuk dirinya sendiri. Kali ini gerakan tangan Mahesa terhenti. Mahesa berdiri seraya memicingkan mata ke arah Leo. "Harusnya kau sudah tahu tanpa bertanya. Cepat bersiap sebelum sore, atau aku akan memecatmu!" "Baik, Tuan." Ancama
‘Ceroboh!’ maki Riana pada dirinya sendiri. Kenapa ia tidak membuang alat test kehamilan itu ke tempat lain? Sekarang, ibunya sudah menemukan benda itu dan pasti juga sudah melihat dua garis merah yang tertera di sana. "Riana, ibu sedang bertanya padamu! Benda ini punyamu, 'kan?" tanya Rita kembali. Ditunjukkannya alat test kehamilan yang dimaksud.Riana masih bergeming di tempatnya berdiri, hingga membuat Rita geram."Jawab!" bentaknya."I-iya, Bu. Alat itu punyaku," jawab Riana seraya menundukan wajah. Seketika itu juga, Rita langsung syok dan memegangi dadanya sendiri. "Hhh ... Riana." "Ibu!" Yasmin yang sejak tadi bersembunyi di dalam kamar karena takut melihat ibunya memarahi kakaknya, kini langsung menghampiri Rita saat tahu Rita mendadak lemas dan hampir jatuh terduduk di lantai. "Ibu, maafkan aku Bu. Aku tidak jujur pada Ibu," panik Riana.Dibantunya sang ibu duduk di kursi. Riana juga segera berlutut di depan kaki ibunya dan memohon maaf. Ia pun menangis."Selama men