Riana segera menggelengkan kepalanya dengan tegas.
"Kenzie bukan anakmu! Kau salah, malam itu tidak membuatku hamil!"
"Benarkah? Tapi kenapa wajahmu terlihat panik dan gelisah? Kau seperti sedang menyembunyikan sesuatu dariku." Mahesa bertanya seraya menyipitkan sebelah mata.
Jemari Riana meremas ujung seragamnya. Berkali matanya bergerak-gerak gelisah. Dan hal itu tentu tak luput dari pengamatan Mahesa.
"Usia Kenzie empat tahun, sementara malam itu sudah berlalu enam tahun. Bagaimana kau bisa berpikir kalau Kenzie anakmu?"
"Warna bola matanya, iris wajahnya, cara dia bicara, juga senyumnya, semua itu seolah fotocopy diriku. Tentu aku curiga kalau dia putraku."
DEG!
Seketika detak jantung Riana seakan terhenti sesaat.
Rupanya Mahesa menyadari kemiripan antara dirinya dengan Kenzie. Riana tak bisa mengelak jika warna bola mata mereka memang sama persis.
"Kau salah, ayahnya K
"Terima kasih sudah mengantar Riana pulang. Sebaiknya kau juga pergi dari sini," ujar Aram."Tidak perlu mengusirku karena tanpa disuruh pun, aku memang akan pergi." meski hatinya masih ingin bertemu Kenzie, namun Mahesa memutuskan pergi karena kesal dengan Aram yang terang-terangan mengusirnya.Dengan wajah keruh, Mahesa masuk ke dalam mobilnya. Ekor matanya sempat melayangkan tatapan tajam ke arah Aram yang dibalas Aram dengan sorot yang sama.Detik selanjutnya, mobil Mahesa pun melaju kencang meninggalkan rumah itu."Lelaki itu seperti sedang berusaha mendekati Riana. Aku tidak akan membiarkannya," gumam Aram sambil berpangku tangan.***"Riana, lelaki tampan yang kemarin tidak datang lagi ya, hari ini? Bagaimana rasanya makan malam berdua dengan lelaki setampan dan sekaya dia?"Lagi, hari ini Riana kembali digoda oleh teman kerjanya.Menghembuskan napas panjang, Riana lantas menggel
"Bukan apa-apa. Tidak usah dengarkan orang itu. Ayo kita pulang, Kenzie!" Riana menarik pelan tangan Kenzie dan berniat segera membawa bocah itu pergi dari Gustav."Tunggu!" namun Gustav malah memegangi lengan Riana, menahannya dari belakang hingga langkah Riana kembali terhenti.Sambil menahan emosinya, Riana mendelik ke arah Gustav. "Lepaskan tangan Anda, Tuan!""Kenapa kau tidak menuruti perkataanku dulu? Kenapa memilih melahirkan anak ini? Oh, aku tahu. Kau pasti sengaja melahirkannya karena berharap suatu saat anak ini anak jadi pewaris di keluarga Anderson? Ck! Jangan berharap! Sampai kapanpun, mimpimu itu tidak akan terwujud," ujar Gustav sambil berpangku tangan dan memasang wajah jumawa di depan Riana."Yang pantas menjadi pewaris keluarga kami adalah anak dari keturunan wanita
"Hasilnya … 99 % DNA kami dinyatakan cocok. Itu berarti dugaanku memang benar. Kenzie adalah putraku," ucap Mahesa tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. Saking tak menyangkanya jika bocah yang mirip dengannya itu adalah putra kandungnya.Leo tersenyum melihat wajah bahagia Mahesa. Tak pernah ia melihat bosnya sebahagia ini hingga meneteskan air mata."Selamat, Tuan. Aku ikut bahagia untuk Anda.""Terima kasih, Leo. Kau benar, waktu itu Riana bohong soal usia Kenzie yang masih empat tahun. Karena kenyataannya saat kutanya usia Kenzie pada guru di sekolahnya, dia sudah berumur 5 tahun. Dia benar-benar Putraku, darah dagingku," kata Mahesa sembari mengusap air di sudut mata."Jadi, apa yang akan Anda lakukan ke depannya, Tuan? Apa Anda akan mengambil putra Anda dari tangan Riana? Atau menuntut Riana karena telah menyembunyikan putra Anda selama 5 tahun ini?"Pertanyaan Leo membuat Mahesa terdiam.Jujur, M
"Apa? Om tampan ini ayahnya Kenzie?" pekik semua anak di sana. Saling menatap satu sama lain.Kepala sekolah yang juga mengantar Mahesa ke kelas Kenzie pun, terkejut."Maaf ya, Kenzie." secepatnya kedua bocah nakal itu meminta maaf pada Kenzie."Baik, aku maafkan.""Tuan Mahesa, maafkan sikap anak-anak didik kami yang memperlakukan Kenzie dengan tidak baik. Kami pasti akan menegur dan menasihati mereka. Jujur, saya terkejut mengetahui bahwa Anda ayahnya Kenzie.""Tidak apa-apa. Yang terpenting, mereka sudah meminta maaf pada Kenzie dan hal ini tidak terulang lagi.""Baik, Tuan. Saya pastikan hal seperti ini tidak akan terulang lagi," balas kepala sekolah itu pada Mahesa.Mahesa mengangguk dan mengusap kepala Kenzie. Kenzie mengangkat wajah dan balas menatapnya.Hati Mahesa serasa hangat begitu melihat senyum bocah laki-laki tampan itu.Kedatangan Mahesa ke kelas itu adalah
"Wow, aku tidak pernah bertemu wanita sejutek dirimu," ucap Mahesa, takjub dengan sikap Riana yang selalu ketus padanya."Karena aku tidak suka berlemah lembut pada lelaki brengsek yang pernah merenggut kehormatanku," tegas Riana membalas perkataan Mahesa.Jelas saja ucapan Riana tersebut membuat Mahesa merasa tersindir."Aku sudah meminta maaf. Kau masih belum memaafkanku untuk itu?"Menarik nafas panjang, Riana pun membuang pandangan ke arah lain, enggan menatap mata Mahesa yang saat ini intens menatapnya."Baiklah, sepertinya kau memang masih marah. Jujur, aku tidak tahu bagaimana cara meluluhkan hati wanita, terlebih wanita yang keras kepala sepertimu. Aku sangat mengakui kesalahanku malam itu, tapi kau bersikeras menolak permintaan maafku."Riana tetap bergeming. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.Gurat tegas dan masam di wajah wanita itu menunjukkan bahwa hati Riana masih terluka akibat malam
"Benarkah itu, Riana? Kau dan Kenzie akan berangkat bersama dia?" tanya Aram menatap Riana yang terdiam menggigit bibir bawahnya."Begini saja, biarkan Kenzie yang memilih dia mau diantar oleh siapa, olehku atau olehmu." Aram mengusulkan sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri, lalu mengarahkan telunjuknya pada Mahesa."Oke!" Mahesa menganggukan kepala, tampak tak keberatan dengan usul Aram barusan."Kenzie, kau mau diantar oleh mobil siapa hari ini? Om Aram atau Om Mahesa?" Kedua lelaki tampan itu sama-sama mengarahkan pandangan mereka ke arah Kenzie. Menunggu jawaban dari bocah TK tersebut."Om Aram … " ucap Kenzie.Senyum lebar langsung merekah di bibir Aram begitu Kenzie menyebut namanya."Maaf Om Aram, aku mau berangkat sekolah dengan Om Mahesa, hari ini. Karena Om Mahesa lebih dulu datang," lanjut Kenzie yang seketika membuat senyum di wajah Aram padam.Senyum itu berganti dengan raut k
Riana menundukan wajah. Tak langsung menjawab pertanyaan Aram. Tentu hal itu makin membuat rasa penasaran Aram meningkat. "Riana, aku sedang bertanya padamu.""Mahesa adalah ayah kandungnya Kenzie," jawab Riana pelan. Namun suara lirihnya itu masih terdengar di telinga Aram. "Apa? Jadi, dia lelaki brengsek yang sudah memperkosamu dulu?" pekik Aram terkejut. Bola matanya melebar tak percaya. "Lelaki itu sudah merenggut kesucianmu, Riana. Kenapa kau membiarkan dia kembali masuk ke dalam kehidupanmu? Kenapa membiarkannya dekat dengan Kenzie?" Riana mengangkat wajah. Kini ia bisa melihat gurat kecewa sekaligus marah di wajah Aram. "Saat pertama kami bertemu lagi, aku sudah berusaha menghindarinya dan memintanya menjauh. Bahkan sudah kututup-tutupi soal Kenzie darinya. Tapi dia sangat yakin Kenzie anaknya hanya dengan melihat kemiripan di wajah mereka. Mahesa melakukan test DNA tanpa sepengetahuanku. Lalu … ""Lalu apa yang dia lakukan selanjutnya?" "Dia mengancam akan mengambil ha
Ketika di pertengahan acara, kepala sekolah memanggil tiga orang murid paling berprestasi untuk naik ke atas panggung. Dan Kenzie mendapat urutan pertama. "Selamat, Kenzie. Kau mendapat penghargaan dari sekolah. Ibumu ada di sini, apa yang ingin kau katakan padanya?" kepala sekolah bertanya setelah memberikan sebuah piagam dan piala untuk Kenzie. Kenzie menatap pada Riana yang sudah berkaca-kaca. "Terima kasih, Mama. Mama yang terbaik. Selamanya aku cinta Mama," ucap Kenzie di depan mic yang membuat suaranya menggema di penjuru aula itu.Sementara itu, Mahesa juga ikut terenyuh mendengar kata-kata manis Kenzie untuk Riana. Kemudian matanya melirik ke arah Riana sembari mengulas senyum. "Kenzie sangat beruntung dilahirkan oleh wanita sebaik Riana. Dia wanita hebat," batin Mahesa. Tampaknya Aram menyadari Mahesa yang tersenyum menatap Riana. "Sejak tadi kuperhatikan, Mahesa terus sana mencuri pandang ke arah Riana. Sudah kuduga Mahesa memang berniat mendekati Riana," batin Aram y