Pria di depannya itu terlihat seperti tersenyum.
Tidak lebih dari dua jam, mereka sudah berjalan keluar dari Biro Urusan Sipil sambil memegang sertifikat pernikahan di tangan masing-masing. "Nona, selamat atas pernikahannya," pria itu berkata. Entah harus menangis atau tertawa, Emily mendongak. Dia melihat pria itu seolah tersenyum penuh kebahagiaan. "Ya. Terima kasih. Kamu juga." "Tentu saja." “Oh ya, Nona. Aku masih ada urusan lain, jadi aku tidak bisa mengantarmu. Tidak apa-apa, kan?” Emily tercengang, lalu dia buru-buru menjawab, “Eh, tidak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri.” “Baiklah. Mengenai alamatku, nanti aku akan mengirim pesan padamu. Berikan saja nomor ponselmu.” “Oh...” Emily sedikit canggung. Tiba-tiba menikah saja sudah membuatnya cukup linglung. Apalagi saat membayangkan harus tinggal satu atap dengan pria asing? Pria yang bahkan baru dua jam lalu dikenalnya. Emily agak ragu-ragu untuk mengeluarkan ponselnya. “Santai saja, Nona. Aku akan memberimu waktu sampai kamu benar-benar siap tinggal bersamaku.” Mendengar ucapan pria itu, Emily sedikit lega. Sepertinya pria ini cukup pengertian. “Terima kasih atas pengertiannya.” Pria itu menerima uluran ponselnya, mencatat sebentar nomor ponselnya lalu mengirim huruf "P" ke nomor ponselnya sendiri. Setelahnya, dia mengembalikan ponselnya pada Emily. Lalu dia berkata dengan sedikit canggung, “Oh ya. Tadi karena aku marah, aku membuang cincin pernikahanku. Jadi aku tidak memilikinya sekarang. Kebetulan, dompetku juga tertinggal di tempat kerja. Jadi, ah... aku janji, setelah ada waktu aku akan segera mencari cincin pernikahan untuk kita.” Emily buru-buru menyela, “Tidak perlu dipikirkan. Itu, itu hanya sebuah formal saja.” “Tidak, tidak. Cincin pernikahan harus tetap ada. Jika tidak, bagaimana orang lain percaya kalau kita sudah menikah?” Emily menggaruk ujung hidungnya. “Kalau begitu, terserah kamu saja, bagaimana baiknya.” Pria itu mengangguk, “Baiklah, aku duluan.” Emily mengangguk pelan. Dia menatap punggung kekar pria itu yang semakin menjauh dan hilang di balik pagar besi. Emily menarik napas berat. Setelah beberapa detik, pikiran linglungnya perlahan pulih. Dia menatap sertifikat pernikahan di tangannya. Dia benar-benar sudah menikah. Emily merasa seperti sedang bermimpi. Di dalam buku mini itu, dia melihat fotonya berdampingan dengan foto pria tadi. Felix Lewis. Nama yang unik. Emily tersenyum bodoh. Bagaimana bisa, setelah menikah dan resmi menyandang status istri, dia baru mengetahui nama suaminya? Tapi, dibanding dengan bayangan menikah dengan Reza, sepertinya saat ini dia sedikit agak tenang. Dilihat dari cara bicara dan penampilan Felix, sepertinya pria itu adalah pria biasa. Kedepannya, mungkin dia tidak akan terlalu mendapatkan kesulitan. Emily tidak ingin banyak berpikir. Dia melihat jam di layar ponselnya. Sudah waktunya dia untuk pulang ke rumah Juwanda. Begitu dia mengambil satu langkah, tiba-tiba ponselnya berdering. Itu adalah panggilan dari ibunya. Dia mengangkat panggilan dan langsung terdengar suara ibunya bertanya dengan nada khawatir, “Emily, apa hari ini kamu jadi menikah? Kamu tidak gagal lagi kan?” Hati Emily bergetar. Hampir saja dia gagal. Jika bukan karena pria itu datang tepat waktu dan menawarkan pernikahan dengannya… Emily terbatuk kecil, “Ibu jangan khawatir lagi. Hari ini aku sudah mendapatkan sertifikat pernikahan.” “Apa?” Suara Lidya terdengar seperti tidak percaya. “Kamu beneran sudah menikah? Pria mana itu? Seperti apa dia? Apa dia seorang berandalan?” Emily tertegun dengan kata-kata ibunya yang terdengar seperti ejekan. “Tidak penting dia seperti apa. Yang jelas, aku sudah menikah dan mendapatkan sertifikat pernikahan yang sah. Kalau Ibu tidak percaya, aku akan datang kesana dan menunjukkannya padamu.” Setelah hening beberapa saat, terdengar suara kembali suara Lidya, “Baiklah kalau begitu. Aku tidak peduli pria mana yang kamu nikahi, yang penting kamu sudah menikah.” Emily menurunkan ponselnya dan menatap layar yang sudah gelap itu. Ada rasa sakit yang merayap di hatinya. Lidya adalah ibu kandungnya, tetapi tidak ada sedikitpun rasa kasih sayang seorang yang ditunjukkan ibu kepada anaknya sebagaimana mestinya. Tapi Emily sudah terbiasa. Hal seperti ini memang sudah berlaku sejak dia masih kecil. Emily menyingkirkan segala pikirannya, kemudian dia kembali menyetop taksi dan taksi perlahan-lahan menuju area vila mewah milik keluarga Juwanda. Ada pesta jamuan makan di rumah itu karena hari ini adalah pertunangan Alika dan Kelvin Widjaja. Rumah itu telah dihiasi dengan sangat indah, dan para pelayan terlihat sibuk. Beberapa pekerja juga dipekerjakan untuk acara tersebut. Emily menuruni taksi dan berjalan perlahan memasuki area vila. Ketika dia berjalan melewati beberapa pekerja dan pelayan, mereka memperhatikannya. Terdengar percakapan dari mereka. "Wah, itu siapa yang datang? Sangat cantik sekali." Satu pelayan kemudian berbisik, "Dia itu anak haram yang tidak diakui oleh Tuan Tomi." "Benarkah?" "Ibunya hanya dinikahi siri. Saat Nyonya Mira hamil besar, ibunya datang dalam keadaan hamil besar juga, lalu menuntut pertanggungjawaban Tuan Tomi. Karena tidak ada pilihan lain, pada akhirnya Tuan Tomi menikahinya secara di bawah tangan. Kemudian di hari yang sama mereka melahirkan secara bersamaan." Satu pekerja menjadi semakin penasaran dengan cerita sang pelayan, kemudian dia mendekat untuk mendengarkannya dengan saksama. "Yang anehnya, Bu Lidya itu tidak tahu malu. Meskipun dia sudah dihina dan diusir oleh Tuan Tomi, tetapi dia selalu membuat berbagai macam alasan agar tetap bisa tinggal di rumah keluarga Juwanda. Bahkan rela menjadi pelayan." "Tapi anaknya, Emily itu tahu diri. Semenjak foto tidak senonohnya tersebar, dia pergi dari rumah dan tidak pernah kembali selama ini. Aku heran, kenapa hari ini dia berani muncul lagi? Apakah rasa malunya yang dulu sudah hilang?" "Hah, foto tidak senonoh seperti apa?" "Foto dirinya tidur dengan beberapa pria tersebar dan sampai ke tangan Tuan Tomi. Pada saat itu dia dipukuli habis-habisan dan diusir dari rumah. Bahkan pacarnya, Tuan Kelvin, memutuskan hubungan dengannya, dan hari ini justru bertunangan dengan Nona Alika." "Ternyata buah tidak jauh jatuh dari pohonnya, ya. Ibunya wanita murahan, anaknya pun menjadi jalang." "Benar, itu benar." Emily mendengar semua percakapan mereka, tapi dia hanya menjaga pandangannya agar tetap rendah, pura-pura tidak mendengar, dan melanjutkan langkahnya masuk ke ruangan tamu. Ibunya sudah menunggu di depan pintu dengan rasa tidak sabar. Begitu melihat Emily, Lidya langsung menariknya ke atas. Saat melalui tangga, Lidya langsung bertanya, “Apa kamu beneran sudah menikah?” Tidak ada emosi dalam suaranya, “Iya, aku sudah menikah.” “Baguslah. Kamu memang harus ingat posisimu sekarang. Kevin Widjaja akan menjadi tunangan adikmu. Dia dari keluarga terhormat dan terpandang di kota ini. Dia sama sekali tidak sebanding denganmu, karena kamu hanya anak haram. Hanya Alika-lah yang layak untuk menjadi istrinya.” Mendengar kata-kata itu, rasa dingin muncul di mata Emily. Kevin Widjaja, tuan muda kedua dari keluarga Widjaja yang terkemuka di ibu kota ini, pernah menjadi pacarnya selama bertahun-tahun. Tapi hubungannya harus kandas hanya karena sebuah foto yang bahkan dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi. Tepat di hari dia mendapatkan masalah itu, Kelvin justru melamar Alika.45. Hanya menikahi Pria tua. Felix datang.---Amelia kemudian menatap tajam ke arah Rania, matanya berkilat penuh kebencian.Dengan nada pedas dan penuh racun, ia berteriak:"Rania! Berani-beraninya kamu mendorong Ibuku?!Kamu memang senang menyiksa orang lain, ya!Ibuku sudah melakukan apa kepadamu sampai kamu begitu kejam?!Kamu memang… terlalu jahat!"Rania hanya menatap datar, malas menanggapi omong kosong itu.Dia membungkuk hendak mengambil kotak gaunnya yang terjatuh, namun tiba-tiba…Plaakkk!Harun Sanjaya memukulnya tepat di tangan.Kotak gaun kembali terlepas dan jatuh ke lantai.Rania merasakan rasa perih menyengat di tangannya, seolah disiram air panas.Bekas merah memanjang tampak jelas di kulitnya.Dengan napas tertahan, Rania mengangkat wajahnya.Tatapannya tajam dan jujur, suaranya tegas."Aku sama sekali tidak mendorongnya.Dia sendiri yang jatuh."Namun Harun Sanjaya masih membentak, suaranya semakin keras:"Minta maaf! Segera kamu minta maaf kepada Bibimu sekarang!
Rania mendengus kesal."Kamarnya Amelia begitu besar, apa masih tidak cukup untuk menyimpan barangnya?Ini kamarku, bukan tempat ganti bajunya!"Nada suaranya meninggi.Rania sangat marah.Bagaimanapun juga, kamar ini sudah penuh barang.Kalau memang bicara soal menikah, Rania juga akan menikah.Lalu kenapa semua barang Amelia justru dimampatkan ke kamarnya?Dan parahnya lagi, tidak ada satu pun yang memberitahunya lebih dulu!Di lantai dua ini masih banyak kamar kosong lainnya.Sinta mencoba menenangkan,"Kamu jangan marah ya, sekarang aku akan membereskannya."Lalu ia menoleh ke belakang,"Harun Sanjaya!""Apa lagi ini?"Harun Sanjaya naik ke lantai dua dengan wajah tidak senang."Kan kamu sekarang sudah tidak tinggal di rumah ini, dan kamarmu jadi kosong.Memangnya kenapa kalau Amelia memakainya sementara waktu?"Rania menatap Harun Sanjaya dengan tajam."Jadi… kamu begitu tidak menginginkan aku tinggal di sini?Aku baru beberapa hari menikah, tapi kalian sudah mengubah kamarku jad
Untungnya, sepanjang jalan Rania tidak bertemu polisi.Ia langsung memasukkan mobil ke dalam pintu vila keluarga Sanjaya.Mobil sport milik Kimy ini adalah mobil keluaran terbaru. Saat Rania turun, mobil itu langsung menarik perhatian.Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah belakangnya,"Rania?!"Rania berbalik badan.Di sana, Rangga berdiri dengan ekspresi terkejut, sama sekali tidak menyangka Rania bisa menyetir mobil sport semahal ini.Mobil itu model paling baru, harganya mencapai jutaan yuan."Bagaimana mungkin mereka membiarkan dia menyetir mobil semahal itu begitu santai?!" pikirnya kesal.Dari belakang, Rangga dan Nindy yang baru turun dari mobil juga melihat ke arahnya.Rania hanya mengangguk sopan, lalu membalikkan badan untuk masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara."Ibu, apakah kamu lihat sikapnya tadi?"Rangga berbicara dengan nada kesal."Wanita sialan ini… beraninya dia mengabaikanku?!"Bahkan dia tidak menyapaku."Benar-benar sombong sekali!" bentaknya, tak mamp
Oleh karena itu, dia bermalas-malasan sampai mendekati jam 4 sore.Kemudian Bibi Liu membawakan semua baju yang bisa dia pakai.Setelah mengganti baju baru, Rania turun.Di ruang tamu, Nenek Widjaja masih menonton drama Korea."Rania, kamu mau keluar?" tanyanya."Iya, Nenek. Aku mau ke rumah Keluarga Sanjaya.Aku akan cepat dan segera pulang.""Tepat sekali!Nenek akan menyuruh Kimy mengantarmu, dia juga sedang mau keluar.""Tidak perlu, Nenek...." Rania mencoba menolak.Tapi Nenek Widjaja langsung memanggil orang yang dimaksud,"Kimy! Kamu antar Rania pulang ke rumah Keluarga Sanjaya, ya."Rania merasa Kimy selalu menatapnya seperti musuh, bagaimana mungkin dia bersedia mengantarnya? Siapa tahu…"Baik." Kimy tersenyum, namun senyuman itu terlihat sangat palsu,"Ayo.""Kaki Rania masih terluka, kamu harus sangat hati-hati saat menyetir, mengerti tidak?"Nenek Widjaja dengan tegas mengingatkan Kimy."Tenang, Nenek. Aku pasti akan merawat kakak ipar baik-baik."Kimy berkata sambil terse
Walaupun sebenarnya mereka tidak melakukan apa pun kemarin malam, tapi sekarang Rania tak tahu harus menjawab apa.Sepertinya Nenek Widjaja sudah salah paham.Dengan canggung, Rania menuruni tangga.Di bawah, terlihat Kakek Widjaja sedang membaca koran di sofa ruang tamu.Di masa mudanya, Kakek Widjaja pernah ikut berperang, setelah itu ia mendalami dunia bisnis sangat lama.Auranya benar-benar terpancar seperti orang hebat.Hanya dengan duduk dan membaca koran tanpa berbicara pun, orang yang melihat bisa merasakan auranya yang sangat kuat.Rania langsung tersenyum manis dan menyapa ketika Kakek Widjaja menatapnya,"Kakek, selamat pagi."Kakek Widjaja dengan cepat mendesah dan menarik tatapannya, lalu berkata,"Anak muda zaman sekarang ya… kebiasaannya benar-benar tidak baik!Sangat kacau!"Rania hanya terdiam, "...."Dia merasa sangat canggung, kemudian langsung menghubungkan ucapan itu dengan apa yang dikatakan Nenek Widjaja tadi."Kalau Nenek Widjaja bilang semalam mendengarnya, be
"Halo.""Kak Aaron," jawab suara dari seberang panggilan.Aaron mengerutkan kening ketika mendengar suara itu, sepintas ia melihat wanita kecil yang sedang tidur memunggunginya lalu berjalan ke teras."Ada apa?" tanya Aaron dengan suara yang tenang, kemudian menyalakan sebatang rokok."Kak Aaron, apa kamu benar-benar telah menikah?""Iya.""Siapa dia?""Kamu tidak mengenalnya.""Apa kakakku kenal?""Dia juga tidak kenal.""Kak Aaron, aku selalu mengira kamu menyukai Amara. Kakak mengatakan kamu akan menikah dengan Amara, tetapi kenapa tiba-tiba kamu mencari wanita lain…""Aku ingin tidur, aku tutup dulu ya.""Kak Aaron..."Tanpa menjawab apa pun, Aaron langsung menutup telepon lalu dengan cepat menelepon ke nomor lain."Kamu mengatakan tentang pernikahanku kepada Fuji?" Ia bertanya kepada Fu Xihan."Kenapa, apa dia menelponmu?" Fu Xihan tersenyum menjawab pertanyaan Aaron,"Dasar, cepat sekali berhubungan dengan wanita lain."Aaron menghirup napas,"Aku rasa seharusnya kamu masih inga