Lidya lalu mendesaknya agar segera mencari pria lain untuk dinikahi agar memutus masa lalu mereka dan tidak membuat Alika sakit hati.
Pada saat itu, Emily tidak tahu apa yang harus dilakukan. Foto tidak senonohnya sudah tersebar, bagaimana dia bisa mendapatkan seorang suami dengan mudah? Dia melakukan kencan buta berkali-kali dan selalu mendapatkan penolakan. Sejak dulu memang seperti itu. Setiap kali ada kesalahan kecil, Emily akan mendapatkan kemarahan yang meluap-luap dari Lidya. Dan masalah hari itu adalah kesalahan yang sangat fatal baginya. Dulu, setiap kali ada konflik kecil di antara dia dan Alika, Lidya akan menuntutnya, memarahinya habis-habisan, dan bahkan memukulinya. Karena dia adalah anak haram, kelahirannya saja sudah menjadi dosa dan sebuah kesalahan. Tapi semenjak dia pergi dari rumah keluarga Juwanda, Emily tidak lagi terlalu bodoh. Ibu tetaplah ibu, tetapi rasa ketidakadilan dan sakit hati yang diberikan oleh ibunya terlalu dalam, hingga dia merasa percuma mempunyai seorang ibu. Akhirnya dia membuat sebuah keputusan, harus secepatnya lepas dari keluarga ini. Emily menatap ibunya dengan serius, kemudian dia berkata dengan tegas, “Kita sudah sepakat. Ibu tidak lupa, kan, kalau ini adalah permintaanmu yang terakhir?” Menurut Emily, ibunyalah yang bersalah . Hidupnya terus menempel pada keluarga Juwanda, rela melakukan apapun, bahkan rela menjadi pelayan hanya untuk bisa bertemu dengan pria itu setiap hari. Dia juga selalu ingin mendapatkan perhatian dari Alika, mendapatkan hati Alika, dan meredakan semua amarah Alika bahkan dengan cara menindas anaknya sendiri. Tetapi Emily tidak ingin terus-terusan merusak pikiran dan hidupnya hanya untuk Lidya. Pernikahan kali ini hanyalah sebagai balasan untuk Lidya yang sudah melahirkannya. Setelah itu, mereka akan segera berakhir. Tidak ada lagi hutang piutang dan tidak ada lagi hubungan antara ibu dan anak, itu sudah menjadi kesepakatan mereka. Lidya menjawab dengan kesal, “Kalau aku sudah bilang iya, artinya iya. Tidak perlu diulang-ulang lagi.” Langkah mereka tiba di kamar Alika. Gadis cantik itu berbalut gaun yang sangat indah. Dia duduk di sofa sembari sibuk memilih perhiasan. Emily datang hanya mengenakan pakaian sederhana, tapi dia tetap menjaga posturnya agar tegak, meskipun terlihat sangat berbeda dengan penampilan Alika. Begitu melihatnya, Alika langsung menyapanya dengan suara yang sedikit tidak suka. “Emily, untuk apa kamu kemari?” Belum sempat Emily menjawab, Lidya langsung menyela, “Alika sayang, apa kamu tahu kalau hari ini Emily sudah menikah?” Alika terkejut, “Oh, benarkah? Cepat sekali. Apa orang itu lebih baik dari Kelvin?” Lidya buru-buru menjawab dengan nada sedikit mengejek, “Tentu saja tidak! Tidak ada satu orang pun di seluruh ibukota ini yang lebih baik daripada Tuan Muda Kelvin. Alika, kamu kira dia bisa menemukan pria yang layak? Dia itu sudah sangat murahan. Pria yang dinikahinya sudah pasti pria sampah. Lihat saja, dia bahkan tidak berani membawanya datang kemari, kan?” “Dia takut penampilan suami sampahnya itu akan mengganggu pandanganmu.” Alika bertanya dengan rasa cemburu, “Tidak mungkin seperti itu. Emily itu sangat cantik. Buktinya saja, empat tahun Kelvin bisa tergila-gila padanya.” “Apa gunanya cantik kalau kelakuannya buruk? Ingatlah, statusnya itu hanya sampah! Siapa yang mau menikahinya? Tuan Muda Kelvin dulu hanya dibuat buta olehnya, hanya menganggapnya sebagai mainan dan hiburan sementara. Kamu, dengan statusmu, kamulah yang cocok untuk Tuan Muda Kelvin. Percayalah, Alika. Kalian akan menjadi pasangan yang paling serasi di ibukota ini.” Emily mengurutkan kening. Meskipun tampak seperti pria biasa, tetapi Felix sepertinya tidak cocok dengan apa yang dikatakan Lidya tentang pria sampah. Dilihat dari karakternya yang ramah dan lembut, masih jauh lebih baik dibanding dengan Reza pria pilihan ibunya. Tapi dia tidak ingin repot-repot meladeni komentar mereka. Itu sama sekali tidak penting lagi baginya. Alika selesai memilih perhiasan, lalu dia ingin memakai sepatu dan memanggil pelayan. Lidya segera mendorong Emily. “Anak tidak berguna, selalu saja tidak peduli. Ayo bantu dia memakai sepatunya!” Emily tidak merespon. Ibunya selalu seperti itu. Apa Lidya mengira jika dia masih seperti yang dulu? Lugu dan tidak tahu apa-apa, tidak tahu cara melawan bahkan saat diperlakukan semena-mena. Warna matanya sedikit menggelap, kemudian dia berkata dengan dingin, “Ibu kan sudah biasa menjadi pelayannya, kenapa harus aku?” “Emily! Beraninya kamu bicara seperti itu? Kamu pikir kamu sudah hebat karena sudah menikah? Suamimu mungkin hanya pria pengangguran! Suatu saat nanti kamu tetap membutuhkan keluarga ini juga!” Lidya kembali berkata, bahkan dengan nada yang lebih tinggi, “Kalau kamu tidak mau berbaik-baik dengan adikmu sekarang, suatu saat kamu akan malu jika kamu dan suamimu datang memohon bantuan padanya! Seharusnya kamu tahu diri, keluarga Juwanda-lah yang sudah membesarkanmu! Sudah seharusnya kita ini melayani keluarga mereka seperti pelayan!” Saat Emily hendak membantah lagi, sosok Tomi Juwanda muncul di pintu. Pria itu mengerutkan kening. “Kenapa kalian malah masih bertengkar disini? Apa tidak tahu kalau sebentar lagi tamu agung akan datang?” Alika tetap diam dengan wajah pura-pura polosnya. Lidya segera menyala, “Ini semua karena gadis murahan ini! Mentang-mentang hari ini dia sudah menikah, dia berani membantah ibunya sendiri!” Mendengar ucapan Lidya, Tomi langsung menoleh pada Emily. “Kamu sudah menikah? Kenapa kamu tidak memberitahuku? Kalau tahu kamu ingin menikah, aku bisa memilihkan calon suami yang baik untukmu.” “Itu tidak perlu. Aku bisa memilih sendiri.” “Baiklah, terserah kamu saja. Tapi mana surat sertifikat pernikahanmu? Biarku lihat, seperti apa pria itu.” Emily sebenarnya tahu, ayahnya hanya pura-pura peduli. Setelah ragu-ragu sejenak, dia mengeluarkan sertifikat pernikahannya dari dalam tasnya. Begitu melihatnya, Lidya langsung merampasnya dari tangannya. “Mana pria yang kamu nikahi, hah?! Aku ingin melihat tampangnya seperti apa!” Belum sempat Lidya membuka surat sertifikat, terdengar suara Alika bertanya pada ayahnya. “Ayah, memang siapa tamu yang akan datang? Ayah kok terlihat sangat gugup.” Begitu mendengar pertanyaan Alika, Tomi Juwanda langsung tersadar jika tamu agung itu sebentar lagi akan tiba. Wajahnya langsung cerah dan dia berkata penuh semangat, “Itu, Tuan Felix Widjaja!” Emily terkejut mendengarnya. Siapa? Felix? Kenapa namanya hampir mirip dengan nama pria yang baru saja menikah dengannya tadi? Alika terlihat bingung. “Siapa Tuan Felix Widjaja? Apa dia benar-benar penting? Kenapa nama belakangnya sama dengan nama Kelvin?” Emily juga penasaran.45. Hanya menikahi Pria tua. Felix datang.---Amelia kemudian menatap tajam ke arah Rania, matanya berkilat penuh kebencian.Dengan nada pedas dan penuh racun, ia berteriak:"Rania! Berani-beraninya kamu mendorong Ibuku?!Kamu memang senang menyiksa orang lain, ya!Ibuku sudah melakukan apa kepadamu sampai kamu begitu kejam?!Kamu memang… terlalu jahat!"Rania hanya menatap datar, malas menanggapi omong kosong itu.Dia membungkuk hendak mengambil kotak gaunnya yang terjatuh, namun tiba-tiba…Plaakkk!Harun Sanjaya memukulnya tepat di tangan.Kotak gaun kembali terlepas dan jatuh ke lantai.Rania merasakan rasa perih menyengat di tangannya, seolah disiram air panas.Bekas merah memanjang tampak jelas di kulitnya.Dengan napas tertahan, Rania mengangkat wajahnya.Tatapannya tajam dan jujur, suaranya tegas."Aku sama sekali tidak mendorongnya.Dia sendiri yang jatuh."Namun Harun Sanjaya masih membentak, suaranya semakin keras:"Minta maaf! Segera kamu minta maaf kepada Bibimu sekarang!
Rania mendengus kesal."Kamarnya Amelia begitu besar, apa masih tidak cukup untuk menyimpan barangnya?Ini kamarku, bukan tempat ganti bajunya!"Nada suaranya meninggi.Rania sangat marah.Bagaimanapun juga, kamar ini sudah penuh barang.Kalau memang bicara soal menikah, Rania juga akan menikah.Lalu kenapa semua barang Amelia justru dimampatkan ke kamarnya?Dan parahnya lagi, tidak ada satu pun yang memberitahunya lebih dulu!Di lantai dua ini masih banyak kamar kosong lainnya.Sinta mencoba menenangkan,"Kamu jangan marah ya, sekarang aku akan membereskannya."Lalu ia menoleh ke belakang,"Harun Sanjaya!""Apa lagi ini?"Harun Sanjaya naik ke lantai dua dengan wajah tidak senang."Kan kamu sekarang sudah tidak tinggal di rumah ini, dan kamarmu jadi kosong.Memangnya kenapa kalau Amelia memakainya sementara waktu?"Rania menatap Harun Sanjaya dengan tajam."Jadi… kamu begitu tidak menginginkan aku tinggal di sini?Aku baru beberapa hari menikah, tapi kalian sudah mengubah kamarku jad
Untungnya, sepanjang jalan Rania tidak bertemu polisi.Ia langsung memasukkan mobil ke dalam pintu vila keluarga Sanjaya.Mobil sport milik Kimy ini adalah mobil keluaran terbaru. Saat Rania turun, mobil itu langsung menarik perhatian.Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah belakangnya,"Rania?!"Rania berbalik badan.Di sana, Rangga berdiri dengan ekspresi terkejut, sama sekali tidak menyangka Rania bisa menyetir mobil sport semahal ini.Mobil itu model paling baru, harganya mencapai jutaan yuan."Bagaimana mungkin mereka membiarkan dia menyetir mobil semahal itu begitu santai?!" pikirnya kesal.Dari belakang, Rangga dan Nindy yang baru turun dari mobil juga melihat ke arahnya.Rania hanya mengangguk sopan, lalu membalikkan badan untuk masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara."Ibu, apakah kamu lihat sikapnya tadi?"Rangga berbicara dengan nada kesal."Wanita sialan ini… beraninya dia mengabaikanku?!"Bahkan dia tidak menyapaku."Benar-benar sombong sekali!" bentaknya, tak mamp
Oleh karena itu, dia bermalas-malasan sampai mendekati jam 4 sore.Kemudian Bibi Liu membawakan semua baju yang bisa dia pakai.Setelah mengganti baju baru, Rania turun.Di ruang tamu, Nenek Widjaja masih menonton drama Korea."Rania, kamu mau keluar?" tanyanya."Iya, Nenek. Aku mau ke rumah Keluarga Sanjaya.Aku akan cepat dan segera pulang.""Tepat sekali!Nenek akan menyuruh Kimy mengantarmu, dia juga sedang mau keluar.""Tidak perlu, Nenek...." Rania mencoba menolak.Tapi Nenek Widjaja langsung memanggil orang yang dimaksud,"Kimy! Kamu antar Rania pulang ke rumah Keluarga Sanjaya, ya."Rania merasa Kimy selalu menatapnya seperti musuh, bagaimana mungkin dia bersedia mengantarnya? Siapa tahu…"Baik." Kimy tersenyum, namun senyuman itu terlihat sangat palsu,"Ayo.""Kaki Rania masih terluka, kamu harus sangat hati-hati saat menyetir, mengerti tidak?"Nenek Widjaja dengan tegas mengingatkan Kimy."Tenang, Nenek. Aku pasti akan merawat kakak ipar baik-baik."Kimy berkata sambil terse
Walaupun sebenarnya mereka tidak melakukan apa pun kemarin malam, tapi sekarang Rania tak tahu harus menjawab apa.Sepertinya Nenek Widjaja sudah salah paham.Dengan canggung, Rania menuruni tangga.Di bawah, terlihat Kakek Widjaja sedang membaca koran di sofa ruang tamu.Di masa mudanya, Kakek Widjaja pernah ikut berperang, setelah itu ia mendalami dunia bisnis sangat lama.Auranya benar-benar terpancar seperti orang hebat.Hanya dengan duduk dan membaca koran tanpa berbicara pun, orang yang melihat bisa merasakan auranya yang sangat kuat.Rania langsung tersenyum manis dan menyapa ketika Kakek Widjaja menatapnya,"Kakek, selamat pagi."Kakek Widjaja dengan cepat mendesah dan menarik tatapannya, lalu berkata,"Anak muda zaman sekarang ya… kebiasaannya benar-benar tidak baik!Sangat kacau!"Rania hanya terdiam, "...."Dia merasa sangat canggung, kemudian langsung menghubungkan ucapan itu dengan apa yang dikatakan Nenek Widjaja tadi."Kalau Nenek Widjaja bilang semalam mendengarnya, be
"Halo.""Kak Aaron," jawab suara dari seberang panggilan.Aaron mengerutkan kening ketika mendengar suara itu, sepintas ia melihat wanita kecil yang sedang tidur memunggunginya lalu berjalan ke teras."Ada apa?" tanya Aaron dengan suara yang tenang, kemudian menyalakan sebatang rokok."Kak Aaron, apa kamu benar-benar telah menikah?""Iya.""Siapa dia?""Kamu tidak mengenalnya.""Apa kakakku kenal?""Dia juga tidak kenal.""Kak Aaron, aku selalu mengira kamu menyukai Amara. Kakak mengatakan kamu akan menikah dengan Amara, tetapi kenapa tiba-tiba kamu mencari wanita lain…""Aku ingin tidur, aku tutup dulu ya.""Kak Aaron..."Tanpa menjawab apa pun, Aaron langsung menutup telepon lalu dengan cepat menelepon ke nomor lain."Kamu mengatakan tentang pernikahanku kepada Fuji?" Ia bertanya kepada Fu Xihan."Kenapa, apa dia menelponmu?" Fu Xihan tersenyum menjawab pertanyaan Aaron,"Dasar, cepat sekali berhubungan dengan wanita lain."Aaron menghirup napas,"Aku rasa seharusnya kamu masih inga