Dia mendengar suara kembali dan itu tepat di balik jendela yang sedang ia intip."Hei.. Apa ada orang?" Bisik Emily, sambil mengetuk dengan pelan.Mendengar ada suara seseorang dari luar jendela, Felix yang saat itu sudah sangat lemah, hanya bisa menempelkan tangannya ke kaca jendela.Emily terjingkat ke belakang ketika melihat bayangan tangan seseorang. Hampir saja dia berlari dari sana kala itu. Tetapi setelah berpikir berulang,"Bagaimana jika seseorang itu Adalah korban penculikan?"Dia mendengar suara kembali dan itu tepat di balik jendela yang sedang ia intip."Hei.. Apa ada orang?" Bisik Emily, sambil mengetuk dengan pelan.Mendengar ada suara seseorang dari luar jendela, Felix yang saat itu sudah sangat lemah, hanya bisa menempelkan tangannya ke kaca jendela.Emily terjingkat ke belakang ketika melihat bayangan tangan seseorang. Hampir saja dia berlari dari sana kala itu. Tetapi setelah berpikir berulang,"Bagaimana jika seseorang itu Adalah korban penculikan?”Emily langsung
Felix merasa seperti dunia berputar, hampir menjatuhkan album yang ada di tangannya. "Apa… apa?" Mulut Felix terbuka, suaranya bergetar karena keterkejutan."Hehe. Dia terlihat berbeda, ya? Wajar saja, Emily tujuh tahun yang lalu sangat berbeda dengan sekarang. Pada waktu itu, dia masih tertekan oleh ibunya. Mana sempat dia merawat penampilannya," tambah Nyonya Mira tanpa menyadari bahwa Felix sama sekali tidak mendengarkan ceritanya. Felix hanya terdiam, terperangah mendengar kata-kata Juwanda."Jadi, jadi dia adalah Emily?""Haha... iya iya. Itu adalah foto Emily," jawab Nyonya Mira. Tiba-tiba, wajahnya terlihat murung, matanya menerawang ke masa lalu."Aku merasa bersalah tidak bisa membahagiakannya. Dia sangat menderita saat itu," ujarnya sambil menyeka sudut matanya yang mulai basah.Felix, yang berdiri di depan Nyonya Mira, hampir pingsan mendengar cerita itu. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis kecil dalam foto itu adalah Emily.Felix mencoba menahan diri untuk tidak lar
Ia segera menghubungi Adreno, dan langsung bertanya tanpa basa-basi ketika panggilan tersambung."Ayah. Apa yang sebenarnya kamu lakukan pada Emily?"Suara Adreno terdengar datar dan tanpa rasa bersalah, "Benar. Aku memang melakukan sesuatu. Kenapa? Tidak boleh?"Kelvin mengepalkan tangan. Marahnya tak terbendung."Aku sudah bilang, Ayah. Jangan pernah menyentuh Emily lagi!""Ayah hanya memberikan peringatan. Dia sendiri yang bersikeras tetap dekat dengan Felix. Jadi Ayah tak punya pilihan. Lagi pula, semua ini demi tunanganmu, calon istri yang Ayah restui. Wajar dong Ayah membantunya?"Tanpa sepatah kata pun, Kelvin langsung memutus panggilan. Dadanya sesak. Hatinya remuk. Emily… kini bukan hanya mantan kekasih baginya, tapi perlahan berubah menjadi seseorang yang berdiri di sisi berlawanan.Pantas saja Emily sangat dingin padanya tadi. Dan semua ini… tentu saja kembali ke satu nama: Alika.---Di kantor pusat Lewis Group.Ken tampak bergegas masuk ke ruang kerja Presdir dengan wajah
Tak berhenti di situ, anak Devis—Felix—juga jauh lebih unggul dibanding putranya sendiri, Kelvin.Ketika Devis berhasil membesarkan Lewis Group, rasa iri Adreno makin membara. Karena itu, dia mulai merancang rencana jahat: menyingkirkan kedua orang tua Felix’ Namun begitu Devis meninggal dunia, harapannya kembali pupus. Sebab Felix bangkit sebagai pemimpin yang jauh lebih kuat dan tak tergoyahkan.Kini, muncul Emily—istri Felix—yang sedang mengandung pewaris sah.Adreno tak tinggal diam. Apapun akan dia lakukan agar Felix tidak memiliki penerus. Dia tak peduli betapa liciknya langkah yang harus ia ambil.Di Rumah Besar Felix.Emily masih menunggu Felix pulang. Keadaannya sudah lebih baik, dan dia sudah bisa meninggalkan tempat tidur.Ponsel Emily berdering. Ia mengira itu panggilan dari Felix. Namun, ternyata itu dari Kelvin.Karena Emily menganggap Kelvin sebagai sahabatnya, ia menerima panggilan tersebut. Tapi baru saja menjawab, ia langsung mendengar suara cemas dari Kelvin."Emil
Di tempat lain, tiba-tiba Alika disergap oleh seseorang. Ia dibawa pergi dan dilempar ke dalam ruang bawah tanah yang gelap dan pengap.Ketakutan menyelimuti hati Alika. Tapi yang paling mengganggunya adalah rasa penasaran—siapa yang berani memperlakukannya seperti ini?Ia berpikir untuk segera menghubungi Felix. Keyakinannya sangat besar bahwa pria itu pasti akan menolongnya. Bukankah Felix tidak akan membiarkan penyelamatnya diperlakukan seperti ini?Namun saat Alika baru saja memikirkan hal itu, pintu ruang bawah tanah terbuka perlahan. Cahaya mulai menyusup ke dalam ruangan yang sebelumnya gelap pekat.Felix sudah berdiri di sana, bersama Ken.Awalnya Alika merasa sangat lega. Tak menyangka Felix bisa datang secepat itu, bahkan tanpa ia sempat menghubungi.Namun, nafas lega itu berubah menjadi kegelisahan saat melihat ekspresi Felix. Tatapan dingin dan menusuk yang belum pernah ia lihat sebelumnya.“Presdir Lewis. Apa kamu yang menculikku?” tanya Alika dengan suara gemetar.Felix
Semua orang di ruangan itu langsung saling berpandangan.Tiba-tiba Emily yang sejak tadi diam di tempat tidur, membuka suara."Felix… aku baru ingat sesuatu."Semua langsung menoleh padanya."Setelah Kakek pulang, aku sempat meletakkan kotak suplemen itu di meja ruang tamu. Aku belum membawanya ke kamar. Lalu…""Lalu apa, Emily?" desak Tuan Tua Widjaja."Saat itu… Alika datang. Aku memang tidak melihat dia melakukan apa pun, tapi dia menyuruhku membuatkan teh dan mengambil camilan."Wajah Felix langsung berubah. Ia memandang Ken tanpa mengatakan apa-apa.Ken langsung memahami maksud pandangan itu. "Aku akan periksa rekaman CCTV hari itu."Tanpa menunggu perintah, Ken segera keluar dari ruangan menuju ruang monitor."Aku ikut," ujar Tuan Tua cepat.Felix mengangguk, lalu menoleh lagi pada Emily."Beristirahatlah. Jangan khawatir, aku akan urus semua ini. Kali ini, aku tidak akan membiarkan pelakunya lepas, Emily."Emily mengangguk pelan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.Di ruang mon