Share

Bab 4 Aluna Menghilang

Author: Cynta
last update Huling Na-update: 2025-07-30 22:42:45

Suasana restoran siang itu cukup tenang. Aroma makanan lezat mulai menyebar, menambah kenyamanan suasana pertemuan penting antara dua keluarga.

“Akhirnya kita bisa bertemu lagi, Pak Ardian, Bu Tania..” ujar Pak Dirga dengan senyum hangat, tangannya terulur menyambut kedatangan teman lamanya. Ada nada penuh memori di suaranya, seperti menyingkap persahabatan lama yang kembali tersambung.

“Terima kasih, Pak Dirga, Bu Lestari. Kami senang kita bisa bertemu siang ini.. Maaf ya sudah menunggu kami.. Dan terima kasih undangan makan siangnya..” balas Pak Ardian sambil menjabat tangan mereka bergantian, terlihat akrab dan sopan.

Bu Tania yang elegan tersenyum sopan, sementara Kayla berdiri di belakang mereka dengan senyum tak sabar yang ditahan-tahan.

Raka, yang sejak tadi hanya sibuk menunduk menatap ponselnya, akhirnya mendongak juga. Tanpa banyak ekspresi, ia ikut bersalaman sekadarnya. Tak ada antusiasme di sorot matanya, bahkan bisa dibilang dingin. Tapi senyum manis Kayla langsung mengembang saat pandangan mereka bertemu.

‘OMG.. Seganteng ini, siapa yang sanggup menolak perjodohan.. Aku sih iyes..!’ batinnya kegirangan, nyaris membuat pipinya merona sendiri.

“Kalian kenalan gih, jangan malu-malu..” ucap Pak Dirga sambil memberi tatapan tegas ke arah Raka. Kalimat itu terdengar ringan, tapi aura perintahnya tak bisa diabaikan.

Raka menghela napas panjang, jelas tampak enggan. Namun, tatapan tajam ayahnya memaksanya untuk bergerak. Dengan malas, ia mengulurkan tangan pada Kayla.

“Raka..” ucapnya singkat, datar.

“Kayla..” balas gadis itu dengan senyum selembut kapas, seolah sedang menyambut seorang pangeran impiannya.

Namun sayangnya, di mata Raka, senyuman itu tidak lebih dari pemanis buatan.

“Nah gitu kan enak kalau saling kenal..” komentar Pak Dirga, tampak puas melihat putranya tidak langsung meledak seperti biasanya.

“Kalau tak kenal maka tak sayang..!” timpal Pak Ardian sambil tertawa kecil. Suasana jadi lebih cair ketika Bu Tania dan Bu Lestari ikut tersenyum dan tertawa ringan, mengenang masa lalu dan berbagi cerita tentang anak-anak mereka.

Percakapan antar orang tua mengalir begitu hangat. Tertawa kecil, saling menimpali, bercerita tentang pekerjaan dan masa lalu mereka di kampus. Tapi di sudut meja, suasana justru terasa beku.

Raka tampak sibuk menggerakkan kakinya di bawah meja, seperti ingin kabur dari sana secepat mungkin. Tangannya memainkan sendok garpu, sekadar mengalihkan diri dari tatapan tajam dan terang-terangan dari Kayla yang tak berhenti mengamatinya.

‘Hhhh.. Cowok ini dingin banget, gua dicuekin.. Apa mungkin dia suka cewek yang agresif ya..?’ Kayla menggigit bibir bawahnya sambil menimbang. ‘Mmm.. Aku coba mulai ngobrol dulu kali ya..’

Dengan suara lembut, dia mencoba menyapa, “Mmm.. Kamu..”

Tapi sebelum Kayla sempat melanjutkan, suara Pak Dirga memotong pembicaraan. Lebih keras, lebih tegas, dan langsung menggelegar seperti bom kecil di antara meja makan mereka.

“Nah, kalian udah saling kenal, kan..?! Gimana kalau kalian kita jodohkan saja, apa kalian setuju?!”

Semua langsung terdiam.

Beberapa detik keheningan seperti waktu membeku. Pandangan semua orang kini tertuju pada dua anak muda yang duduk bersebelahan namun seperti berasal dari dunia berbeda.

“Aku setuju..!” jawab Kayla nyaris bersamaan, suaranya riang dengan senyum di wajahnya.

Raka mendorong kursinya, kemudian berdiri berniat meninggalkan acara makan malam itu. “Aku sudah punya.”

Kedua orang tua saling berpandangan, tampak bingung harus menertawakan atau justru khawatir dengan jawaban kedua anak mereka yang tidak sama.

***

Langkah kaki Radit tergesa-gesa melewati lorong rumah sakit yang tampak sepi. Nafasnya terengah-engah menuju kamar VIP untuk menjemput seseorang.

“Aluna, maaf terlambat jemput.” serunya keras, sambil mendorong pintu ruang rawat inap VIP tempat Aluna dirawat sejak semalam.

Namun langkah kakinya langsung terhenti di ambang pintu. Nafasnya tercekat. Matanya tertuju ke dalam ruangan yang tampak kosong.

Tempat tidur pasien itu telah dirapikan dengan sempurna. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Aluna, bahkan tidak ada sandal, botol air, atau sisa bungkus makanan ringan seperti tadi pagi. Tirai jendela pun sudah terbuka, membiarkan cahaya menerobos masuk dalam ruangan hening itu.

Tanpa pikir panjang, Radit berbalik dengan langkah tergesa-gesa menemui Raka di ruang tunggu.

“Raka..! Gawat..!” Serunya, dia duduk disamping laki-laki itu.

“Ada apa..?” Alis Raka terangkat dengan tatapan dingin penuh tanya.

“Mmm.. Kamar Aluna kosong.. Dia.. Gak ada di kamarnya..!” Radit berkata dengan ragu.

“Kamu serius..?!” Mata Raka menajam.

“Aku serius, Ka..!”

Seketika itu Raka berdiri di berjalan menghampiri meja perawat tak jauh dari tempat duduknya.

“Suster.. Suster..!” panggilnya sambil menepuk meja, membuat seorang perawat muda menghentikan ketikannya di komputer dan menoleh karena terkejut.

“Pasien di ruangan VIP 1 kemana ya..? Kenapa ruangan kosong..?” tanya Raka, nadanya tinggi dengan tatapan tajam.

“Oh, Bu Aluna ya..?!” perawat itu memastikan, mencoba bersikap sabar melihat ekspresi Raka.

Laki-laki itu mengangguk tegas, matanya menajam mencari jawaban di ekspresi si perawat. “Iya benar.. Aluna.. Dimana dia..?!” tanyanya dengan suara dingin.

“Bu Aluna sudah pulang 30 menit yang lalu,” jawab perawat itu dengan tenang, seolah hal itu bukan masalah besar.

Deg.

Jantung Raka seperti berhenti sejenak.

“A-apa...?” gumamnya tak percaya. “Dia.. Dia udah pulang.?” gumamnya lirih.

Tidak lama suaranya kembali meninggi, “Dia pulang dengan siapa, Suster..? Apa ada keluarga yang menjemputnya..?!” tanya Raka dengan tidak sabar, matanya menyipit, mencoba menahan amarah dan kepanikan sekaligus.

“Mmm... Gak ada, sepertinya pulang sendiri..” jawab si perawat sambil kembali menatap layar komputernya, merasa tugasnya selesai.

Raka terdiam sesaat.. Rahangnya mengeras karena bingung.. Pikirannya langsung dipenuhi berbagai kemungkinan. ‘Kenapa Aluna pergi? Kenapa tidak menunggu? Atau.. Dia sedang mencoba kabur setelah menerima kartu itu..?’

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 6 Kecelakaan Bibir

    Raka menghentikan mobil sport hitamnya tepat di depan sebuah gedung pencakar langit yang berkilau di sore hari.Aluna melongok keluar jendela. “Ini– rumah?”“Turun,” jawab Raka singkat, tanpa menjawab sindiran.Mereka masuk lift pribadi. Suara musik lembut mengisi ruang sempit itu, tapi hawa di antara mereka tegang.Aluna menatap angka lantai yang terus naik. “Ini mau kemana sih atau lo—”Raka meliriknya dingin. “Gue nggak punya waktu buat pikiran kotor lo.”“Ck, semua juga kayak gitu.”“Diam.” Nada Raka memotong cepat.Pintu lift terbuka di lantai teratas. Penthouse itu luas, mewah, dan penuh kaca yang menampilkan panorama kota.“Ini kamar lo.” Raka membuka pintu di sisi kiri.Aluna melangkah masuk. Ruangannya nyaris setara presidential suite hotel bintang lima. Tempat tidur king-size, balkon pribadi, kamar mandi marmer dengan bathtub besar.“Serius?”“Ya.” jawab Raka datar.Aluna menoleh dan tersenyum tipis. “Makasih ya… walau gue masih curiga lo modus.”Raka menghela napas. Aluna

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 5 Bertemu Lagi..

    Aluna melangkah keluar dari taksi, menatap megahnya pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Tangannya menggenggam erat kartu hitam pemberian Raka."Hhhh… semalam di rumah sakit rasanya udah pengap banget. Sekarang waktunya melanjutkan hidup," gumamnya sambil mengangkat dagu, berusaha menepis rasa sesak didalam hatinya. Aluna langsung menuju toko ponsel. Setelah memilih iPhone terbaru, senyum tipis tersungging di bibirnya. “Bukan buat gaya-gayaan… ini investasi kerja,” bisiknya pada diri sendiri. Laptop canggih jadi target berikutnya, untuk melamar kerja dan, katanya untuk mulai hidup normal.Beberapa jam kemudian, tangannya sudah penuh dengan paper bag berisi ponsel, laptop, dan beberapa set pakaian. Bukan barang mewah, tapi cukup untuk membuatnya percaya diri.‘Ini barang pinjaman,’ batinnya mantap, meski bayangan tatapan tajam Raka masih mengganggu pikirannya.**Di kantor, Raka duduk di kursi CEO-nya. Rahangnya mengeras, matanya tajam menatap layar komputer. Radit duduk di sebera

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 4 Aluna Menghilang

    Suasana restoran siang itu cukup tenang. Aroma makanan lezat mulai menyebar, menambah kenyamanan suasana pertemuan penting antara dua keluarga. “Akhirnya kita bisa bertemu lagi, Pak Ardian, Bu Tania..” ujar Pak Dirga dengan senyum hangat, tangannya terulur menyambut kedatangan teman lamanya. Ada nada penuh memori di suaranya, seperti menyingkap persahabatan lama yang kembali tersambung. “Terima kasih, Pak Dirga, Bu Lestari. Kami senang kita bisa bertemu siang ini.. Maaf ya sudah menunggu kami.. Dan terima kasih undangan makan siangnya..” balas Pak Ardian sambil menjabat tangan mereka bergantian, terlihat akrab dan sopan. Bu Tania yang elegan tersenyum sopan, sementara Kayla berdiri di belakang mereka dengan senyum tak sabar yang ditahan-tahan. Raka, yang sejak tadi hanya sibuk menunduk menatap ponselnya, akhirnya mendongak juga. Tanpa banyak ekspresi, ia ikut bersalaman sekadarnya. Tak ada antusiasme di sorot matanya, bahkan bisa dibilang dingin. Tapi senyum manis Kayla langsung

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 3 Sebuah Tawaran

    Aluna mengerjapkan mata beberapa kali, pandangannya masih buram dan samar. Ia mengernyit, merasa terusik oleh suara langkah dan gerakan yang tidak dikenalnya. Ketika kesadarannya pulih sepenuhnya, matanya langsung menangkap sosok pria yang berdiri tak jauh dari ranjangnya. “Hei..! Apa yang lo lakukan..?! Lo tadi sentuh gua, ya..?!” serunya, suara serak namun penuh kecurigaan dan amarah, matanya menatap nyalang. Raka tak langsung menjawab. Pandangannya hanya melirik sekilas, lalu kembali ke tangannya yang merapikan selimut di ujung ranjang. Gerakannya tenang, terukur, seolah semua yang ia lakukan memang harus rapi dan presisi. “Selimut lo berantakan,” ucapnya datar, tanpa menoleh. “Sebentar lagi perawat datang. Jam sembilan dokter periksa. Kalau hasilnya baik, lo bisa pulang.” Dia menyilangkan tangannya di dada, menatap tajam kearah Aluna. “Memangnya jam berapa sekarang?!” tanya Aluna sambil menoleh ke kanan kiri, mencari keberadaan jam dinding. Jam tujuh,” jawab Raka tetap t

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 2 Dia..?

    Lampu redup di kamar VIP itu membuat bayangan jatuh di wajah pucat Aluna. Nafasnya mulai teratur, meski tatapan matanya masih waspada. “Namamu siapa?” Aluna menjawab seraya membuka mata perlahan. “Al–una.” “Oh… Aluna,” Radit memecah keheningan, suaranya lega. “Maaf ya, tadi temenku nggak sengaja nabrak kamu.” Dia melirik sekilas ke Raka, lalu kembali fokus. “Sekarang gimana? Masih sakit di bagian kepala?” Aluna menutup mata sejenak, menarik napas dalam. “Pusing,” jawabnya singkat. “Oke, aku panggil dokter dulu,” ucap Radit sambil menekan tombol panggil perawat di sisi ranjang. Hening kembali menyelimuti ruangan. Raka, yang sejak tadi bersandar di sofa, mengalihkan pandangan ke jendela. Tapi matanya sesekali melirik Aluna, menelusuri wajah itu seperti mencari potongan memori yang hilang. ‘Kenapa mata itu nggak asing…? Siapa sebenarnya perempuan ini?’ pikirnya. Aluna bisa merasakan tatapan itu. Dingin, tajam, tapi juga seakan menuntut jawaban. Tatapan yang membuatnya ter

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 1 Kepergian Aluna

    “Tega sekali kamu menipu kami! Bisa-bisanya mengaku sebagai anak kami?! Mengarang cerita dan membuat kami percaya?!”Tamparan itu telak menampar hidup Aluna. Sudah beberapa hari kedua orang tuanya, Pak Ardian dan Bu Tania, pergi ke luar kota. Dan hari ini... mereka kembali. Namun, bukan pelukan hangat atau senyuman rindu yang menyambutnya. Justru suara dingin dan tajam itu yang lebih dulu membelah udara.Dadanya berdegup kencang, wajahnya menegang. Ia melihat Mamanya berdiri di ruang tamu, matanya merah, namun sorotnya tidak lagi lembut seperti dulu.“A... Apa maksud Mama?” suara Aluna bergetar, nyaris tidak keluar dari tenggorokannya.Wanita yang selama ini ia panggil ‘Mama’ itu menatapnya seolah Aluna adalah parasit, penipu yang menjijikkan. Tak lama, Pak Ardian muncul dari arah belakang. Wajahnya tegas dan penuh kekecewaan.Suara itu... suara yang dulu selalu menjadi tempatnya berlindung, kini menghantamnya hati Aluna yang seketika itu hancur. “Aku gak ngerti... Aku gak ngerti m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status