Share

Bab 5 Bertemu Lagi..

Author: Cynta
last update Last Updated: 2025-07-31 01:03:38

Aluna melangkah keluar dari taksi, menatap megahnya pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Tangannya menggenggam erat kartu hitam pemberian Raka.

"Hhhh… semalam di rumah sakit rasanya udah pengap banget. Sekarang waktunya melanjutkan hidup," gumamnya sambil mengangkat dagu, berusaha menepis rasa sesak didalam hatinya. 

Aluna langsung menuju toko ponsel. Setelah memilih iPhone terbaru, senyum tipis tersungging di bibirnya. “Bukan buat gaya-gayaan… ini investasi kerja,” bisiknya pada diri sendiri. Laptop canggih jadi target berikutnya, untuk melamar kerja dan, katanya untuk mulai hidup normal.

Beberapa jam kemudian, tangannya sudah penuh dengan paper bag berisi ponsel, laptop, dan beberapa set pakaian. Bukan barang mewah, tapi cukup untuk membuatnya percaya diri.

‘Ini barang pinjaman,’ batinnya mantap, meski bayangan tatapan tajam Raka masih mengganggu pikirannya.

**

Di kantor, Raka duduk di kursi CEO-nya. Rahangnya mengeras, matanya tajam menatap layar komputer. Radit duduk di seberang meja, memantau suasana.

“Dia pulang sendiri..” suara Raka terdengar dingin.

Radit mengangguk pelan. “Iya. Gue juga gak nyangka dia—”

Tiba-tiba suara notifikasi dari ponsel Raka memotong pembicaraan. Raka menurunkan pandangan ke layar. Satu, dua, tiga… notifikasi transaksi muncul berturut-turut.

Pembelian ponsel – Rp 25.000.000

Pembelian laptop – Rp 18.000.000

Pakaian – Rp 7.500.000

Radit melirik. “Waduh… kayaknya kartu lo kepake, Ka.”

“Gue tau,” jawab Raka datar, tapi matanya menyala penuh perhitungan. Dia menutup laptopnya dengan suara keras dengan sikap dingin. “Gue udah nemuin dia.”

Radit mengangkat alis. “Lo yakin mau nyamperin? Si cewek itu kayaknya—”

“Dia pikir bisa kabur setelah ambil duit gue?” potong Raka. “Bukan masalah nominalnya, Dit. Dia gak ngerti… sekali gue bilang deal, itu berarti dia setuju dengan peraturan gue! Dan sekarang cewek itu harus ketemu, jangan sampai dia coba kabur dari gue

Radit tersenyum miring. “Oke, bos. Jadi, kita ke mall?”

Raka berdiri, meraih jasnya. “Bukan cuma mall. Kita ke semua tempat yang ada di daftar transaksinya. Dia gak akan jauh dan harus ketemu.”

**

Aluna baru saja keluar dari butik terakhir, langkahnya ringan meski tangannya dipenuhi paper bag belanjaannya. Dia berhenti sebentar di dekat kafe, berniat istirahat sambil minum kopi.

Namun, langkahnya terhenti saat merasakan hawa dingin di belakang punggungnya. Perlahan, dia menoleh.

Raka berdiri tak jauh, setelan jasnya rapi, kedua tangannya dimasukkan ke saku. Tatapannya tajam, tenang, tapi penuh tekanan yang membuat jantung Aluna berdetak dua kali lebih cepat. Radit berdiri sedikit di belakang, memandang situasi itu dengan ekspresi, ‘seru ini’.

“Belanjaan lo udah banyak,” suara Raka terdengar datar, tapi entah kenapa Aluna merasa seperti baru saja ketahuan mencuri di depan polisi.

“Lo mau nguras isi kartu, lalu mencoba menghilang..?!” tatapan Raka menajam memperhatikan paper bag di tangan Aluna, sebelum matanya menusuk ke arah perempuan itu. 

Aluna mengangkat dagu, mencoba terlihat santai. “Cuma pinjem. Nanti dibalikin kalau udah kerja.”

Raka melangkah mendekat. “Gak butuh lo balikin uangnya. Gue butuh lo ngerti… kalau lo udah sepakat dan terikat sama gue, lo gak bisa kemana-mana tanpa izin gue. Paham?!”

Aluna terdiam. Untuk pertama kalinya, nada dingin itu membuatnya merasa… bukan hanya terpojok, tapi juga ditekan..

Tatapan Raka tidak lepas dari wajah Aluna. Dinginnya menembus, seperti hendak membongkar semua isi pikirannya.

“Kenapa lo pergi diam-diam dari rumah sakit? Lo nyoba kabur, hah?” suaranya rendah tapi mengandung tekanan yang membuat Aluna refleks menggenggam erat paper bag di tangannya.

“Bukan…,” jawabnya cepat. Nafasnya sedikit tercekat, tapi dia berusaha terdengar santai. “Gua cuma… nggak tahu harus hubungin siapa waktu suster bilang gua boleh pulang. Lo tau kan, gua gak bawa apapun. Ponsel juga gua gak bawa..”

“Kan udah gue bilang, lo tunggu Radit jemput! Kenapa justru lo kabur?!” Raka masih tidak Terima dengan jawaban Aluna. 

“Ck, Gua gak tau Radit datang jemput jam berapa. Karena gak lama lo pergi, dokter periksa dan boleh langsung pulang..” Aluna menjelaskan dengan nada serius, seakan meyakinkan Raka. 

Raka masih menatap tajam, seolah menimbang kebohongan di setiap kata. “Harusnya lo tetep tungguin! Jangan main kabur dan ngabisin isi kartu doang.”

Aluna mengangkat bahu, matanya menatap lurus. “Sengaja, biar lo notice. Biar dicariin.” Dia menghela napas, lalu menambahkan, “Bukan buat manfaatin lo, cuma… pengen lo nemuin gua. Gak ngilang begitu aja.”

Alis Raka sedikit terangkat, tapi wajahnya tetap datar. “Dan barang-barang ini?”

“Katanya boleh pake?”

Hening beberapa detik. Raka menatapnya lama, ekspresinya sulit ditebak. Lalu, tanpa sepatah kata, dia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar mall.

“Ayo, ikut!” Suara Raka singkat dan tegas seperti perintah yang tak bisa dibantah. 

“Eh, tunggu! Ikut kemana?” seru Aluna sambil setengah berlari menyusulnya.

Raka berhenti, menoleh setengah. Sorot matanya dingin tapi tajam, seperti mengingatkan sesuatu yang tidak boleh dilupakan. “Kesepakatan kita, Aluna. Lo itu pacar kontrak gue. Lo ikut gue… kemana pun gue mau.”

Seketika, dada Aluna terasa sesak. Bukan karena takut… tapi karena entah kenapa, tatapan itu membuatnya sulit berpaling.

“Lo mau minta.. Tinggal bareng? tanya Aluna ragu. 

“Hmm.. Sesuai kesepakatan!”

“Tapi—”

“Gausah membantah.” melirik tajam ke arah Aluna. 

‘Ah.. Sial.. Apa gua masuk kandang macan ya..?!’ gumam Aluna dalam hati, ada rasa menyesal dan juga was-was saat ini. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Za_dibah
Bukan kandang macan, tapi kandang singa xixixi...
goodnovel comment avatar
Cynta
memang ya.. hihihi
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
cocok mereka berdua
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 175 Godaan Raka

    ​Meskipun harus kembali ke kantor, langkah Aluna terasa ringan. Semua beban, dendam, dan rasa bersalah telah terselesaikan. Alvian menemukan kedamaian, dan Kayla menerima takdirnya. Sekarang, hanya ada Raka, dan masa depan yang akan mereka bangun bersama.​Di dalam mobil mewah Raka, suasana tegang yang menyelimuti mereka pagi tadi berganti menjadi kehangatan. Raka sesekali mencuri pandang, tersenyum bangga pada Aluna.​“Lo cantik sekali hari ini, Sayang. Rasanya pengen kunci pintu kantor dan lanjutin terapi relaksasi kita,” bisik Raka, tangannya diam-diam menyentuh lembut paha Aluna yang tertutup rok.​Aluna memukul tangan Raka dengan lembut. “Raka! Jangan mulai! Kita sudah janji untuk profesional. Ingat, gua sekretaris baru lo. Gua harus menunjukkan performa terbaik gua.”​“Hmm… Performa lo di ranjang semalam sudah yang terbaik, sayang. Dan gua suka sekali roleplay untuk Tuan CEO dari sekretaris pribadinya,” Raka menggoda, matanya berkilat penuh makna.​Wajah Aluna memerah, tetapi ia

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 174 Pengakuan dan akhir kebohongan

    ​Alvian menghentakkan tangan Kayla begitu keras sampai pelukan wanita itu akhirnya terlepas. “Kamu sendiri yang membuat aku membencimu, Kayla.. Sejak awal kamu tau kalau aku kembaran Aluna, kan?! Dan kamu memanfaatkan aku untuk menyakiti Aluna.. Ternyata kamu jahat Kayla..!” Alvian tampak kecewa pada Kayla, wanita yang selama ini jadi adik angkat yang selalu ia sayangi dan hampir membuatnya mencintainya ternyata begitu jahat. Kemudian Alvian menoleh ke Raka. “Raka… Aku sudah mengingat semuanya. Aku menyayangi Aluna, tapi bukan sebagai suami. Aku menyayanginya sebagai saudaraku, perasaan kami terhubung. Aku yang seharusnya di sisinya saat itu justru hampir menyakitinya, tapi sekarang ada kamu.. Kamu adalah orang yang tepat untuk melindungi Aluna, Raka. Sementara aku.. Aku hampir menghancurkan kehidupannya.” ​Aluna melepaskan pelukan Raka dan berjalan perlahan ke Alvian. ​“Tidak Alvian.. Kita saudara. Kita kembar. Aku memaafkanmu,” kata Aluna lembut. Ia memeluk Alvian erat. Alvian me

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 173 Luka yang mendalam

    ​Aluna berdiri di hadapan Kayla, tatapan matanya nanar, dipenuhi campuran kebencian dan rasa sakit mendalam. Ia tidak lagi melihat Kayla sebagai saudara tiri, melainkan sebagai racun yang harus segera ia basmi. ​PLAAKK ​Suara tamparan pertama itu memecah ketegangan di ruang mediasi. Semua orang tersentak. Raka segera bergerak maju, tetapi berhenti saat Aluna mengangkat tangan, mengisyaratkan bahwa ia bisa menghadapinya. ​“Itu tamparan untuk apa yang kamu lakukan padaku selama ini,” kata Aluna, matanya mulai berkaca-kaca, namun suaranya tegas. ​PLAAKK ​Tamparan kedua mendarat lebih keras. ​“Itu tamparan karena kamu memanfaatkan Alvian! Membuatnya membenciku, dan membuatnya seperti sekarang!” nada bicara Aluna naik satu oktaf, menunjukkan luapan emosi yang selama ini ia pendam. ​Kayla memegang pipinya yang memerah, matanya memancarkan api kemarahan. Ia tidak lagi peduli dengan petugas di sampingnya. ​“Itu belum cukup, Aluna! Lo sudah mengambil semuanya dari gua!” teriak

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 172 Kenyataan tidak terduga

    Pintu kembali terbuka, Pak Wijaya masuk bersama Bu Lestari, orangtua Raka. Mereka tidak menyangka kalau Pak Wijaya sempat hadir saat ini.. Mereka berdua duduk di samping Pak Ardian dan Bu Tania. “Baik, karena semua sudah datang, saya akan mulai dengan Pak Aditya..” Tatapan Raka teruji pada pria pria paruh baya yang merupakan papa angkat Alvian, orang yang menemukan Alvian pertama kali. “Pak Aditya, apa anda yang menemukan Alvian saat itu..?” tanyanya dengan tatapan menyelidik. “Iya saya menemukan Alvian terdampar di tepi laut saat pagi, kondisinya sangat buruk.. Saya membawanya kerumah sakit, setelah dia sadar saya membawanya pulang. Tapi tidak lama saya harus keluar negeri jadi pemulihannya saya lanjutkan disana, karena Citra dan Kayla tinggal di sana..” Pak Aditya menjelaskan dengan tetap tenang. “Paa anda tau latar belakang Alvian?” Raka melanjutkan pertanyaan seperti sedang mengintrogasi. “Saya tidak tau, tapi karena saya punya anak perempuan, saya pikir akan Alvian

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 171 Ruang Mediasi Keluarga

    ​Ruang mediasi itu steril dan impersonal, dengan meja panjang di tengah dankursi-kursi yang ditempatkan berjauhan. Ini bukan ruang rekonsiliasi, melainkan arena pertarungan psikologis. ​Saat Raka memimpin Aluna masuk, semua mata tertuju pada mereka. ​Di satu sisi meja, duduk Pak Ardian dan Bu Tania. Wajah mereka memancarkan campuran kesedihan mendalam dan harapan. Bu Tania berdiri, air mata menetes melihat Aluna, putrinya yang selama ini hilang. Namun, tatapan tajam Raka mengisyaratkan bahwa ini bukan saatnya untuk emosi pribadi. ​Di sisi lain, duduk Bu Citra dan Pak Aditya. Bu Citra tampak lelah, matanya bengkak, tetapi masih menyiratkan kebencian. Ia memelototi Aluna, seolah Aluna adalah penyebab semua penderitaan putrinya. Pak Aditya tampak lebih netral, ia hanya menunduk, malu dan pasrah. ​Raka mengajak Aluna duduk tepat di tengah, di sampingnya, menguasai meja. Aluna langsung bersandar sedikit padanya, mencari kehangatan. ​“Selamat pagi. Terima kasih sudah hadir,” Raka m

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 170 Pertemuan yang meresahkan

    Sebelum menjawab pertanyaan Radit, Raka menoleh kearah Aluna, ​“Pak Ardian dan Bu Tania,” kata Raka, menyebut nama orang tua Aluna yang asli. “Mereka adalah orang tua Aluan dan Alvian. Mereka harus melihat Aluna dan Alvian menyelesaikan masalah mereka dan memastikan keduanya memang kembar dan minta mereka bawa foto kecil keduanya. Dan lo juga harus undang Bu Citra dan Pak Aditya, sebagai orang tua Kayla serta orang tua angkat Alvian.”​Radit terkejut. “Bu Citra dan Pak Aditya? Raka, bukannya itu akan semakin memperkeruh suasana?”​Raka menggeleng. “Gak. Ini penting. Bu Citra harus melihat kejahatan Kayla secara langsung, agar dia berhenti memohon kebebasan Kayla dan menerima kenyataan. Pak Aditya harus melihat sendiri, dan menjadi saksi tentang Alvian. Ini adalah pengadilan terakhir, Radit. Pengadilan keluarga, sebelum pengadilan negara.”​“Tapi, Raka, mereka semua dalam posisi yang sangat emosional. Terutama Bu Citra,” Radit memperingatkan.​“Gua tahu. Makanya, atur pengamanan ketat.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status