Share

Bab 3 Sebuah Tawaran

Author: Cynta
last update Last Updated: 2025-07-30 09:01:22

Aluna mengerjapkan mata beberapa kali, pandangannya masih buram dan samar. Ia mengernyit, merasa terusik oleh suara langkah dan gerakan yang tidak dikenalnya. Ketika kesadarannya pulih sepenuhnya, matanya langsung menangkap sosok pria yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.

“Hei..! Apa yang lo lakukan..?! Lo tadi sentuh gua, ya..?!” serunya, suara serak namun penuh kecurigaan dan amarah, matanya menatap nyalang.

Raka tak langsung menjawab. Pandangannya hanya melirik sekilas, lalu kembali ke tangannya yang merapikan selimut di ujung ranjang. Gerakannya tenang, terukur, seolah semua yang ia lakukan memang harus rapi dan presisi.

“Selimut lo berantakan,” ucapnya datar, tanpa menoleh. “Sebentar lagi perawat datang. Jam sembilan dokter periksa. Kalau hasilnya baik, lo bisa pulang.” Dia menyilangkan tangannya di dada, menatap tajam kearah Aluna.

“Memangnya jam berapa sekarang?!” tanya Aluna sambil menoleh ke kanan kiri, mencari keberadaan jam dinding.

Jam tujuh,” jawab Raka tetap tanpa ekspresi, namun ada sesuatu di nadanya yang membuat Aluna merasa itu bukan sekadar jawaban, lebih seperti pernyataan yang tak bisa dibantah.

Aluna menoleh cepat, matanya menyipit curiga. “Kenapa lo yang di sini?! Mana Radit?!”

Raka meluruskan punggungnya. Cahaya lampu jatuh di sisi wajahnya, menegaskan garis rahang tegas dan tatapan yang datar namun cukup dingin. “Karena gue yang mau jaga lo pagi ini.. Bukan orang lain.”

“Kenapa..?!?” Aluna mengangkat alisnya penuh tanya.

“Jangan banyak tanya..! Lo gak dengerin gua ngomong tadi..?!” tanyanya dengan nada menekan, rahangnya kembali mengeras menahan emosi.

Aluna memutar bola matanya malas. “Dengarlah.. Telinga gua masih nyantol di tempatnya..!” jawabnya santai, sambil memalingkan wajah seolah keberadaan Raka tak lebih dari angin lalu.

Raka menghela napas panjang, tatapannya menusuk seperti ingin membaca isi kepala Aluna.

“Hmm.. Bagus..” gumamnya pelan, namun nada suaranya terdengar berat.

Matanya tak lepas dari wajah perempuan di depannya, seolah setiap detail garis wajah Aluna adalah teka-teki yang ingin ia pecahkan.

Aluna mengangkat dagunya sedikit, tidak mau kalah. “Ngapain lo lihat gue kayak gitu…?! Mupeng lo?!” sindirnya, tatapan matanya tajam namun bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang entah sadar atau tidak, membuat Raka makin terpancing.

Raka mengabaikan ejekan itu. Suaranya merendah, dalam, dan serius. “Lo bilang diusir keluarga…? Itu beneran…?!”

“Hmm… Lo pikir gua akting juga…?” Aluna membalas tanpa menunduk, tetapi garis kerutan tipis di dahinya menandakan rasa lelah yang ia sembunyikan.

Raka menggeser posisi duduknya, condong sedikit ke depan. “Gua bisa kasih lo tempat tinggal yang layak… dan juga uang tiap bulan… asal lo mau bantuin gua…!” Ucapannya terdengar seperti penawaran bisnis, tapi tatapan matanya mengandung intensitas yang berbeda.

Aluna memicingkan mata curiga. “Maksud lo…? Lo mau minta bantuan gua dengan bayaran dan fasilitas tinggi… Jangan-jangan lo lagi cari sugar baby atau teman tidur ya…?! Lo pikir gua cewek murahan?!” nada suaranya meninggi.

CETAZZZ!!!

Tanpa basa-basi, jemari Raka menjentik dahi Aluna dengan cukup keras hingga membuat perempuan itu meringis.

“ADUH..! Sialan lo..! Sakit tahu…!” Aluna mengusap dahinya sambil melotot, pipinya sedikit memerah.

“Salah sendiri otak lo mesum…! Jangan samakan gue dengan pria murahan..!” Raka menaikkan satu alis tipis, gerakan kecil tapi penuh wibawa. Walaupun tanpa sadar ujung bibirnya sempat terangkat tipis, senyum samar yang bahkan Raka sendiri tak sadari saat memperhatikan wajah Aluna.

“Kalau nggak, lo mau minta bantuan gua apa?!” kali ini suara Aluna merendah, sedikit menunduk, matanya melirik cepat ke arah Raka seperti sedang menimbang sesuatu.

“Jadi pacar kontrak gue,” jawabnya singkat, tegas, tanpa jeda, seolah sedang menyampaikan kesepakatan bisnis yang tak bisa ditawar. “Sampai keluarga gue batalkan perjodohan.”

Aluna membeku sejenak sebelum akhirnya tertawa lepas. “Hahaha… lo nggak laku ya sampai minta gua jadi pacar kontrak…? Eh iya sih… gimana lo bisa dapat pacar kalau model lo dingin kayak kulkas daging di supermarket…!”

Raka tetap diam. Pandangannya tak beralih sedetik pun. “Tinggal di penthouse gue. Semua biaya gue tanggung. Lo cuma perlu mainkan peran lo.”

Keseriusan itu membuat tawa Aluna terhenti. Matanya menunduk, jemarinya saling bertaut gelisah.

‘Apa mungkin gua terima aja ya… daripada repotin Nayla… pikirnya. Lagipula gua mau masukin lamaran kerja, bisa cari uang tanpa mikir tinggal di mana…’

Raka masih mengamatinya, seolah menunggu detik yang tepat untuk memberi tekanan terakhir. “Gimana? Lo mau terima tawaran gue?”

Aluna mengangkat kepalanya perlahan, menatap langsung ke matanya. “Hmm… kira-kira berapa lama…?!”

“Mmm… gak tau… pokoknya sampai keluarga gua batalin perjodohan…!” jawab Raka cepat, seolah tak mau memberi ruang untuk negosiasi.

“Kalau lo setuju, gua bayarin semua pengobatan lo… dan… semua biaya hidup lo gua tanggung! Gimana?!” suaranya terdengar seperti kartu truf terakhir.

Aluna menarik napas panjang, lalu mengangguk. “Oke, deal… tapi… aku mau perjanjian hitam di atas putih!” nada suaranya tegas.

'Dasar cewek… semua sama… matre…!’ gumam Raka dalam hati, senyumnya sinis dalam hati.

“Oke, nanti Radit akan kembali menemui lo.. Sekarang lo terima ini..” Ia merogoh dompet, mengeluarkan kartu hitam, lalu menggenggam telapak tangan Aluna dan meletakkannya di sana. Sentuhannya singkat, tapi mantap. Tidak memberi kesempatan Aluna menolak.

Aluna menatap kartu itu heran. “Apa ini?”

“Limit seratus juta. Pakai kalau perlu.” Tanpa menunggu respons, ia berbalik, langkahnya teratur, suara sepatunya kembali memenuhi ruangan, hingga pintu menutup di belakangnya.

Yang tersisa hanyalah keheningan… dan degup jantung Aluna yang terasa terlalu keras di telinganya.

“Hahhh… 100 juta…?! Dia gila ya…?! Kasih uang sebanyak ini ke gua?!” Aluna memutar kartu itu di tangannya, bibirnya sedikit terbuka. Entah harus merasa senang atau curiga, dadanya berdegup lebih cepat dari biasanya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 175 Godaan Raka

    ​Meskipun harus kembali ke kantor, langkah Aluna terasa ringan. Semua beban, dendam, dan rasa bersalah telah terselesaikan. Alvian menemukan kedamaian, dan Kayla menerima takdirnya. Sekarang, hanya ada Raka, dan masa depan yang akan mereka bangun bersama.​Di dalam mobil mewah Raka, suasana tegang yang menyelimuti mereka pagi tadi berganti menjadi kehangatan. Raka sesekali mencuri pandang, tersenyum bangga pada Aluna.​“Lo cantik sekali hari ini, Sayang. Rasanya pengen kunci pintu kantor dan lanjutin terapi relaksasi kita,” bisik Raka, tangannya diam-diam menyentuh lembut paha Aluna yang tertutup rok.​Aluna memukul tangan Raka dengan lembut. “Raka! Jangan mulai! Kita sudah janji untuk profesional. Ingat, gua sekretaris baru lo. Gua harus menunjukkan performa terbaik gua.”​“Hmm… Performa lo di ranjang semalam sudah yang terbaik, sayang. Dan gua suka sekali roleplay untuk Tuan CEO dari sekretaris pribadinya,” Raka menggoda, matanya berkilat penuh makna.​Wajah Aluna memerah, tetapi ia

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 174 Pengakuan dan akhir kebohongan

    ​Alvian menghentakkan tangan Kayla begitu keras sampai pelukan wanita itu akhirnya terlepas. “Kamu sendiri yang membuat aku membencimu, Kayla.. Sejak awal kamu tau kalau aku kembaran Aluna, kan?! Dan kamu memanfaatkan aku untuk menyakiti Aluna.. Ternyata kamu jahat Kayla..!” Alvian tampak kecewa pada Kayla, wanita yang selama ini jadi adik angkat yang selalu ia sayangi dan hampir membuatnya mencintainya ternyata begitu jahat. Kemudian Alvian menoleh ke Raka. “Raka… Aku sudah mengingat semuanya. Aku menyayangi Aluna, tapi bukan sebagai suami. Aku menyayanginya sebagai saudaraku, perasaan kami terhubung. Aku yang seharusnya di sisinya saat itu justru hampir menyakitinya, tapi sekarang ada kamu.. Kamu adalah orang yang tepat untuk melindungi Aluna, Raka. Sementara aku.. Aku hampir menghancurkan kehidupannya.” ​Aluna melepaskan pelukan Raka dan berjalan perlahan ke Alvian. ​“Tidak Alvian.. Kita saudara. Kita kembar. Aku memaafkanmu,” kata Aluna lembut. Ia memeluk Alvian erat. Alvian me

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 173 Luka yang mendalam

    ​Aluna berdiri di hadapan Kayla, tatapan matanya nanar, dipenuhi campuran kebencian dan rasa sakit mendalam. Ia tidak lagi melihat Kayla sebagai saudara tiri, melainkan sebagai racun yang harus segera ia basmi. ​PLAAKK ​Suara tamparan pertama itu memecah ketegangan di ruang mediasi. Semua orang tersentak. Raka segera bergerak maju, tetapi berhenti saat Aluna mengangkat tangan, mengisyaratkan bahwa ia bisa menghadapinya. ​“Itu tamparan untuk apa yang kamu lakukan padaku selama ini,” kata Aluna, matanya mulai berkaca-kaca, namun suaranya tegas. ​PLAAKK ​Tamparan kedua mendarat lebih keras. ​“Itu tamparan karena kamu memanfaatkan Alvian! Membuatnya membenciku, dan membuatnya seperti sekarang!” nada bicara Aluna naik satu oktaf, menunjukkan luapan emosi yang selama ini ia pendam. ​Kayla memegang pipinya yang memerah, matanya memancarkan api kemarahan. Ia tidak lagi peduli dengan petugas di sampingnya. ​“Itu belum cukup, Aluna! Lo sudah mengambil semuanya dari gua!” teriak

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 172 Kenyataan tidak terduga

    Pintu kembali terbuka, Pak Wijaya masuk bersama Bu Lestari, orangtua Raka. Mereka tidak menyangka kalau Pak Wijaya sempat hadir saat ini.. Mereka berdua duduk di samping Pak Ardian dan Bu Tania. “Baik, karena semua sudah datang, saya akan mulai dengan Pak Aditya..” Tatapan Raka teruji pada pria pria paruh baya yang merupakan papa angkat Alvian, orang yang menemukan Alvian pertama kali. “Pak Aditya, apa anda yang menemukan Alvian saat itu..?” tanyanya dengan tatapan menyelidik. “Iya saya menemukan Alvian terdampar di tepi laut saat pagi, kondisinya sangat buruk.. Saya membawanya kerumah sakit, setelah dia sadar saya membawanya pulang. Tapi tidak lama saya harus keluar negeri jadi pemulihannya saya lanjutkan disana, karena Citra dan Kayla tinggal di sana..” Pak Aditya menjelaskan dengan tetap tenang. “Paa anda tau latar belakang Alvian?” Raka melanjutkan pertanyaan seperti sedang mengintrogasi. “Saya tidak tau, tapi karena saya punya anak perempuan, saya pikir akan Alvian

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 171 Ruang Mediasi Keluarga

    ​Ruang mediasi itu steril dan impersonal, dengan meja panjang di tengah dankursi-kursi yang ditempatkan berjauhan. Ini bukan ruang rekonsiliasi, melainkan arena pertarungan psikologis. ​Saat Raka memimpin Aluna masuk, semua mata tertuju pada mereka. ​Di satu sisi meja, duduk Pak Ardian dan Bu Tania. Wajah mereka memancarkan campuran kesedihan mendalam dan harapan. Bu Tania berdiri, air mata menetes melihat Aluna, putrinya yang selama ini hilang. Namun, tatapan tajam Raka mengisyaratkan bahwa ini bukan saatnya untuk emosi pribadi. ​Di sisi lain, duduk Bu Citra dan Pak Aditya. Bu Citra tampak lelah, matanya bengkak, tetapi masih menyiratkan kebencian. Ia memelototi Aluna, seolah Aluna adalah penyebab semua penderitaan putrinya. Pak Aditya tampak lebih netral, ia hanya menunduk, malu dan pasrah. ​Raka mengajak Aluna duduk tepat di tengah, di sampingnya, menguasai meja. Aluna langsung bersandar sedikit padanya, mencari kehangatan. ​“Selamat pagi. Terima kasih sudah hadir,” Raka m

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 170 Pertemuan yang meresahkan

    Sebelum menjawab pertanyaan Radit, Raka menoleh kearah Aluna, ​“Pak Ardian dan Bu Tania,” kata Raka, menyebut nama orang tua Aluna yang asli. “Mereka adalah orang tua Aluan dan Alvian. Mereka harus melihat Aluna dan Alvian menyelesaikan masalah mereka dan memastikan keduanya memang kembar dan minta mereka bawa foto kecil keduanya. Dan lo juga harus undang Bu Citra dan Pak Aditya, sebagai orang tua Kayla serta orang tua angkat Alvian.”​Radit terkejut. “Bu Citra dan Pak Aditya? Raka, bukannya itu akan semakin memperkeruh suasana?”​Raka menggeleng. “Gak. Ini penting. Bu Citra harus melihat kejahatan Kayla secara langsung, agar dia berhenti memohon kebebasan Kayla dan menerima kenyataan. Pak Aditya harus melihat sendiri, dan menjadi saksi tentang Alvian. Ini adalah pengadilan terakhir, Radit. Pengadilan keluarga, sebelum pengadilan negara.”​“Tapi, Raka, mereka semua dalam posisi yang sangat emosional. Terutama Bu Citra,” Radit memperingatkan.​“Gua tahu. Makanya, atur pengamanan ketat.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status