Share

3. Andai Naina Tahu

Arini berjalan ke arah dimana suara hanya bersumber dari tempat itu. Begitu terhenyak saat melihat pemandangan dimana putrinya duduk di samping sang papa yang akan melangsungkan lamaran pada seorang wanita. 

Arini menekan dada yang tiba-tiba terasa sakit. Dua netranya basah. Ada rindu dan keinginan untuk menumpahkan segala kegalauan diri selama ini. Juga ada cemburu yang bersiap menguasai diri. Serta yang paling tidak dia harapkan, ada kecewa yang semakin menusuk dada.

"Aku akan mendoakan kebaikan untuk niatmu ini, Mas. Tapi sebelum pernikahan itu terjadi, kita harus bertemu. Kamu belum menjatuhkan talak untukku."

Arini membalikkan badan hendak pergi, tapi gerakannya yang cepat berhasil membuat ia menabrak sesuatu.

"Astaghfirullah, maaf saya tak sengaja."

Arini memandangi sosok yang baru saja ia tabrak itu. Seorang lelaki. Raden Mas Arshakalif. Dia adalah adik sepupu suami Raden Ayu yang tempo hari terus saja digodain sebagai calon ayah Naina.

"Maaf Mas, saya tidak sengaja."

Arini mengulang ucapannya.

"Tidak apa-apa, kamu Arini bukan?"

Arini mengangguk.

"Aku Khalif."

Arini menangkupkan tangan menyambut uluran jemari lelaki di hadapan.

"Permisi, Mas."

Arini tak memperpanjang pertemuan itu, ia segera menyingkirkan diri dengan memilih taman belakang sebagai tempat menunggu. Kepergiannya menarik dua netra Khalif untuk terus memandang.

Semenjak bercerai, lelaki ningrat itu biasa dikelilingi wanita berkelas, dan baginya itu sudah menjadi suatu kebiasaan yang membosankan. Lelaki itu kembali menatap Arini yang kini menghilang di balik tembok. 

Bagaimana rasanya jika yang ia dapatkan kini wanita adalah shalihah seperti Arini?

Ada keinginan besar dalam hati lelaki itu untuk benar-benar mengiyakan tawanan abang sepupunya tempo lalu.

"Kau ini belum puas membuang-buang umur?Berapa banyak lagi wanita yang mau kau jadikan budak cinta? Carilah yang halal. Lihat betapa nikmatnya hidup Mas bersama Ayu. Kau pun bisa mencobanya. Carilah yang setidaknya bukan sepertimu, keluar masuk klub. Cari yang bisa mengarahkan ke jalan yang baik dan benar."

Saat itu Arini kebetulan diajak Raden Ayu ke rumahnya selepas mengajar. Raden Ayu pula yang meminta agar Arini mengantar minuman untuk adik sepupu suaminya. Dan itulah pertama kali Khalif melihat Arini. 

Di mata Khalif, Arini cantik, menawan meski dengan make up tipis. Jujur dia terpesona.

"Bagaimana kalau kau nikahi saja Arini. Tapi dia janda dan bukan keturunan Ningrat."

Entah guyonan atau serius, tapi ucapan Masnya waktu itu terus menuntut keseriusan dari diri Khalif.

Ia tak masalahkan strata, sebab ayah ibu sudah menyerahkan penuh calon istri pada dirinya. Kedua orang tua Khalif hanya berharap satu hal, perubahan ke arah yang lebih baik, siapapun pendampingmu.

Ini adalah pertemuan keduanya dengan Arini, entah kenapa niat untuk serius semakin besar. Khalif tersenyum membayangkan dirinya yang mulai tergila-gila pada wanita itu.

Acara lamaran telah selesai diberlangsungkan. Beberapa fotopun diabadikan sebagai kenang-kenangan. 

Naina tak mau beranjak, dia lupakan ibunya untuk terus mendampingi lelaki yang tak dia ketahui adalah papanya sendiri.

Abi tampak bahagia, tapi bukan dengan acara itu. Ia bahagia dengan kehadiran banyak anak-anak di sampingnya. Setelah sesi foto-foto selesai, ia kembali membaurkan diri bersama anak-anak.

Hal itu membuat Raden Adinda tampak kesal. Dia tak perdulikan perintah ibunya untuk menjaga jarak dari Abi sebelum ijab qabul terucap, gadis itu justru mendekat dan meminta waktu untuk berbicara dengan Abi.

Abi meninggalkan kerumunan anak-anak yang didalamnya termasuk Naina. Ia mengikuti langkah Raden Ayu yang mengajaknya duduk di taman belakang.

"Kita ngobrol di sini, Mas."

Abi hanya tersenyum canggung.

"Mas mau kopi?" tanya Dinda ketika mereka sudah duduk di sebuah gazebo yang ada di taman belakang.

Abi mengangguk. Seketika gadis di hadapannya bangkit mengambil segelas air pada meja yang di sediakan di taman itu juga.

Selepas kepergian Dinda, Abi mengedarkan matanya ke seluruh penjuru taman. Ia mendelik saat netra jatuh pada satu sosok yang tampak bersembunyi dibalik sebuah pot bunga besar.

Entah kenapa dia penasaran pada sosok itu, kenapa seolah bersembunyi di tempat itu. Abi ingin mengecek, tapi kedatangan kembali Dinda membuat niatnya terurungkan.

"Diminum Mas kopinya."

"Terima kasih."

Abi menyesap sedikit kopi yang masih mengepulkan asap panas.

"Jadi selama ini selain menjadi dokter, Mas juga aktif di sebuah lembaga sosial ya?"

Dinda mengawali pembicaraan mereka.

"Iya benar."

"Berarti kegiatannya padat sekali ya, Mas."

Abi tersenyum, tak banyak bicara.

"Kalau kita nikah nanti, bakalan ada waktu nggak ya buat Dinda?"

"In Syaa Allah itu prioritas."

Dinda tak puas dengan jawaban lelaki itu. Gadis yang terpaut usia sepuluh tahun dengan Abi itu kembali melayangkan pertanyaan.

"Dinda tahu Mas pernah menikah."

Deg.

Seketika Abi menoleh menatap gadis itu.

"Tapi saya tidak mempermasalahkannya kok. Saya hanya minta satu hal, jika Mas bisa penuhi, saya akan ikut pada keinginan orang tua kita untuk menikah dengan Mas Abi. Tapi jika Mas tak bisa memenuhi keinginan saya, saya akan membatalkan pernikahan ini."

Abi menarik napas. Memang semenjak awal tak ada perasaan apapun yang dia miliki untuk Dinda. Dia hanya mengikuti janjinya pada sang ibu. Janji yang mana jika dalam tujuh tahun tak dapat menemukan keberadaan Arini. Maka Abi harus bersedia dijodohkan.

Kemarin tepat tujuh tahun semenjak Arini menghilang dari kehidupannya. Abi pasrah dan bersedia menjalankan janji pada sang ibu.

"Apa keinginanmu?"

Pandangan mereka bertemu sejenak.

"Tutup lembaga sosial yang Mas dirikan itu."

"Kenapa?"

"Lembaga sosial yang diperuntukkan untuk mencari orang hilang. Saya tahu tujuan utama Mas mendirikan lembaga itu untuk mencari mantan istri Mas yang hilang."

Degup jantung Abi menyentak kuat.

"Dengan memutuskan untuk menikahi saya, Mas harus bersiap mengubur semua masa lalu. Termasuk memutuskan keinginan untuk terus menemukan mantan istri Mas tersebut."

Abi menelan saliva.

"Jika Mas tidak bisa melakukannya, maka saya tidak bisa melanjutkan pernikahan ini."

Abi menghela napas berat. Dinda benar, sudah saatnya ia melupakan Arini. Toh wanita itu sudah pergi sekian tahun dari hidupnya. Bahkan sekalipun tak berniat menghubungi.

"Baik. Saya akan menutup lembaga itu."

"Satu lagi."

"Apa?"

"Saya tidak mau dimadu. Saya mau menjadi satu-satunya wanita di hati Mas."

Abi mengangguk. Dinda tersenyum bahagia. Rasanya tak sabar ingin segera menikah dan memamerkan suami tampannya pada seluruh teman satu gank. 

Dia dan teman-temannya sudah membuat kesepakatan, jika salah satu diantara mereka ada yang berhasil menikahi duda tampan. Maka yang lain patungan membeli sepatu bermerk yang harganya ratusan juta.

Naina kehilangan sosok yang sedari tadi terus ia pandang. Gadis kecil itu merasa sedih. Tapi detik berikutnya ia teringat akan janjinya pada sang ibu untuk menunggu di depan kamar mandi. 

Naina segera bangkit dan berjalan menuju tempat yang seharusnya ia gunakan untuk menanti sang ibu. Sampai di depan kamar mandi. Bocah tersebut mengetuk pintu.

"Ma ... Mama masih di dalam?"

Pintu kamar mandi terbuka, tapi yang keluar bukan Arini. Naina tersentak.

"Kamu cari siapa, Dek?"

"Mama saya, Bunda."

"Emangnya tadi ke kamar mandi ini?"

Naina mengangguk.

"Tapi tadi saat saya masuk ke kamar mandi, tempat ini sudah kosong, Nak. Coba kamu cari di taman, siapa tahu ada di sana."

"Baik Bunda."

Naina beranjak ke taman. Dengan ketakutan dan air mata yang sudah mengalir di kedua pipi, bocah itu memanggil-manggil ibunya.

"Mama ... Mama jangan tinggalin Naina."

Abi yang duduk tak jauh dari pintu ke taman dapat mendengar isak tangis Naina. Ia meminta ijin pada Dinda untuk menemui bocah itu. 

"Kamu kenapa menangis?"

"Mamaku, Om. Mamaku hilang."

"Biar Om bantu cari, ya?"

Abi menggenggam jemari Naina dan kembali masuk ke dalam rumah. Sedang di tempat persembunyiannya, Arini memegang dada. Ia tak mungkin keluar di saat seperti ini. Semua akan hancur hanya jika ia menampakkan wajah di detik ini. Senyum bahagia di wajah Raden Ayu dan Raden Dinda. Juga ia bisa membaca kebahagiaan yang terpancar dari wajah Abi beserta ibu mertua.

Ia tetap akan menyembunyikan dirinya sembari memantau keberadaan Naina. Arini akan menemui Naina jika Abi sudah lelah mencari dan meninggalkan begitu saja.

Sudah lima belas menit berlalu, Arini keluar dari persembunyian dan mengendap ke dalam rumah. Ia mencari Naina.

Entah kenapa tiba-tiba merasa takut jika seandainya Abi membawa Naina pergi.

Arini mencari keberadaan sang anak, bersyukur ia mendapati Abi berbicara pada Raden Ayu. 

Arini menutup kedua mata. Akankah kedoknya terbongkar saat ini juga?

Setelah berbicara sejenak, Raden Ayu tampak berbicara pada dua orang ART. Arini yakin, pasti mereka diperintahkan untuk menemukan dirinya.

Tapi kenapa Raden Ayu tidak mengambil alih memegang Naina, kenapa Naina harus terus digenggam oleh Abi?

Arini menghela napas. Ia langsung menampakkan dirinya pada ART yang diperintahkan Raden Ayu.

"Alhamdulillah, langsung ketemu. Itu Naina sedaritadi nyariin Mbak Arini."

"Oh iya, maaf jadi merepotkan."

"Tidak apa-apa," jawab ART itu sembari melangkah menjauh.

Dengan degup menyentak di dada, Arini terpaksa menemui Raden Ayu. Dia sengaja berjalan miring, sebab posisi Abi begitu dekat dengan wanita itu.

Ya Allah, bagaimana jika Mas Abi melihatku?

"Naina, ini Mama kamu Sayang."

Belum bicara apapun, Raden Ayu sudah langsung memberitahu Naina begitu melihat Arini.

Naina berbalik dan berlari memeluk Arini yang masih menunduk.

"Mama, Naina takut ...."

Bocah itu menangis dalam dekapan Arini.

"Maafkan Mama Nak. Jangan takut, sekarang Mama sama kamu."

Naina mengangguk, dia menarik tangan Arini.

"Ma, aku kenalin sama Om Abi ya. Om Abi dari tadi bantuin aku nyanyi Mama."

Arini tak kuasa menahan tarikan pada tangannya. Ia sudah berdiri di belakang Abi.

"Om, ini Mama aku udah ketemu."

Abi berbalik. Lalu ...

***

Bersambung

Akankah Abi menyerah mencari Arini dan meninggalkan Naina begitu saja? Nantikan kelanjutannya.

Terima kasih. Jangan lupa follow, subsrcribe, koment dan tekan love pada cerbung ini ya. Terima kasih.

Utamakan baca Al-Quran

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status