Share

Bab 9

Seperti biasanya, dalam rutinitas paginya. Embun akan pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk toko rotinya. Hari ini lumyan, dia mendapati pesanan seratus bungkus roti, tentunya membuat Embun memiliki semangat yang lebih dari hari-hari biasanya.

Dengan kedua kaki yang tidak lagi kuat, Embun berjalan dengan membawa beban di kedua tangannya. Saat dia berjalan melewati toko pakiannya Deolinda, langkah kakinya terhenti, apalagi matanya yang seolah terpaku di sana. Detak jantungnya mulai berdetak tidak teratur, saat wanita yang berada dihadapannya melepaskan kacamata hitammnya, kemudian dia tersenyum.

Embun, membuang muka seraya mendengus. Dia enggan membalas sapaan manis itu.

Juwita, dengen setelan mahal dan tas mewahnya itu melangkah satu langkah ke depan. Dalam tampilan kedua wanita itu sangat memperlihatkan sekali kesenjangan.

“Apa kabarmu?” tanya Juwita

Embun masih tampak tidak suka. Namun dia tidak akan tinggal diam saja “Kau masih memiliki wajah, untuk kau tampakan di depanku, tanpa rasa malu?”

“Apa kau bahagia, dengan kebohonganmu? Apa semuanya tampak baik-baik saja, apa kehidupanmu menyenangkan?” Embun terus bertanya, dalam kalimat itu jelas sekali dia sedang menyindirnya.

Terlihat Juwita yang tidak suka mendengar rentetan kalimat itu “Ku pikir, kau sudah mati karena kelaparan!”

“Bukankah yang seharusnya mati adalah manusia yang hanya mengandalkan kebohongan untuk bertahan hidup?”

Pegangan pada tas mewahnya mengerat, hal itu sangat jelas  mampu membuat Juwita Diatmika merasa kesal

“Dimana kau tinggal, hah?!” gertaknya, sehingga membuat orang yang berjalan disekitarnya menoleh, menatap dengan pandangan bertanya.

“Kenapa? Kau takut aku akan membalas dendam akan perbuatanmu padaku?”

Kali ini, rasa kesalnya semakin meningkat. Juwita sampai mengeraskan rahangnya, serta kedua bola matanya juga tampak merah

Sementara itu Embun sangat puas melihat rekasi marah itu. Sejauh ini perkataannya, mampu dapat membuat Juwita merasa kesal.

“Akan ku ingat pertemuan kita hari ini!” dengan tatapan yang tajam, Juwita mengakhiri pertemuannya bersama Embun. Dia kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko putrinya, yaitu Deolinda.

Sementara Embun, menertawakan kepergiannya. Dan berjalan menuju halte bus, dia sendiri tidak ingin berlama-lama di tempat seperti itu, apalagi bertemu dengan Juwita Diatmika sudah haram baginya.

Permasalahan yang menjerat keduanya di masa lalu yang membuat Juwita dan Embun berselisih hingga saat ini. Padahal sudah sejak lama, tapi keduanya masih enggan untuk mengingat satu sama lain.

Dahulu, sebelum putri mereka terlahir. Embun dan Juwita adalah teman dekat, mereka sering menghabiskan waktu berdua, namun siapa sangka. Juwita yang masih melajang itu, malah menaksir suaminya Embun, yang bernama Argan Diatmika.

Karena obsesi cinta yang berlebih kepada Agran, membuat Juwita melenceng dari hubungan dekat itu bersama Embun. Dia tega merebut Argan, dan menuduh Embun berselingkuh dengan laki-laki lain, dan sampai mengandung anaknya. Padahal jelas tidak. Itu semua akal-akalan Juwita, dan anak yang dikandung Embun pun itu adalah anak dari hubungannya bersama Argan

Namun sayangnya, Argan tidak percaya dan lebih percaya kepada Juwita. Dan berakhirlah, Argan melepas kepergian Embun dengan segenap rasa benci.

Setelah Embun pergi. Juwita merasa hubungannya dengan Argan tidak membuahkan apapun. Dan dia mulai memutar otaknya lagi, Juwita kebetulan memiliki kekasih gelap, dan berhubungan. Dalam hubungan intim itu, mampu membuat Juwita hamil.

Akan tetapi, Juwita memanfaatkan kehimilannya untuk bisa dinikahi Argan, dengan berkata jika dia hamil anaknya. Argan percaya saja waktu itu, dan tanpa waktu yang panjang, dia segera menikahi Juwita.

Sampai hari ini, semua itu nampak keliru. Karena kebohongan yang dilakukan Juwita.

Maka dari itu. Embun tidak ingin Binar, mengenali keluarga Diatmika. Biarkan semuanya seperti ini. Sekarang hidupnya sudah tenang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status