Share

Bab 8

Setumpuk kertas Binar letakan di atas mesin pencetak. Dia sedang mencopy sebuah dokumen. setelah melihat mesinnya sudah mulai bekerja, Binar menghembuskan napasnya. Pagi ini sudah sangat memelahkan, entahlah kenapa mendadak pekerjaannya begitu sangat sulit ia kerjakan.

Tiba-tiba saja, diantara teraturnya suara mesin pencetak. Binar menemukan sebuah sesuatu hal yang ada pada ingatannya.

Dia teringat, jika semalam dia sempat akan mengunduh foto yang dikirim Fany, akan tetapi gagal karena dia kehabisan data internetnya. Semalam juga dia sudah berencana akan mengunduhnya di kantor, sebab di kantor memiliki akses wifi secara gratis bagi karyawannya.

Segera Binar meronggoh ponselnya, dan menyambungkan perangkatnya pada wifi perusahaan. akan tetapi wifi itu tidak dapat terhubung, mungkin karena terlalu banyak perangkat yang tersambung jadi server mengalami sedikit gangguan.

Alhasil Binar hanya bisa melenguh.

“Kau kenapa?”

Lenguhan Binar rupanya terpergok oleh Fany, wanita itu mengampiri Binar dengan wajah yang rupawan.

“Kau sudah menerima foto yang ku kirim semalam bukan? Apa presdir kita sangat tampan?” Fany rupanya masih mengejek. Dia pikir Binar meminta foto Gibran, karena Binar itu menaksirnya.

“Bagaimana aku bisa menilai dia tampan atau tidak, jika aku saja belum bisa mengunduhnya.”

“Kenapa?” Fany tampak bingung, bukankah dirinya sudah mengirimkannya kepada Binar

“Paket data internetku habis.”

Fany tertawa “Bagaimana bisa. Kau bukan wanita tanpa gaji lagi sekarang. Kau bisa membelinya lagi.”

“Kau tahu, setiap bulan aku memiliki tagihan,” jawab Binar dengan congak sedikit kesal

“Kalo gitu mau aku perlihatkan langsung fotonya?”

Ide Fany benar-benar sangat bagus. Dan Binar tidak ingin menyianyiakan itu. Akan tetapi pada saat Fany akan mengeluarkan ponselnya, sebuah pengumuman dari pengeras suara mengudara

“Ahh. Aku sampai lupa, jika hari ini presdir kita yang baru akan menyapa kita.”

Binar juga tampak baru mengingatkan, padahal sejak tadi teman-teman Divisinya sudah membahas hal ini.

Dalam pengumuman itu, terdengar bahwa seluruh karyawan Moon Light, diperintahkan untuk berkumpul di Lobby utama. Presdir perusahaan akan menyampaikan sedikit kata-katanya, melalui layar LED besar.

Seraya berjalan di belakang Fany, dia teringat tentang pesan yang Gibran dikirimkan semalam. Jam sembilan pagi, di Lobby utama. Apa ini?

Binar berdiri di jajaran paling depan, bersama Fany tentunya. Dan dia menunggu layar LED menampilkan sebuah vidio. Dan perasaan Binar saat ini benar-benar gugup

Dalam hitungan ketiga, layar LED berubah. Menampilkan sosok Gibran Emilio Fransisco yang terlihat sangat tampan, juga gagah dan terlihat berjiwa pemimpin yang sangat kental.

Binar terkejut, dia sampai merasakan pasokan udaranya menipis. Dia benar-benar terkejut jika laki-laki yang muncul sebagai presdir yang baru itu, adalah laki-laki yang Binar pikir, dia adalah penculik dan pembohong besar.

Jadi apa yang harus dia lakukan sekarang?

Melihat ekspresi Binar yang tampak berbeda, membuat kalimat tanya dari seorang Fany “Kau mengenal presdir Gibran?”

“Tidak.” Binar menjawab dengan datar

Disisi lain. Dia lantai atas. Gibran sendiri sedang berdiri tegap, dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku celana berwarna biru dongkernya. Matanya menatap sosok Binar yang berada di lantai utama. Menatapnya tanpa menghindar sedikit pun. Hal itu membuat Adiwangsa yang berada di sampingnya, menjadi penasaran dan curiga. Jika Gibran sedang ada suatu hubungan dengan wanita yang sedang dilihatnya itu. Karena Adiwangsa sendiri merasa, jika tatapan mata itu berbeda.

“Deolinda, sudah memberi tahu jadwalnya bukan?”

Adiwangsa mengangguk “Acaranya akan dimulai satu jam lagi.”

“Tolong, atur waktu lagi untuk pekerjaanku hari ini.”

Adiwangsa mengangguk patuh “Baik presdir.”

“Dan satu lagi, aku akan berangkat sendiri.”

Adiwangsa mengangguk lagi. Dia sangat mengerti tentang urusan pribadi orang lain.

“Tolong siapkan mobilnya, 20 menit lagi.”

Setelah mengatakan itu dan mendapati jawaban dari Adiwangsa. Gibran berjalan, menuju ruangannya kembali.

Tanpa diketahui oleh Gibran, jika sejak tadi Binar dari bawah menatapnya. Dengan pandangan yang nanar, seperti ada sebuah kekecewaan pada hatinya.

Kemudian Binar berkata “Ternyata kau terlalu tinggi, untuk aku yang berada dibawah.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status