"Selamat hari ibu, Lashira. Menangis darahlah wahai engkau pembunuh, yang dengan tega mencincang nyawa bayimu, yang bahkan tidak berdosa."
-
"Eh, Maemunah, dipanggil dari tadi kaga nyaut yee!" Tepukan kasar di bahu seketika membuat perempuan itu mendongak. Dengan cepat, di lemparnya ponsel pintar itu di bawah bantal lalu mengambil kilat benda berbentuk bulat yang tergeletak di ranjang dan memakainya.
"Eh, hujan?!" Shira mendelik, mengusap kasar cairan bening yang masih tersisa dan bersiap untuk berlari keluar.
"Mau ke mana elu?!" Langkah perempuan itu tertunda, ketika kaos kusamnya tertarik ke belakang. "Punya mata di pakai, noh lihat semua cucian elu dari daleman ama luaran udah gua ambilin semua, nunggu manusia halu kayak elu mah keburu basah tu pakaian." Shira menengok, mendapati semua pakaiannya sudah terselamatkan dari guyuran air di luar sana.
"Yaampun." Telapak tangan itu terangkat guna membungkam mulutnya sendiri. "Kaluna baik banget sih, aku nggak nyangka hatimu bakal selembut ini, sampai bingung mau ngomong apa," lanjut Shira dengar bibir bergetar, berjalan menghampiri partner pengais dollar-nya itu dan mengamburkan pelukan.
Dorongan kuat itu langsung menyambut tubuh kurus Shira. "Najisun! Saking frustasinya nggak dapet si Ken Farrel Aditama, lu jadi nggak normal begini, mit amit dah gua mana sudi jadi pelampiasan begini."
Mata Shira hampir saja terjatuh. "Jangan pernah sebut nama MANTAN laki gua pake mulut karatan lu!"
"Mantan doang sombong amat dah lu," ujar Luna kesal.
"Sirik bilang, Boss." Dengan gerakan slow motion perempuan itu menyibak sombong rambut kusutnya.
"Lagian gue heran, seorang Ken Farrel Aditama, kenapa bisa dulu memperistri manusia setengah waras kayak lu. Untung tu laki cepet sadar, kalau kaga, nggak tau lagi dah gua." Luna bergidik ngeri.
Shira mengangkat bibir, masa lalu memang menyakitkan tapi inilah kenyataannya. "Setidaknya gue ada kebanggaan, pernah kawin sama itu laki, kawin dalam artian ranjang bergerak gitu deh..."
Wajah jijik Luna terpancar, jiwa polos dan predikat perawan yang masih dia banggakan di usia dua puluh empat tahun ini merasa terusik dengan otak korengan best friend sekamarnya.
"Nggak usah begitu muka lu, belum juga ngerasain , coba udah, lah nagih baru tau rasa." Kesombongan seorang Lashira Ayana sebagai senior peranjangan mulai terpancar.
"Emang punya dia gede?" cicit Luna mulai kehilangan akal.
Rasa kemenangan langsung melingkupi tubuh Shira, seringahan tanpa maksud dan gerakan tubuh yang terus menyiratkan kesombongan terus berlangsung. "Sini, gue bisikin."
Kaluna segera mendekat, entah setan apa yang mulai merasukinya hingga mau mendengarkan toa berjalan ini menghalu.
"Rahasia pabrik, nggak mau cerita, nanti elu pengin!"
Dan peperangan ini bisa di mulai, dengan kesal Luna meraih rambut Shira, siap berperang dengan sahabat yang sudah dia anggap sebagai kakak perempuannya itu.
"Jangan memaksa, Luna, gua takut elu pengen, susah nggak ada laki di sini, ada di sebrang sebelah itu si kakek ---" Perkataan itu terhenti ketika adik tanpa ikatan darah itu membungkam kasar mulut kakaknya.
"Nyesel gua, mengikhlaskan lima menit waktu berharga cuma buat dengerin haluan lu tentang mantan laki nggak guna cem dia!" teriak Luna sambil meremas bibir Shira yang terus saja akan mengoceh.
" L-ak-i g-u-a tu!" ucap perempuan itu terbata.
"Mantan laki, Shira! Sadar lu, sadar!"
***
"Cepetan, Maemunah! Ini bentar lagi jam delapan, gila aja elu, kalau punya cita-cita pengangguran nggak usah ngajak-ajak." Luna dan segala omelannya, adalah sesuatu yang terus berkaitan, sebuah karya yang selalu mendengung di telinga kanan Shira dan keluar melalui telinga kirinya dalam waktu yang bahkan tidak pantas di sebut detik saking cepatnya.
"Si akang Ken lagi berbincang sama supir pribadi kita tuh, DULU, sekarang tinggal supir pribadi si akang, mungkin secepatnya akan menjadi kita lagi." Kehaluan Shira yang sudah tidak berbatas itu pun mulai mengudara.
"Bodo amat, halu terus ampe Mampos dah kaga peduli gua, yang gua peduliin sekarang cuma kerjaan! ini cepetan udah jam berapa, Shira?! Kalau kita dipecat mantan laki lu nggak akan peduli, kampret!" Tubuh Shira tertarik.
"Eh, eh, bentaran, gue mau lihat Mas Ken masuk dulu." Shira berusaha melawan, tapi tarikan perempuan empat tahun di bawahnya itu tidak bisa dilawan.
..
"Lama-lama lu berdua diamuk si bos datang telat melulu!" Indah berkacak pinggang sambil memandang kedua sahabatnya yang sedang membersihkan meja."Astogeh, emang Shira ini otaknya nggak pernah di pakai, pagi sebelum kerja harus banget nyamperin si pentolan, mit amit dah akhlaknya." Tatapan jijik setia terpancar dari kedua mata Luna."Kalau ngomong yang bener woy, laki gue yang cakepnya bikin pusing begitu dibilang pentolan?! Mata lu katarak atau gimana!" Shira tersungut, merasa tidak terima pangeran yang pernah menghangatkan ranjangnya terhina."Eh, Maemunah! Gue panggil laki lu pakai nama kaga boleh, katanya mulut gua karatan dan nggak pantas sebut nama dia! Ya udah, paling bagus gua panggil dia si pentolan!""Kerjaan lu berdua ribut mulu, dipecat juga baru tau rasa," teriak Indah frustasi, menyaksikan kedua sahabatnya bertengkar memang sudah biasa, tetapi jika sedang di tempat kerja mau atau tidak diriny
Cinta wanita itu ke lelakinya, layaknya detak jantung yang hanya akan berhenti ketika ajal menjemput, itulah janji yang dikatakan perempuan itu ketika melakukanhoneymoonindah di kota sejuta cahaya bernama Paris.Di bawah langit yang mulai berubah warna, ketika matahari perlahan tenggelam dan semburat senja mulai terpancar, kedua anak manusia itu saling bergenggaman tangan, menikmati keindahan alam yang memanjakan mata.Bertelanjang kaki sambil menyusuri pantai dengan kedua tangan yang tetap saling bertautan, ketika ombak menerjang dan menyapa dua pasang kaki yang masih terus berjalan beriringan, ketika tawa mulai bersorak memenuhi penjuru alam terbuka, ketika gemercik air mulai turun, berlari bersama menuju tepian lalu saling memeluk untuk sekedar menghangatkan.Bagi mereka, hidup berdua itu sangat menyenangkan. Saat cah
Tidak ada yang abadi, semua yang memiliki awal pasti ada akhir. Layaknya sebuah hubungan, ketika kita menyakini semua itu akan bertahan selamanya, tapi kenyataan berkata sebaliknya. Semua akan kehilangan pada waktunya, hanya ada dua pilihan, ditinggalkan atau meninggalkan, ada saat semua orang merasakan hal itu.Hidup memang memang penuh kejutan yang tak terduga, detik ini kita masih bisa tersenyum lebar dan tidak tau bahwa di detik selanjunya senyum itu bisa berubah menjadi sebuah tangisan."Belum tidur?"Shira menutup cepat buku hariannya, menemukan Indah yang malam ini ikut menumpang di gubuk deritanya. Agenda yang awalnya mampir berubah menjadi menginap, dikarenakan hujat lebat yang belum reda sedari sore.Janda dua puluh delapan tahun itu menggeleng, memasukan buku bersampul navy ke dalam laci. "Aku emang insome, seperti biasa."Indah mengangguk lalu menarik kursi di samping.&nbs
"Untung aja gue nggak masuk angin, bener-bener kalian berdua titisan dakjal." Shira terbahak diikuti indah yang sudah hampir menangis saking bahagianya."Basah kuyub nggak bangun dia, heran asli," ujar Indah sambil memegang perutnya, tidak kuat lagi dengan apa yang terjadi."Apa begitu rasanya mimpi basah?""Ssst, pelan, Pak Arga di atas." Meraih cepat bibir Luna untuk Shira bungkam."Lepas, Maemunah, gincu gua, woi!" teriak perempuan itu tidak terima."Sumpah, ngakak banget, pas Luna bangun teriak banjir-banjir." Indah masih saja tertawa, membayangkan semalam saat hujan angin semakin deras, tanpa tau diri keduanya membiarkan Luna tidur di bawah beralaskan tikar dengar air yang menggenangi sekitar."Diem lu, Siti! Gua gibeng juga lu bedua abis!""Onty, kangennnn..." Bocah lelaki itu berlari, menubruk cepat kaki Shira, kedua tangannya di ulurkan agar wanita
"Loh, Arzha di sini?" Shira yang baru selesai membersihkan meja menghampiri bocah lima tahun yang sedang menyuapkan es cream ke mulut."Onty Shira," ujar anak itu berbinar."Makannya pelan, Nak." Perempuan itu dengan kilat mengambiltissudi meja samping lalu membersihkan sisa es cream di bibir Arzha."Mami lagi pergi, aku dititip Papi," jawab bocah lelaki itu meringis."Udah jam sembilan, Arzha nggak sekolah?" tanya Shira sambil merapikan rambut anak tampan di depannya."Nggak tau." Geleng anak itu polos."Shir, persediaan gula di dapur abis, belanja gih." Luna berjalan mendekat."Ha?" Shira mendongak, membenarkan alat bantu dengarnya."Belanja gula!" Mulut Luna sampai menempel di telinga Shira, membuat perempuan itu refleks berdiri."Ya nggak usah begitu kalik, lu pikir gua tuli," omel Shira tidak terima.
"Tumben ngajak gue ke tempat beginian?" Farzan mengkerut, tidak ada tempat yang lebih menyenangkan dari padaclub, Farrel sendiri yang pernah mengatakan hal itu. "Haduh, ditanyain diem aja, kali ini yang bermasalah telinga atau mulut lu?!" Lelaki itu terus berbicara walau langkahnya tetap bergerak."Tanya sekali lagi, mending lu pulang!" Ditariknya cepat kursi kayu itu lalu Farrel duduki.Farzan mengkerut, ikut menarik kursi dan duduk tepat di hadapan sang sahabat. "PMS atau gimana sik, judes amat jadi manusia?!"Tidak ada jawaban, duda keren itu malah membuka buku menu untuk mencari makanan yang akan dirinya pesan."Eh, bukanya itu Shira, ya?" Suara Farzan tidak lelaki itu gubris, dia tau semua tentang sang mantan, bahkan dia bisa bertarung bahwa wanita itu tidak akan menginjakan kaki di restaurant dengan menu seperti ini. "Eh, bener! Itu mantan bini lu, duit dari mana bisa makan di sini." Farza
"Apa?!""Cedera saraf tulang belakang adalah kondisi bila bagian manapun pada tulang belakang, seperti jaringan, bantalan, tulang, ataupun saraf tulang belakang itu sendiri mengalami kerusakan.""Bukan itu! Apa hubungannya dengan kesuburan?!""Rayline, sabar.""Sabar kamu bilang?! Kamu sengaja sembunyiin ini dari aku? Makanya kamu awalnya nggak mau aku ajak tes kesuburan?!""Ray... malu dilihatin,"bentak Farrel."Dok, bisa dilanjutkan""Cedera saraf tulang belakang dibagi menjadi dua tipe, yaitu traumatis dan non-traumatis.Cedera saraf tulang belakang traumatis adalah kondisi ketika tulang punggung mengalami pergeseran, patah, ataupun terkilir akibat kecelakaan, seperti kecelakaan bermotor, cedera saat berolahraga, terjatuh atau mengalami kekerasan. Sedangka
"Widih, pergi nyelonong sendiri sekarang mah, nggak bilang dulu!" Luna mencibir ketika pintu kontrakan terbuka."Berisik dah lu," jawab perempuan itu sambil masuk kamar mandi untuk berganti baju."Eh lu ke mana sih, di telfon nggak nongol." Shira keluar kamar mandi, terduduk sambil mengeringkan tangan dan kakinya yang basah."Kepo!" Lidah perempuan itu terjulur."Eh, woy, gincu lu kenapa?" Mulut Luna terbuka. "Wah nggak bener, habis slepetan sama siapa lu?!""Hah?" Dengan tergesa Shira menyamber kaca di samping."Emmm ini," ujar Shira tergagap. "Tadi aku pake masker jadi gini." Alibi wanita itu berjalan."Itu bekas slepetan keleus, pake masker nggak begitu," ujar Luna tidak percay