Share

Chapter 4 Misi

“Ardiansyah Putra Abimana, 40 tahun, pencinta wanita, pengedar narkoba jenis sabu, pecandu alcohol, dan yang terakhir memiliki beberapa club untuk memperjualkan barang-barang terlarang, dan menjajakan perempuan penjaja seks, benar?” tanya Abbas menatap dingin Ardian, sedangkan yang ditanya hanya diam.

“Jawab, jika tidak ingin ada  kekerasan!”

“Ya…” jawab Ardian singkat.

“Sudah berapa lama anda menjual barang-barang haram ini?”

“12 tahun….” jawabnya lagi.

“Dimana saja anda sudah membuka club untuk menjual barang-barang terlarang dan melakukan tindakkan prostusi?”

“Ada dimana-mana….”

“Apakah anda mengenal Randy Miller?” tanya Abbas lagi, membuat ekspresi Ardian berubah yang semula tenang menjadi gelisah.

“Tidak…” jawabnya berusaha tenang.

“Barra Rafeyfa Zayan?” tanya Abbas lagi. Semakin membuat Ardian menampakkan keterkejutannya.

“Tidak….” jawabnya dengan nada bergetar.

“Kami tahu kau adalah kaki tangan keduanya atau salah satu nya….” ucap Abbas dengan dingin.

“Jika sudah tahu, kenapa harus bertanya lagi?” balas Ardian menyembunyikan ketakutannya.

“Hanya memastikan saja, itu tugas kami….” jawabnya dengan sabar, walaupun Abbas sudah dari tadi ingin mencekik Ardian karena menjawab dengan singkat.

“Jadi sudah jelas kau kaki tangannya Randy Miller atau Barra Rafeyfa Zayan. Baiklah untuk sementara kau ditahan, selama kami mengumpulkan semua bukti dan kau keluar jika ada yang bisa menebusmu….” jelas Abbas meninggalkan ruang introgasi.

 Seorang polisi lainnya menarik Ardian keluar dari ruang introgasi dan membawanya kedalam tahanan.

“Kapan saya bisa keluar?” tanya Ardian kepada polisi yang membawanya kedalam tahanan.

“Tunggu saja, kau pasti akan keluar jika semua bukti bisa dihilangkan….” jawab sang polisi mengunci pintu tahanan.

“Aku tidak ingin berlama-lama disini!”

“Sabar saja….”

“Aku tidak bisa bersabar tinggal disini….” ketus Ardian.

“Makanya jangan keasyikan terus main perempuan, hingga tidak sadar para polisi sudah mengincarmu….” ucap polisi meninggalkan tahanan.

“Sialan….” umpat Ardian memukul besi jeruji.

Abbas, Safira, dan tiga polisi lainnya melakukan penyelidikan di rumah Ardian. Rumah Ardian tersebut sudah disegel garis polisi. Safira, Abbas, dan tiga polisi lainnya menunduk melewati garis polisi tersebut dan berjalan memasuki rumah.

Mereka segera memeriksa kamar demi kamar dan mencari semua bukti yang bisa ditemukan. Rumah tersebut sangatlah besar, dan mewah.

Sedangkan Safira memeriksa lemari, dan membongkar laci disamping ranjang, dimana dimalam sebelumnya Ardian dan tiga teman wanitanya berpesta. Safira menemukan sebuah foto, smarphone, dan flashdisk. Safira segera mengambilnya sebagai barang bukti.

Abbas dan yang lainnya menemukan beberapa paket sabu, satu amplop yang penuh berisi uang didalam sebuah lemari, dikamar yang berbeda.

“Apakah ada barang bukti yang kamu temukan?” tanya Abbas pada Safira saat keluar dari salah kamar. Safira menganguk pelan,

“Sebuah foto, flashdisk, smarphone…” jelas Safira.

“Apa yang kalian temukan?” tanya Safira balik.

“Beberapa paket sabu dan satu amplop uang…. Kemungkinan mereka pernah melakukan transaksi jual beli sabu…” ucap Abbas. Safira hanya menganguk.

“Foto apa yang kamu temukan? Boleh saya melihatnya?” tanya Abbas. Dalam diam, Safira memberikan foto tersebut pada Abbas.

Abbas mengeryitkan dahinya melihat dua orang difoto tersebut, membuat Safira menaikkan alisnya, “Apa kamu mengenal orang itu?” tanya Safira heran dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh Abbas.

“Orang yang didalam foto ini adalah Barra Rafeyfa Zayan, seorang pengedar obat-obatan terlarang dan melakukan banyak kejahatan. Saya sudah menduganya, Adrian berkomplot dengan pak Barra….”

“Apakah dia sangat berbahaya?” tanya Safira.

“Sangat…. Bahkan dia pernah terlibat melakukan pembunuhan terhadap seseorang, namun tidak ditangkap dan kasusnya ditutup begitu saja, karena dia menyogok para polisi dan hakim untuk memenangkan kasus tersebut….” jelas Abbas. Safira hanya menganguk perlahan, dan tersenyum tipis.

“Apa kau juga mengenalnya?” selidik Abbas menoleh kearah Safira.

“Tidak begitu mengenalnya, namun ada dendam yang harus dia bayar….” Safira tersenyum simpul, menatap lurus kejalanan.

“Dendam? Kau pernah bermasalah dengannya? Ku harap segeralah menjauh, karena pria itu sangat berbahaya…. Dia akan melakukan segala cara untuk menjatuhkan lawannya, termasuk membunuh….” peringat Abbas.

“Saya sangat suka tantangan dan saya tidak takut dengan itu…. Saya dilahirkan untuk menjadi pemberontak, bukan menjadi penakut, yang  berlindung dibawah ketiak orang lain….” ucap Safira dingin.

“Setidaknya saya sudah mengingatkanmu, bahwa dia sangat berbahaya....” balas Abbas melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Sesampainya dikantor polisi, Safira langsung mencolok flashdisk di komputernya, dan membuka satu persatu file yang tersimpan di flashdisk tersebut.

Safira mengeryitkan dahinya saat membuka sebuah video,

“Jangan pernah mencampuri urusanku, jika tidak ingin kau kubunuh….” seorang pria menodongkan sebuah pisau kepada pria yang berdiri tepat didepannya.

“Kau tidak bisa mengancamku, aku tidak takut…..” jawab sang pria didepannya dengan tegas.

“Serahkan handphone itu, dan keluargamu akan selamat….” sergah pria yang menodong pisau tersebut. Safira sangat serius mendengarkan dan melihat video tersebut melalui earphonenya.

“Lakukan saja sesukamu, aku sudah tidak bisa membiarkan lagi kejahatanmu merajalela…. Kau sudah mencemarkan nama baikku, dengan menuduhku mengelapkan uang perusahaan. Maksudmu apa hah? Bukan kah kita berteman dengan cukup baik, kenapa kau malah mengkhianati pertemanan kita?” tanya pria yang berkameja putih tersebut dengan nada yang tenang tanpa rasa takut sedikitpun diancam.

“Bukan aku yang mengkhianti pertemanan kita, tapi sikapmu yang sok suci itu yang membuat kita harus bermusuhan…. Ingat ya, sebelum kau serahkan handphone tersebut, maka hidupmu dan keluargamu tidak akan pernah aman….” mata Safira terbelalak saat sebuah pisau yang dipegang oleh pria tersebut menghujam pria yang berbaju kameja putih tersebut.

Saat sudah menusuk perut pria tersebut, pria yang dianggap teman oleh pria yang berbaju putih, mengeledah celana dan baju pria yang berbaju putih. Pria tersebut mendapatkan sebuah handphonenya dan meninggalkan pria yang berbaju putih tersebut dengan meringis kesakitan, dan darah segar membasahi bajunya.

Sejenak Safira menoleh kearah Handphonenya yang dia dapatkan tadi, dan sejenak menoleh kearah video yang dia tekan tombol pouse, dan membandingkan Handphone yang diambil oleh pria yang menusuk pria yang berbaju putih itu, dengan handphonenya yang dia temukan saat pengeledahan.

Safira menjerit kaget saat Abbas menepuk pundaknya dengan cukup keras, membuat semua orang menatap bingung kearahnya.

“Kau….” geram Safira saat melihat siapa dalang dari keterkejutannya.

“Kau sedang menonton apa? Serius sekali, sampa-sampai tidak mendengar aku memanggilmu….” jelas Abbas dengan wajah dingin.

“Jangan bermain atau menonton apapun saat bekerja yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan….” tegur Abbas. Safira menghela napas pendek.

“Seharusnya anda lihat dulu apa yang saya tonton baru menuduh saya….” ketus Safira menarik Abbas melihat video yang ada di komputernya.

“Tonton dan pahami video tersebut….” Abbas hanya menurut menonton video tersebut dengan seksama.

“Saya tidak menemukan barang bukti terkait dengan pak Ardian, tapi saya malah menemukan barang bukti kasus lain….” imbuh Safira.

“Pria itu adalah Barra Rafeyfa Zayan….” ucap Safira.

“Dan yang tertusuk itu adalah pak Bagas Hidayatullah…. Beliau sudah meninggal 12 tahun yang lalu, dia tewas ditangan keponakannya sendiri….”

“Namun seiring berjalannya kasus tersebut, terungkaplah tersangkanya pak Barra Rafeyfa Zayan, namun dia tidak pernah tertangkap…. Dia memenangkan kasus tersebut dipengadilan, dan kasus kematian pak Bagas, ditutup begitu saja tanpa kejelasan…” jelas Abbas panjang lebar.

“Lalu apa isi Flashdisk itu lagi?” tanya Abbas.

“Aku belum melihat keseluruhannya….” jawab Safira. Abbas pun mengeluarkan video tersebut, dan beralih pada file lainnya, dan menemukan catatan transaksi jual beli dan data-data perusahaan.

“Berarti Ardian bekerja sama dengan Barra….” imbuh Abbas.

“Lalu kenapa flashdisk sepenting ini ada dirumah Ardian? Kenapa tidak  bapak Barra saja yang menyimpannya sendiri?” tanya Safira.

“Pak Barra memiliki banyak musuh, tentu saja sesuatu rahasia besarnya tidak akan disimpan didalam rumahnya, kemungkinan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka semua bukti untuk menjeratnya tidak ditemui dalam rumahnya….”

“Lalu jika dia tidak percaya didalam rumahnya tidak aman untuk menyimpan rahasianya, kenapa malah menyerahkan rahasianya kepada pak Andrian, apakah dia tidak takut, suatu saat Andrian bisa saja berkhianat padanya, seperti dia berkhianat dengan pak Bagas?”

“Mungkin Andrian orang kepercayaannya….”

“Bodoh sekali, bisa mempercayai orang begitu mudah….” ketus Safira dingin.

“Apa kau sudah memeriksa isi handphone itu? Mana tau ada petunjuk untuk menjerat Andrian dan komplotannya kepenjara.” tanya Abbas menatap Safira, Safira langsung meraih handphone tersebut, dia mengerutkan keningnya.

“Kenapa?” tanya Abbas heran dengan ekspresi Safira.

“Handphonenya terkunci….” jawab Safira.

“Sial….” umpat Abbas.

“Sepertinya kita harus mendatangi rumah pak Ardian lagi, mana tahu kita mendapatkan banyak bukti disana….” usul Safira yang langsung diangguki oleh Abbas.

“Ayo kita pergi sekarang, lebih cepat lebih baik….” ujar Abbas membuat  Safira hanya bisa melonggo.

“Sekarang?” ujar Safira membeo. Abbas yang sudah melangkah hendak keluar, menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Safira.

“Iya… kenapa? Kamu keberatan?” tanya Abbas menaikkan alisnya.

“Bukan keberatan, tapi lebih tepatnya kita baru saja pulang dari sana, masa harus kembali lagi…” jawab Safira.

“Apa itu masalah, jika kasus ini cepat selesai itu lebih baik…. Takutnya, jika lama kita bertindak, barang bukti bisa saja dimusnakan….” Abbas segera keluar, sedangkan Safira segera memungut barang bukti yang dia temukan dan memasukkannya ke dalam tas.

Safira segera berlari mengejar Abbas yang sudah berada didalam mobil, Safira segera memasuki mobil dan mobil polisi tersebut segera meninggalkan kantor polisi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status