Kebaya mewah yang bertabur manik-manik itu kembali masuk di kotaknya. Lyara menyimpan dengan hati-hati. Setelah mengganti kembali dengan setelan jeans dan kemejanya. Ia baru saja selesai dengan satu pekerjaannya menjadi pendamping salah satu kakaknya pengantin.
Entah kenapa Lyara selalu suka dengan pekerjaan menemani di pesta pernikahan. Tapi ia tidak selalu mendapatkan itu. Kebanyakan perannya adalah untuk menjadi pajangan dalam acara makan malam keluarga, atau seperti tadi malam, menjadi piala yang dipamerkan kepada teman-temannya. Benar, Lyara memang cantik. Itulah sebabnya ia tidak keberatan jika hanya menjadi pajangan untuk dipamerkan pada semua orang. Lyara juga bisa akting. Selama ini semua akting yang dilakukannya adalah untuk kepentingan pekerjaannya itu. Tentu saja, ia tidak mungkin menjadi salah satu talent Lofou jika ia tidak cantik dan tidak bisa akting! Selesai membereskan kebayanya. Lyara bergegas menuju tempat kerjanya selanjutnya. Ia akan membantu seorang seniornya yang sudah lulus dan memiliki usaha face painting. Karena Andin membuka booth face painting di The Palace, salah satu mall terbesar. Jasa face painting untuk anak-anak. Lyara sudah belajar kepada Andin sejak mereka masih sering bertemu. Andin bilang ia hanya perlu di gantikan selama tiga jam. Jadi Lyara menyanggupinya. Lagipula, jadwalnya selanjutnya adalah malam nanti Selain itu, ia bisa sedikit berkeliling mall selesai dengan pekerjaannya nanti. Lyara tersenyum saat ia terpikirkan akan membelikan makanan enak untuk Leora. Adiknya itu pasti akan sangat senang. -o0o- The Palace, salah satu mall terbesar yang mengadakan acara hari anak internasional. Acaranya sudah berlangsung dari hari jumat. Tapi Lyara baru bisa menyanggupi tawaran pekerjaan di hari minggu. Itupun hanya selama tiga jam. Karena ia masih harus bertemu satu klien lagi pukul tujuh malam nanti. Tangannya penuh dengan dua paper bag besar yang tadi pagi dibawanya dari kantor Lofou. Ia berlari saat lift hampir tertutup. “Tunggu,” serunya meminta orang di dalam lift menahan untuknya. Lyara sukses menyelinap ke dalam ruang besi kotak itu dan tersenyum. Ia berbalik hendak berterima kasih tetapi matanya membelalak saat melihat siapa yang berdiri di depannya. “Eh, calon istri bos.” Celetukan lelaki di belakang itu membuatnya berbalik dan melihat seorang lagi di sana. Lyara menatap bergantian kedua lelaki itu. Tapi ia hanya mengangguk dan menyapa Genta. Sedangkan lelaki berkacamata yang sedari tadi menatapnya tidak diacuhkannya sama sekali. Lyara berbalik menatap pintu besi yang tertutup di depannya. Bibirnya dikulum. Ia tidak mau menyapa orang mesum. “Kamu ada kerjaan di sini?” Lyara melirik sinis lelaki di sampingnya. Matanya tertuju pada bibir merah yang masih terlihat bekas gigitannya tadi malam. Lyara menggeleng, menghempaskan kelebatan ingatan tak senonoh di kepalanya. Gila sekali dirinya malah terbayang adegan mesum itu! Pipi Lyara memerah mengingat Rakha juga melihatnya di sana. Argh! Kacau! Kepala Lyara mengangguk kecil. Tidak berniat untuk menjawab apalagi mengobrl dengan lelaki itu. Tidak sudi Lyara. Kecuali jika bicara dengannya bisa menghasilkan uang. Ia baru rela. “Bertemu seseorang?” Lyara mengangkat bahu tak acuh. Lift berdenting dan ia sampai di lantai dasar dimana atrium berada. Ia menggenggam erat paper bagnya kemudian melangkah keluar saat pintu terbuka. Tapi langkahnya terhenti saat lelaki tinggi tegap dengan pakaian kasual tanpa jas dan kemeja yang tadi malam dipakainya itu berdiri di depannya. Lelaki itu bergaya santai dengan kaos polo dan celana panjang. “Kamu masih marah?” Mata Lyara memicing, mendongak, dan mendapati wajah Raja yang menatapnya dengan penasaran. “Anda pikir saja sendiri!” “Kamu marah.” Lyara mendengkus, “Dan anda tidak merasa bersalah?” “Oke. Aku minta maaf.” Semudah itu? Lyara menatapnya dengan curiga. Pasti ada maunya! “Tapi bisakah kamu bekerja untukku sekarang?” tanya Raja tanpa rasa bersalah. Tuh kan! Lyara menggeleng. “Sistem agensi bukan aku yang menentukan,” jawab Lyara. Ia benar-benar baru menjawabnya saat itu hanya soal pekerjaan. “Baiklah. Aku akan menunggu,” jawab Raja. Memang harusnya begitu! “Sekarang kamu mau kemana?” tanya Raja lagi. “Bekerja,” jawab Lyara. “Di?” “Athrium. Booth.” Lyara sengaja menjawab dengan ketus. Ia masih tidak terima permintaan maaf yang berkedok itu. “Baiklah, selamat bekerja,” ucap Raja meyingkir dari tempatnya berdiri. Memberikan jalan kepada Lyara yang masih menatapnya dengan penuh permusuhan. Tapi lelaki itu tidak bisa apa-apa karena tebakannya benar. Gadis itu masih marah padanya. Lyara melangkah pergi tapi kemudian berbalik, matanya menatap Raja dengan sungguh-sungguh. “Aku harap kita tidak bertemu lagi selain dalam pekerjaan, Pak Raja.” -o0o- Matanya melebar melihat ramainya anak-anak yang berkerumun di sekitar atrium The Palace. Ia menemukan tempat dimana ia dibutuhkan. Ada sekitar sepuluh anak yang mengantre untuk dilukis wajahnya di booth face painting Andin. Lyara mengenali wanita yang sedang serius mengusapkan kuas berwarna-warni itu di wajah seorang anak perempuan. “Siang, Teh Andin,” Lyara menyapa wanita itu. Ia hilangkan semua cemberut dan rasa kesalnya pada Raja. Sekarang bukan waktunya merajuk-rajuk. Andin yang duduk di balik meja yang penuh dengan cat warna-warni itu menoleh pada Lyara dan terseyum, “Lyara, udah datang? Sebentar ya,” katanya sambil kembali menekuni sisa pekerjaannya. Lyara mengangguk. Ia masuk ke dalam booth, mengambil apron dan memakai masker. Setelah merapikan rambut dan memastikan ponsel dan dompetnya masih berada di tas selempangnya, ia melihat ke sekeliling sekali lagi. Banyak booth yang bertemakan anak-anak. Semuanya terasa ramai oleh ocehan bibir-bibir kecil. Matanya beradu dengan pandangan seorang anak yang ikut mengantre untuk dilukis wajahnya. Lyara tersenyum dan melambaikan tangannya. Ia selalu suka anak-anak. Melihat polosnya wajah dan tatapan mata mereka. Membuat Lyara ingat bahwa dulu ia juga pernah sepolos itu. Ia pernah sebahagia itu. Ia pernah menjadi anak yang sangat beruntung. “Nah, selesai! Gimana? Suka dengan unicorn ungunya?” suara ceria Andin membuat Lyara kembali memerhatikan wanita itu. Gadis kecil dengan wajah berlukiskan tanduk unicorn berwarna ungu dengan bunga warna-warni itu mengangguk pada cermin di hadapannya. Ia tersenyum dan berterima kasih sebelum berbalik dan pergi. “Tunggu sebentar ya,” suara ceria Andin meminta anak selanjutnya untuk menunggu. Ia berbalik setelah mendapat anggukan dari anak itu. “Biar aku aja, Teh,” Lyara langsung mengambil alih tugas Andin. Andin mengangguk, membuka maskernya, dan wajah cantiknya segera muncul dengan senyumannya. “Selalu tepat waktu, Ra,” katanya dengan nada ceria yang sama. “Aku berusaha sebisanya,” jawab Lyara lalu menatap anak perempuan manis yang duduk di depannya. “Hai, kamu mau dilukis apa?” tanya Lyara dengan nada ceria. Ia tersenyum pada anak yang berusia sekitar tiga atau empat tahun itu. “Aku mau ini, gambar strawberry,” jawab anak perempuan itu sambil menyerahkan kartu pilihan yang memang sudah tersedia di meja booth. Suaranya yang sedikit cadel membuatnya tambah menggemaskan. Lyara menerima kartu bergambar strawberry itu dan tersenyum, “Oke. Kamu siap dibuat cantik pake gambar strawberry?” tanyanya. Ia mulai mengambil kuas. Mengoleskan pelembab di pipi bulat yang mengangguk itu. Gemas sekali! Lyara membatin dan mulai membuat gambar strawberry di pipi bulatnya. Anak itu diam dan mengerjapkan mata saat cat dingin menyentuh kulitnya. “Ra, aku pergi dulu ya, aku pasti datang lagi jam empat nanti,” Andin sudah membereskan dirinya dan berpamitan pada Lyara yang menggambarkan strawberry kedua di pipi kiri. Lyara menoleh dan mengangguk pada Andin, “Hati-hati di jalan, Teh,” jawabnya sambil melambaikan tangan. Andin mengangguk dan menepuk pelan pundak Lyara dan keluar dari booth. Lyara melirik sekilas pada Andin yang berjalan menjauh. Wanita yang memakai dress bunga-bunga itu berjalan dengan anggun dengan heelsnya. Lyara tersenyum, Andin selalu terlihat anggun dan aura cantiknya terlalu awur-awuran bagi Lyara yang selalu terlihat berantakan. Ia melirik dirinya sendiri. Jeans dan kemeja lengan panjangnya yang biasa-biasa saja. Kepalanya menggeleng, mengenyahkan pikiran iri dari hatinya. Ia lalu kembali fokus pada strawberrynya. Kembali tersenyum dan melanjutkan melukis bunga-bunga putih di samping strawberry merah itu. -o0o- “Sudah selesai,” Lyara berkata dengan ceria dan mengambil cermin. Membiarkan pelanggan kecilnya untuk melihat hasil lukisan di wajahnya. Kali ini, anak perempuan berusia sekitar empat tahun. Ia memiliki wajah bulat dengan pipi yang bulat juga. Mata hitamnya bulat dengan bulu mata lentik yang cantik. Lyara sudah melukis di sekitar tujuh orang anak. Masing-masing dengan pilihannya sendiri. Sejauh ini lukisan unicorn dan strawberry adalah favorit para anak-anak. Selain melukis ia juga menjawab setiap pertanyaan dari para orang tua yang datang ke boothnya. Ia menjelaskan bahwa mereka bisa memilih ingin dilukis dengan gambar apa. semua gambar sudah tersedia di meja booth dan pembayaran bisa dilakukan dengan menscan barcode yang sudah tersedia. Lyara melihat ke kanan-kiri. Ia tidak melihat orang tua gadis kecil ini. Padahal setiap anak didampingi oleh para ibu atau ayahnya. Tapi gadis yang masih memegang cermin ini sendirian sejak ia duduk dan mulai di lukis. “Bagus, Tate, aku suka haimaunya,” katanya sambil kembali menyerahkan cermin. Mata Lyara membulat, ia tersenyum pada gadis dengan suara cadel itu. Wajahnya yang sudah dilukis harimau sama sekali tidak menyeramkan. Malah semakin menggemaskan. “Terima kasih. Kamu juga cantik sekali,” puji Lyara. “Kamu ditemani siapa?” “Maaf, saya terlalu lama di mushola,” suara lelaki itu membuat Lyara menoleh. Pandangan Lyara dan lelaki itu bertemu. Lyara terkejut. Ia mengerjap dan membuka masker. Memperlihatkan wajah terkejutnya. “Lyara?” Lyara mematung. “Kamara, kasih salam ini Tante Lyara, teman Papa,” ucap lelaki itu pada anak di hadapan Lyara. Mata cokelat Lyara menatap bergantian lelaki itu dengan anak kecil di depannya. “Lyara, ini anakku, Kamara.” -o0o-Lima bulan kemudian ... Premiere film From Seoul With You yang dibintangi oleh Lyara berlangsung dengan meriah. Semua orang menyambut film terbaru Syifa Alaika dan Brian Jusuf yang memang couple paling hits diantara para gen z. Selain para pemain, juga sutradara, director, dan tentu saja para petinggi di StarSun Vision. Braja Krisna yang adalah direktur StarSun juga hadir dengan Tiara Berlian, sang influencer terkenal yang sekarang sudah menjadi istri Braja. Lalu datang juga para influencer dan artis-artis juga datang memenuhi undangan. Dengan perut yang sudah membesar, Lyara datang dengan dress satin yang memperlihatkan perut hamilnya dengan elegan. Ia menggandeng Raja yang memastikan Lyara aman dalam acaranya. Rangkaian acara, foto-foto untuk media, juga pemutaran film pertama kali yang akan tayang serentak di layar lebar dua minggu lagi itu menjadi satu dari beberapa acara yang akan Lyara datangi. Raja mengizinkan Lyara ikut serta dalam promosi film ke beberapa kota dengan sy
Bonus Chapter Lyara baru saja beres-beres untuk pulang saat pintu kaca salon terbuka. ia melirik pintu, dua orang cowok masuk. Satu orang rapi dengan dandanan barang branded dari atas sampai bawah, Lyara kenal merek-merek itu. Lalu satu lagi, cowok berkacamata yang terlihat urakan dengan rambut gondrong.“Lo udah gondrong, bau, lepek! Percuma ganteng,” ucap pemuda mentereng.“Males gue!” jawab si kacamata ogah-ogahan.“Tinggal diem dikeramasin, Anj, males-males!” jawab temannya lagi, “Kak Inggrid ada?” tanyanya pada Lyara yang memandangi keduanya.Mata Lyara beralih dari cowok berkacamata yang berbalik menatap keluar, kembali pada di cowok keren, ia mengangguk dan tersenyum seadanya, “Mau saya panggilkan?” tanyanya.Cowok itu mengangguk tapi kemudian mengalihkan padangannya saat cewek dua puluh empat tahun yang dipanggil Kak Inggrid itu, ia keluar dari pintu menuju ruang belakang. “Eh, Kak,” sapa cowok itu langsung.Lyara mundur mempersilakan kedua
Raja tahu semua konsekuensi dari tindakannya. Raja sudah siap dengan apapun yang akan Lyara lakukan. Raja siap dengan marahnya Lyara kepadanya. Ia siap dengan apapun, asal Lyara tidak pergi. Asal ia bisa melihat Lyara, bisa memastikan wanitanya hidup dengan baik tanpa kurang satu apapun. Tiga hari berlalu.Seharian setelah malam itu, setelah Lyara tahu tentang semuanya, Lyara hanya mengurung diri di kamar. Tidak mau makan. Tidak mau bicara. Tidak mau bertemu dengan siapapun. Bibi Ina yang mengirimkan makan ke dalam kamar pun tidak di acuhkannya. Bunda menggeleng saat tidak berhasil membujuknya. Kakek juga menyerah. Rania yang tidak berani hanya menyemangati kakaknya yang terlihat putus asa.Makanannya utuh sampai malam hari Raja memaksa masuk ke dalam kamar. Raja ingat Lyara mual hanya setelah bertemu dengannya dan ia meminta Bibi Ina untuk mengambilkan bubur. Membujuk Lyara tidak sesulit itu, Lyara mau makan dari suapannya. Raja berterima kasih dan meminta maaf sekali
Lyara berdiri dan menghampiri Bunda.“Ra, Bunda kangen,” ucap Bunda kemudian bergegas memeluk Lyara. Membawa kehangatan pada tubuh mungil Lyara di depannya. Bunda melepaskan pelukannya dan menahan Lyara di depannya, tangan bunda meraih tangan Lyara, “Kamu oke? Mual? Ada muntah? Pusing gak? Kamu lemes?”Mendengar rentetan pertanyaan Bunda, Lyara tersenyum lalu menggeleng, “Aku baik-baik aja sampai kemarin, Bunda. Lalu Mas Raja datang dan tiba-tiba aku gak bisa makan,” keluhnya kemudian.Alis Bunda bertaut, menoleh pada Raja, “Kamu ngapain, Kak?” tanyanya.Lyara terkekeh, “Mas Raja gak ngapa-ngapain, Bunda. Cuma tiba-tiba aja aku baru mau makan kalau disuapin,” jelasnya lagi. Ia mengeluhkan keanehan tiba-tiba yang ia rasakan.Lalu tawa Bunda terdengar, tangan Bunda beralih ke perut Lyara, “Mulai manja ya, Cucu Nenek,” ucap Bunda kemudian.Lyara mengerutkan alis, “Emangnya dia udah bisa manja-manja, Bunda?”Bunda mengangguk. “Cucu bunda udah mulai mau deket
“Aku,” Raja mengangkat wajah, meluruskan tatapannya pada wanita yang sedang menunggunya itu. Ia sampai pada satu titik dimana ia ragu dengan apa yang ingin disampaikan olehnya. Namun apa yang dititahkan oleh Kakek dan Bunda tertanam dalam kepalanya. Bahwa ia harus mengatakan hal yang sebenarnya. Dengan kepergian Lyara seminggu ini. Raja sudah takut kalau Lyara benar-benar meninggalkannya. Ketakutannya saat Lyara pergi terasa nyata. Ia takut Lyara benar-benar pergi lagi. Ia takut kalau Lyara akan menghilang lagi. Ia takut tidak akan bisa menemukannya secepatnya. Saat tahu Lyara hamil, ia benar-benar merasa bersalah. Ya, ia bahagia. Ia tentu saja bahagia dengan kenyataan itu. Tapi apakah Lyara tidak keberatan? Apakah Lyara bisa menerimanya? Apakah Lyara kesulitan selama ini? Lalu jika ia berkata bahwa ayah dari anak yang dikandungnya adalah penyebab dari semua kemalangannya selama ini, apakah Lyara akan bersedia berada di sampingnya? Seperti selama ini? Apakah Ly
“Rakha yang memberi tahu?” tembak Lyara.Raja menggeleng, “Sampai akhir, Rakha diam tidak mau memberi tahu apa-apa tentang kamu.”“Lalu?” Lyara memicing, “Apa selama ini aku diikuti?”“Pengamanan, Yara. Aku tidak mau kamu kenapa-kenapa,” jawab Raja mengakui.Lyara menggeleng, “Apa kamu tidak percaya padaku? Kamu anggap aku bisa kapan saja menghianatimu?”Dengan tenang, Raja menjawab, “Kamu tau yang terjadi padaku. Aku mau kamu aman dan aku tau kamu aman. Hanya itu. Aku percaya, sangat percaya padamu. Itu hanya bentuk ketakutanku, Yara.”Menghela napasnya, Lyara berdiri, ia butuh udara segar. Berjalan keluar resto yang hangat, Lyara mengambil langkah ke arah taman hotel yang langsung berhadapan dengan kolam renang. Tangannya terkepal di sisi kiri kanannya, ia berjalan dengan kekesalan yang terlihat jelas.Raja beringsut mengikutinya. Lelaki itu mensejajarkan langkah, memilih berjalan di samping kirinya. Tangannya yang hendak meraih tangan Lyara kembal