“Gue kesel!” Lyara menjerit. “Lo tau, orang itu-“ Lyara terisak, “lo tau gue selama ini gak pernah pacaran karena gak pernah ada waktu. Waktu gue gak ada buat ketemu cowok selain di kerjaan ini. Terus, terus lo nuduh gue punya pacar, lo nuduh gue! Lo gak tau apa, itu orang gila itu udah bikin gue gak bisa tidur semaleman. Gue udah dibikin malu. Gue- orang itu tiba-tiba aja cium gue sembarangan!”
Rakha mengerti semua yang dikatakan Lyana meskipun gadis itu berkata dalam tangisannya sambil terisak dan berteriak kesal. Ia mengerti setiap katanya. Tangan Rakha menarik Lyara ke kursinya. Mendorong gadis itu untuk duduk di sana dan menunggu sampai tangisannya reda. Begitulah cara membuat Lyara tenang. Cara yang sudah dipakainya bertahun-tahun lamanya. Tangan Rakha menggapai kotak tisu dan menyodorkannya pada Lyara yang masih mengelap hidungnya yang berair juga ujung-ujung matanya. Ia berdiri memunggungi meja komputernya dan menunggu. “Gue kesel. Ya Allah gue berdosa banget udah dicium orang asing!” Rakha menarik napas. “Ada bedanya sama dicium orang yang udah kenal?” tanyanya. Mata Lyara meliriknya tajam. Rakha menutup mulutnya. Sudah lama mereka berteman, jadi melihat Lyara merajuk dan marah seperti ini bukanlah hal baru untuknya. “Tapi bukan salah gue, kan?” Dengan lirikan matanya, Lyara melihat Rakha menyeringai bangga. “Tuhan juga liat bukan gue yang nyosor duluan. Selain itu, lo juga liat gimana tuh orang gila kedua nempel banget sama gue. Lo juga liat dia yang yang bawa-bawa tas gue, kan? Orang gila kayak gimana yang cuma karena bawain tas gue dan berani-berani cium gue!” kata-kata Lyara memburu bersama napasnya yang menahan emosi. Rakha mengangguk . Ia melihatnya juga dari kamera pengawas yang diretasnya tadi malam. Saat menemukan data Anthony, Rakha menemukan data yang tidak baik. Lelaki itu sudah banyak melakukan hal yang buruk. Ia sebenarnya tidak mau menerima Anthony. Tapi karena Lyara yang sangat membutuhkan uang untuk operasi ayahnya, Rakha menerima orang gila itu. Itu sebabnya ia meretas kamera pengawas The Six, night club tempat Lyara pergi tadi malam. Sayangnya, tidak ada kamera pengawas di toiletnya. Ia hanya bisa meretas sampai ke koridor. Jadi ia hanya melihat apa yang terjadi di depan pintu masuk dan apa yang ada di koridor. Rakha tidak bisa menemukan apapun selain bahwa lelaki yang mencium Lyara terlihat mengelap punggung tangannya. Mungkin lelaki itu yang memukuli si orang gila. “Jadi lo udah tau apa yang sebenernya terjadi?” Rakha mengangguk setelah ia selesai dengan ceritanya. “Gue masih harus bikin back up buat newbie kayak lo, Ra,” jawabnya. “Gue?” “Dan untuk talent bermasalah kayak lo,” tambah Rakha. Mata Lyara menajam menatap temannya itu. Lalu berdeham. “Orang itu bukan pacar gue.” “Gue tau,” Rakha mengangguk. “Tapi dia minta gue jadi pacarnya tadi malem, pacar boongan. Gue ketemu di depan lobi hotel. Namanya Raja,” Lyara melirik Rakha yang mulai mengerutkan keningnya. Dan cerita Lyara mengalir sampai ia bertemu lagi Raja di The Six sampai Raja menciumnya di sana. Ia menautkan jari-jari tangannya sambil bercerita. Rakha menatap Lyara dengan tajam. “Gitu. Dia udah bayar sepuluh juta,” Lyara mengakhiri ceritanya. “Lo gak terima laporan apa-apa tentang ini tadi malem, Lyara Saravita!” Nyali Lyara menciut mendengar Rakha mengucapkan nama belakangnya. “Gue udah bantuin dan dia minta buat jadi pacar palsunya lagi. Jadi, gue kasih nomor lo dan minta bayaran.” “Kita masih belum selesai sama masalah Anthony dan lo terima uang dari orang yang gak buat perjanjian dengan kita. Gimana gue selesaikan dua masalah ini, Ra?” “Lo gak usah kasih tau siapa-siapa soal Pak Raja, kan?” “Tapi dia bilang dia mau pake jasa lo lagi, kan?” Lyara mengangguk. Rakha nyugar rambutnya, “Gue akan selesaikan ini secepat mungkin,” katanya kemudian. Senyum Lyara mengembang, “Gue tau lo pasti bisa selesaikan ini, Rakha,” katanya dengan nada bangga. Rakha menggeleng. Sebenarnya Lyara masih sangat dongkol dengan ciuman keduanya itu. Tapi baiklah, ia akan berusaha tidak terpengaruh dengan kenyataan bahwa yang penting bukan first kiss-nya sudah dicuri orang tak dikenal. Lyara mencebik, “Ih, gue sumpahin dia susah kawin!” “Lyara mulut lo itu ya!” “Lagian. Gimana tunangannya gak selingkuh kalau dia sendiri ci— itu sembarangan orang,” cicit Lyara, “meskipun gue bukan orang sembarangan,” tambahnya. Rakha gemas sendiri dengan Lyara yang selalu bicara sembarangan saat bersamanya. “Lo yakin dia bilang dia mau pake jasa lo lagi?” Lyara mengangguk. “Dia udah berani cium lo. Lo gak apa-apa kalau dapet kerjaan sama orang itu? Atau kita black list biar gak bisa apa-apain lo lagi?” Perkataan Rakha benar. Tapi orang itu mengeluarkan uang dengan mudah dan Lyara butuh uang besar secepatnya. Jadi ia menggeleng. “Uangnya pasti gede, Rakha.” “Lo gak harus—“ “Gue harus. Lagipula kayaknya gue harus tanggung jawab karena bikin tunangannya marah, deh,” Lyara terkekeh. Rakha menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Dan lo, kenapa ngasih klien orang gila kayak gitu sih? Bukannya biasanya kita dapet klien elit semua? Kemampuan hack lo udah tumpul?” Lyara mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Rakha menarik napas, Lyara dan mulut tajamnya itu tidak pernah berubah sejak kaya sampai setelah berjuang untuk hidup seperti sekarang. Mulut tajamnya adalah satu dari sekian banyak hal bar-bar dalam diri Lyara. Selain tendangan mautnya, tentu saja. “Atau lo sengaja ngasih cowok kurang ajar gitu sama gue?” “Mulut tajem lo itu, ya, Lyara,” Rakha menahan untuk tidak menelan gadis itu bulat-bulat. “Lagian-“ “-kan lo yang minta, lo bilang punya target lima puluh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya ini. Lo baru dapet yang gede dari Pak Devan doang, Neng,” jelas Rakha dengan pelan-pelan. Jika dijawab dengan emosi yang sama, Lyara akan makin membara dan bisa menghanguskan kantor mereka jika Rakha sama saja. Bibir Lyara bungkam. Ia melirik Rakha dan mengangguk kecil. “Orang gila yang lo bilang itu lumayan buat nambahin target itu, Lyara,” tambah Rakha masih dengan suara pelan. Lyara berdecak. Rakha memang benar. Bidang mereka bukanlah hal yang akan dicari orang setiap hari. Jadi, seminggu bisa dapat sepuluh juta adalah hal yang sudah lebih baik bagi Lyara. Tapi ia tetap cemberut pada Rakha. “Apa lagi salah gue?” “Hapus!” Alis Rakha terangkat. “Lo nyimpen video mesum,” ucap Lyara dengan suara pelan. Mata Rakha membulat tak percaya. “Udah ah, gue mau siap-siap,” Lyara turun berjinjit dari kursi kebanggan Rakha dan berdiri di atas sepatu flatnya. Tinggi Lyara yang hanya sedikit lebih tinggi dari pundak Rakha yang menjulang, membuatnya terlihat seperti adik kecil. Meskipun mereka lahir di tahun yang sama. Tinggi Rakha jauuh berada di atasnya. “Lyara,” panggil Rakha. “Hm?” Lyara menghentikan langkahnya sebelum sampai ke pintu dan berbalik. “Lo mau pake punya gue dulu?” Lyara kembali ke hadapan Rakha, “Gue udah banyak pake uang lo selama ini. Sekarang gue udah punya dua puluh, sedikit lagi, gak apa-apa kok. Ayah juga bilang buat jangan kebanyakan nyusahin lo,” jawabnya sambil menepuk-nepuk pundak Rakha. Rakha mendengus melirik tangan mungil Lyara yang menepuk pundaknya, “Oke.” Lyara berjalan ke pintu lagi, “Tapi gue butuh sepatu. Kalau masih ada anggaran sponsor, bisa gak lo beliin ukuran gue?” tanyanya sambil masih memunggungi Rakha. “Ada, bisa lo ambil kalau kesini lagi,” jawab Rakha pasti. Senyum Lyara terkembang sambil berbalik dan melirik Rakha. “Lo terbaik, deh. Gue pergi ya,” pamitnya setelah mengacungkan jempol. “Lyara,” panggil Rakha lagi. “Apa lagi?” tanya Lyara yang sudah berada di luar pintu. “Helm lo ketinggalan,” jawab Rakha. Mata Lyara melirik helmnya yang berada di sofa di ruangan Rakha. Cengirannya terbit lalu kembali masuk dan memakainya langsung. “Bye!” “Hati-hati,” Rakha berpesan. “Siap, Bos!” Napas Rakha terdengar lega saat Lyara menutup pintu. “Dan Rakha,” Lyara kembali membuka pintu. “Hm?” “Mendingan apartemen lo hadiahin ke gue aja kalau tiap malem lo tidur di sini,” ucapan Lyara meluncur dengan sangat mulus. Rakha memicing, “Enak aja!” “Daripada jadi sarang hantu!” Dan Lyara segera menutup pintu sebelum Rakha bergerak untuk mengejarnya. -o0o-Mata Raja melirik ke sekitar saat tidak melihat Lyara di tempatnya berdiri tadi. Lalu ia menemukannya, Lyara yang sedang duduk di meja yang sama dengan dimana Dinda berada. Sudut bibirnya kembali tertarik dan mengangguk, ia kembali menoleh pada lelaki tua di depannya dan dengan lebih lega menjawab basa-basi yang akan menguntungkannya ini.Lyara juga bisa melihatnya, Raja yang menoleh kembali pada lawan bicaranya di sana. Ia tersenyum dan kembali menatap seorang perempuan yang lebih tua darinya. Maira adalah orang yang punya Kukupu Atire, kebaya pernikahan Lyara dibuat olehnya. Ia juga adalah istri dari pemilik The Palace, mall tempat Lyara bertemu dengan Raja saat face painting dulu. Raja dan Dharma, suami Maira, adalah saudara sepupu.“Kak Raja itu kakak sepupu suamiku, Ra, kita pernah ketemu waktu kalian menikah,” ucapnya dengan suara yang lembut, seperti yang di katakannya, mereka memang pernah bertemu saat acara di Bali ataupun acara resepsi.Kepala Lyara mengangguk, “Iya, aku ing
Pikirannya kembali mengingat saat Leora bertanya tadi pagi selagi ia menutup mata membiarkan dirinya dirias. Pertanyaan Leora yang tepat sasaran membuat Lyara terpingkal sendirian. Ia tidak bisa berkata lantang, “Ya! Benar sekali!” tapi malah tertawa sampai air matanya merembes dari ujung mata.“Yang bener aja, Yora! Kamu kebanyakan nonton dracin, ah,” jawab Lyara akhirnya.Tapi ternyata adiknya benar-benar menantikan jawabannya. Melihat itu, Lyara berdeham lalu menatap Leora tak kalah serius, “Kalau itu yang melintas di kepala kamu, coba sebutkan keuntungan apa yang Mas Raja dapatkan dari aku? Dari keluarga kita?”Leora mengedip.“Gak ada. Bisnis ayah bangkrut, aku cuma pecundang yang gak bisa membantu apa-apa untuk ayah. Untuk menyelamatkan perusahaan, menyelamatkan pabrik. Aku gak semenguntungkan itu untuk Mas Raja, Yora. Aku gak bisa membuat diriku berguna seperti Dinda mantannya itu,” jelas Lyara dengan lembut. Dirinya benar-benar merasa sangat rendah.Tangan Leora melingkar meme
Lagi-lagi. Lyara tidak bisa tidur. Padahal ia sudah mengabari Leora dan Mama bahwa mereka bisa pergi jalan-jalan hari minggu nanti. Ia juga sudah berbaikan dengan Raja tadi pagi. Ia juga tidak melupakan apapun dan tidak melakukan kesalahan apa-apa hari ini. Tapi kepalanya berisik. Ia tidak bisa tidur jika kepalanya terus berisik seperti itu.Sekali lagi, Lyara menutup matanya dan menarik napas dengan tenang. Tapi tetap saja. Ia tidak bisa. Ia—“Yara?”Tubuh Lyara tersentak saat tangan Raja menyentuh pundaknya. Saat Raja memanggil namanya. Seperti reaksinya yang sudah-sudah, Lyara akan langsung bangun duduk, mengepalkan tangan dan menahannya menjadi pelindung di depan dadanya. Jantungnya beredebar, ketakutan menguasainya lagi. Matanya mengerjap. Itu Raja. Itu lelakinya. Itu suaminya. Bukan siapa-siapa. Bukan orang kurang ajar yang sudah menyentuhnya.Kepala Lyara mengangguk saat suara di kepalanya menyadarkannya kembali.Pandangannya kembali fokus dan ia bisa melihat bagaimana Raja me
Benar saja. Sampai alarm berbunyi pukul empat, Lyara membuka mata yang tidak bisa terlelap. Sedangkan Raja yang baru tiga jam lalu masuk ke kamar dan berbaring di sampingnya terdengar tidur dengan pulas. Bangun tidurnya kali ini bertambah berat, karena lagi-lagi hari ini ia tidak punya kegiatan apa-apa. Hari ini ia sudah tidak bertemu dengan Kamara. Juga dengan Raja yang marah padanya, rasanya melelahkan.Lyara menghela napas, ia baru akan melepaskan selimut saat tangan Raja melingkar di perutnya dan menariknya dengan mudah ke dalam pelukan lelaki itu. Lyara tidak berdaya menolak, karena selain kaget dengan aksi tiba-tiba itu, tangan kekar Raja benar-benar kuat dan tidak bisa ditolak dengan tubuh mungilnya.“Karena kamu aku gak bisa tidur,” kata lelaki itu dengan suara serak.Lyara mengerjap, “Mas pulas, kok,” sanggahnya,“Aku hanya berusaha bernapas dengan tenang,” jawab Raja, “Kamu yang cemas semalaman,” lanjutnya.Tidak bisa membantah, karena memang itu nyatanya, Lyara menutup mulu
Tangan Raja mengulur pada Lyara yang masih duduk di sampingnya dan disambut Lyara dengan riang. Keduanya kembali berjalan sambil bergandengan tangan. Setelah magrib tadi, Raja menawarkan jalan-jalan malam dengannya. Tanpa ragu, Lyara segera mengiyakan ajakan itu. Sekarang, setelah makan malam bersama di salah satu omakase favorit Rania yang direkomendasikan pada mereka, mereka berjalan bersama mengelilingi taman di rooftop mall. “Apakah Dinda yang melakukannya?” Lyara mencoba mencari tahu. “Apa?” Tanya Raja sambil menoleh pada Lyara. “Yang Mas bicarakan dengan Kakek tadi sore,” jawab Lyara. Raja mengangguk setelah mencari maksud pertanyaan Lyara, “Kami terlibat beberapa proyek bersama. Tapi karena pernikahan itu gagal, Dinda membalasnya dengan sangat baik,” jawab Raja. “Bukankah Dinda yang selingkuh?” “Tidak peduli siapa yang lebih dulu, Dinda tetap dendam karena kita menikah,” jawab Raja.“Mas yakin aku tidak perlu melakukan apapun untuk bisa membantu? Aku mungkin bisa minta to
“Ada Kamara,” ucap Lyara pelan, melerai kedua lelaki dewasa yang sekarang sedang saling serang itu. Tangan Lyara terulur, meminta Kamara, “Karena udah ada Mas Raja, Kak Satria juga masuk dulu, yuk?” ajaknya sambil menggendong Kamara yang menurut.“Aku masih ada jadwal lain dengan Kamara, Ra,” tolak Satria pelan.Lyara manyun dan menatap Kamara di gendongannya. “Gak ada waktu tambahan main, Amara.”“Anti kita bisa main agi, Tate Yaya,” jawab Kamara dengan tangan menepuk-nepuk pundak Lyara.Sambil tertawa dengan jawaban Kamara, Lyara membawanya ke dalam pelukannya sekali lagi. “Kalau gitu, sampai ketemu lagi nanti ya?”Kamara mengangguk.Satria mengulurkan tangan dan meraih tubuh mungil Kamara, Lyara sekali lagi mengusap kepala Kamara. Raja melihat Lyara dengan senyuman kecil. Satria menoleh pada Raja dan berpamitan, “Gue pamit,” katanya, ia menambahkan sebelum berbalik ke mobilnya, “Kayaknya nanti Kamara yang akan lebih sering kesini.”Anggukan Lyara menjawab Satria, “Aku akan nunggu Ka