Share

Bab 4

Suana rumah pagi itu terasa sangat sepi saat Devana menuruni anak tangga. Devana yang tidak melihat ibunya, membuatnya memanggil sang ibu dengan sedikit berteriak.

"Mommy...!” Teriak Devana.

"Ada apa sayang? Kenapa pagi-pagi sudah teriak-teriak, Mommy belum tuli sayang. Jangan dibiasakan ya, nanti kebiasan didepan suami, kamu teriak-teriak kayak gini itu gak baik, dan juga gak sopan Deva,” Nasihat Anna. Dengan sedikit menceramahi putrinya.

"Aduh Mom, kenapa malah ceramah sih pagi-pagi. Kalau mau cermah sono ikutan Mamah dedeh aja," Grutu Devana sambil cemberut karena kesal pada mommynya.

"Hehe maaf sayang. Terus ada apa teriak-teriak pagi-pagi begini?” Tanya Anna sambil merapikan piring dimeja makan bekas sarapan Devan, suaminya.

"Mom, Dad udah berangkat ya?” Devana balik bertanya sambil sesekali melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya.

"Udah, baru aja beberapa menit yang lalu, emang ada apa sayang? Kok kayak gelisah gitu?” tanya Anna lagi.

"Aduh Mom, hari ini aku ada kelas jam 08.00. Sedang ini udah jam 07.45. Kenapa Mommy gak bangunin Deva sih! Mana ini hari pertama si Dosen killer ngajar lagi, mampus gue," rutuk Devana pada dirinya sendiri.

"Namanya Raka sayang calon suami kamu loh dia." Anna mengingatkan putrinya agar sopan menyebut nama calon suaminya.

"Iya Mom, Iya. Oh ya Mom hari ini aku bawa mobil sendiri ya Please boleh ya Mom? Aku gak mau telat Mom. Nanti bisa kena hukuman aku kalau telat." Devana berkata dengan wajah memelas dan dengan gelisah. Melihat putrinya gelisah Anna pun mengangguk dan memberikan kunci mobilnya pada Devana. Dengan senyuman manisnya Devana pun mengambil kunci mobil dari tangan mommy nya dan mencium punggung tangannya lalu pamit untuk pergi ke Kampusnya. Anna hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putri manjanya itu. Lalu kembali beraktifitas sebagai ibu rumah tangga seperti biasanya tentu saja dengan dibantu oleh asisten rumah tangganya.

Sementara itu dengan kecepatan diatas normal Devana membawa mobilnya dengan mengebut, karena ingin cepat sampai kampus. Sebelum dosen killernya itu masuk ke kelasnya. Akhirnya Devana pun sampai dengan selamat di kampusnya. Dan dengan kecepatan penuh Devana berlari menuju kelasnya, dengan nafas yang memburu Devana pun sampai dikelasnya. Namun, kesialan kini sedang menghampirinya, dia melihat Raka baru saja menutup buku absennya. Lalu menatap kearah Devana yang masih berdiri di depan pintu dengan mengatur nafasnya.

"Telat 5 menit, jadi hari ini kamu tidak bisa mengikuti bimbingan saya. Silahkan menunggu diluar," Ucap Raka dengan wajah datarnya dan itu terlihat sangat menyebalkan bagi Devana.

"Tapi cuma 5 menit Pak saya tel-“

"Silahkan tunggu diluar! Saya paling tidak suka dengan orang tidak disiplin dan tidak bisa menghargai waktu. Sekarang tunggu diluar sampai saya selesai membimbing, ini hukuman dan jangan membantah, lain kali jangan terlambat sedikit pun meski itu cuma 1 detik sekali pun," ujar Raka masih tetap dengan wajah dingin dan datarnya. Namun, tidak mengurangi kadar ketampanannya.

"Dasar dosen killer gila. tidak punya perasaan, aku kan calon istrinya, setidak beri sedikit keringanan kek. Aaarrrgggh...! Kenapa hidupku harus berantakan seperti ini sih? Ya Tuhan sepertinya setelah ini aku bisa mati muda, kalau dia bersikap seperti itu terus padaku, kenapa perasan ku jadi tidak enak begini ya? Aku tidak tahu akan seperti apa kehidupanku nanti.” Devana duduk dikursi yang berada didepan kelasnya. Lalu Devana kembali Merenungkan segalanya saat nanti dia menikah dengan Dosen pembimbingnya itu. Ya meski semua yang menyangkut pernikahannya dengan Raka dirahasiakan, tapi dia bingung apa dia bisa hidup dengan pria yang notabenenya adalah dosen dikampusnya sendiri. Pria yang seperti tidak tersentuh itu. Dan itu membuat Devana bimbang, tapi dia tetap harus menjalankan pernikahannya karena dia sudah memutuskan menerimanya. Dia tidak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa, apalagi orang tua Raka yang sangat baik dan sangat menyayanginya dan menganggapnya seperti putrinya sendiri, dan itu membuat Devana sulit menolak apalagi membatalkan perjodohannya dengan dosennya itu.

Ares kini sedang berada di lapangan, dia sedang latihan bersama timnya untuk turnament antar Universitas yang akan diadakan satu bulan lagi. Namun, disela latihannya, tanpa sengaja dia melihat Devana sedang duduk sendirian didepan kelasnya dengan wajah yang ditekuk.

"Kenapa Devana ada diluar kelas bukannya harusnya dia sedang ada kelas," Gumam Ares. Karena penasaran Ares pun menghampiri Devana yang kini tengah duduk sendirin sambil mengayun-ngayunkan kedua kakinya, Ares pun menghampiri Devana dan menyuruh yang lainnya untuk istirahat sejenak.

"Hay cantik, sendirian aja nih? Terus  kenapa malah duduk diluar di jam pelajaran kayak gini?” Tanya Ares yang kini tengah duduk disampingnya, Devana pun menoleh kesamping dan melihat Ares yang kini tersenyum kepadanya.

"Apaan sih lo, Res! Ngapain juga lo kesini coba? Cuma bikin gue tambah kesal aja tau gak!" ketus Devana. Kedatangan Ares membuat mood Devana semakin buruk.

"Wiss, galak bener Dev. Lo kenapa Sih kok wajah lo ditekuk kayak gitu? Nanti ilang loh cantiknya." Ares tersenyum  sambil menggoda Devana.

"Gue kesel sama dosen killer itu. Masa gue cuma telat 5 menit langsung dihukum gak boleh ngikutin kelas dia, padahal kelas itu penting banget buat gue Res. Buat bikin skripsi gue buat masa depan gue. iiiiihhhh...! Dasar om om nyebelin gue benci sama dia!"  Devana terlihat kesal. Namun, Ares malah terkekeh geli saat mendengar Devana merajuk seperti itu didepannya.

"Ya udah dari pada sedih mending sarapan yuk ke kantin, gue yakin lo pasti belum sarapan kan? Kali ini gue deh yang traktir," Ujar Ares yang dijawab anggukkan oleh Devana. Lalu Devana dan Ares pun menuju kantin, dia tidak peduli dengan aturan yang dibuat oleh dosennya itu, kalau dia tidak boleh kemana-mana sebelum hukuman berakhir. Tapi karena Devana merasa sangat lapar, akhirnya dia pun memutuskan untuk ikut bersama Ares ke kantin Karena Devana memang belum sarapan, dia tadi terburu-buru akibat bangun kesiangan dan akhirnya tidak sempat sarapan.

Kini Devana dan Ares sudah berada dikantiin. Ares memesankan makanan untuk Devana seperti biasanya. Nasi goreng dan jus mangga kesukaan Devana.

"Wah makasih ya, Res. lo tahu aja gue lagi laper, habis tadi gak sempet sarapan dirumah karena gue bangun  kesiangan, jadi gue buru-buru deh berangkatnya hehe,” Ucap Devana dengan wajah berbinar karena melihat makanan kesukaannya sudah ada didepan mata. Ares hanya mengangguk lalu dia tersenyum melihat Devana memakan nasi gorengnya dengan lahapnya.

"Lo gak makan Res?” tanya Devana yang melihat Ares hanya meminum teh manis hangat.

"Nggak, gue udah sarapan tadi dirumah. Jadi lo aja yang makan,” jawab Ares sambil menyeruput minumannya lagu, lalu menatap Devana yang sedang asyik memakan nasi gorengnya. Devana pun mengangguk lalu kembali menikmati makanannya. Tanpa memperdulikan sekitarnya.

"Ekhem..., saya menghukum kamu untuk berdiri diluar kelas bukan untuk makan dikantin,” tegas Raka. Yang kini tiba-tiba sudah ada dihadapan Ares dan Devana. Membuat Devana terkejut dan tersedak makanannya.

"Uhuk... uhuk..., Pa-pak Raka." Devana terkejut. sambil terbatuk karena tersedak makanannya akibat terkejut karena kedatangan Raka yang tiba-tiba. Ares pun langsung memberikan jus mangga untuk Devana minum agar batuknya berhenti.

"Tadinya Saya bermaksud mengurangi hukuman kamu. Tapi melihat kamu malah pergi kearah kantin, dengan teman kamu ini saya berubah pikiran." Raka menatap Devana sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya.

"Sa-saya lapar Pak, tadi belum sempat sarapan dirumah." Devana mencoba memberi penjelasan meski terlihat gugup. Dia pun menundukkan kepalanya, karena tak ingin melihat tatapan tajam sang dosen yang adalah calon suaminya sendiri.

"Maaf Pak, Deva tidak salah tadi saya yang mengajak dia kesini, karena saya takut dia sakit, karena dia belum sarapan Pak. Apa Bapak tega melihat mahasiswi Bapak pingsan karena kelaparan akibat belum sarapan.” Ares mencoba membela Devana. Karena Ares merasa tidak terima saat Raka memarahi Devana. Hanya karena Devana memutuskan ke kantin untuk sarapan disela-sela hukumannya.

"Habiskan makananmu, setelah ini kamu kembali dan lanjutkan hukuman kamu, sampai jam pelajaran saya selesai kamu mengerti!” perintah Raka. Yang dijawab anggukan oleh Devana, setelah mengatakan itu Raka pun pergi meninggalkan kantin untuk kembali mengajar mahasiswi yang lainnya, tanpa memperdulikan ptotesan Ares tadi.

"Gila Dosen pembimbing lo bener-bener bikin gue merinding Dev. Ternyata rumor kalau pak Raka dosen killer dikampus kita ini, itu benar adanya ya. Apa lo akan tahan selama beberapa bulan ini. Karena lo harus ketemu dia terus. Tentu dengan kedisiplinannya yang ketat itu?" Tanya Ares yang kemudian kembali menyeruput minumannya.

"Entah lah mana gue tahu," Jawab Devana dengan wajah datarnya.

"Loo gak tahu sih Res, bukan hanya dikelas gue ketemu tuh om-om gila. Karena sebentar lagi, gue bakalan satu atap sama dia Res, oh god membayangkan satu atap dengan tuh dosen killer membuat gue stress," Batin Devana.

"Hey Dev, dimakan nasi gorengnya kok malah diaduk-aduk gitu sih? Udah biarin aja, toh lo cuma beberapa jam doang ketemu sama tuh dosen killer itu."

Ares mencoba menghibur Devana. Karena tidak ada tanggapan dari Devana, Ares pun memegang tangan Devana yang kini sedang mengaduk-aduk makanannya, membuat Devana tersentak dan menoleh ke arah Ares.

"A-ada apa Res?” tanya Devana yang terlihat gugup lalu melepaskan pegangan tangan Ares padanya.

"Lo yang ada apa, Deva? dari tadi gue ngomong lo gak dengerin malah ngaduk-ngaduk makanan gak jelas. Dan akhir-akhir ini gue lihat, lo sering banget ngelamun, emang lo ada masalah apa sih Dev? Lo cerita aja sama gue kalau ada masalah. Siapa tahu gue bisa kasih solusi buat lo," Ujar Ares. Karena akhir-akhir ini dia sering melihat Devana melamun.

"Ng-nggak ada masalah apa-apa kok Res. Udah ah gue mau balik ke kelas dulu lanjutin hukuman gue."

Ares tahu Devana mencoba mengalihkan pembicaraan mereka dan dia memilih berhenti bertanya lagi.

Jujur saat mendapat pertanyaan dari Ares. Membuat Devana sedikit gugup, dia takut keceplosan membicarakan tentang perjodohannya dengan Dosen killernya itu. Dan akhirnya Devana pun memilih pergi tanpa menghabiskan makanannya yang masih tersisa banyak, untuk melanjutkan hukuman yang diberikan dosen killernya calon suaminya itu.

"Dev-Devana tunggu...! kenapa makanan lo gak di habisin sih!” teriak Ares yang masih duduk dikursi yang dia tempati.

"Gue udah kenyang Res, thanks ya buat traktirannya,” Sahut Devana setengah berteriak sambil keluar dari kantin.

Melihat tingkah laku Devana yang sering melamun, membuat Ares berpikir kalau Devana memang sedang mempunyai masalah.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada Deva? Gue perhatiin dia sering ngelamun akhir-akhir ini." Ares bermonolog, lalu dia pun menuju kasir dan membayar pesanannya tadi. Setelah itu dia pun pergi dari kantin dan kali ini langsung menuju lapangan basket, karena kalau menghampiri Devana, dia takut Pak Raka akan menambah hukuman Devana. Namun, Ares tetap memantau Devana dari lapangan, dia melihat Devana sedang berdiri sambil kakinya menendang-nendang kecil entah apa yang Devana tendang. mungkin dia hanya ingin mengurangi rasa kesalnya saja pada dosennya itu.

"Hey, lo kenapa Res?” Tanya Rian sambil menepuk pundak Ares, karena melihat Ares diam saja.

"Ah gak apa-apa kok. Ayo kita lanjut latihannya lagi,” ajak Ares sambil kembali fokus dengan latihan basketnya. Sedangkan Devana masih setia dengan hukuman yang diberikan Raka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status