"Di dunia ini tidak ada yang gratis."
Seringai pria itu masih tercetak di wajah. Tatapan dingin pria itu menusuk menatap Bella.Mata Bella membola, tak menyangka jika pria di hadapannya menuntut sebuah balasan atas pertolongannya barusan. "Jadi kau ingin aku memberimu uang karena telah membantuku?"
Tak mendapatkan jawaban dari Manu membuat Bella diam selama beberapa saat. Penampilan Bella yang telah berubah drastis sejak 7 tahun lalu, juga sikap dan tatapan dingin Manu padanya … ia berharap Manu tak lagi mengenali dirinya.Bella berusaha menenangkan dirinya. Ia mengatur napas dan mimic di wajah, sebisa mungkin menyembunyikan kalau ia mengenali Manu.
“Berapa uang yang kau miliki?” Pertanyaan Manu membuat Bella kembali dirundung gelisah.
Wanita itu bergerak risau di tempatnya sembari menjawab dengan nada lirih, "Jujur saja, Aku ... untuk saat ini aku memang tidak memiliki uang sepeser pun. Aku bahkan terlilit hutang dan terus dikejar-kejar rentenir untuk segera membayarnya.”
Bella sebenarnya sangat malu mengatakan hal ini, tapi ia tak bisa berbuat banyak karena inilah kenyataannya. Allih-alih memberikan orang lain uang, justru Bella lah yang memerlukan uang untuk membayar hutang ayahnya. Mirisnya, hutang yang sebesar itu membuat ayah Bella gelap mata dengan menjadikan ia sebagai jaminan.
"Berapa hutangmu?"
Bella yang tadinya menunduk, spontan mengangkat kepalanya. Secercah harapan sempat tampak di pelupuk mata Bella. Namun, Bella akhirnya kembali menunduk mengingat hutang ayahnya sangat besar. Bahkan harga ginjalnya pun mungkin tidak sebanding. "15 Miliar." Bella memejamkan mata saat merasakan keheningan yang mulai menyapa atmosfer di antara mereka. "Aku akan membantumu melunasinya." "H-huh?! Apa kau serius?!" Bella kembali mengangkat kepalanya dengan cepat. "Apa kau ingat denganku–tidak, bukan itu maksudku, hanya saja...." Merasa bahwa ia tak bisa meluruskan apa yang ia katakan barusan, Bella menggelengkan kepala. "Tidak! Lupakan saja!" Kembali tak mendapat respon apa pun dari Manu membuat Bella menghela napas panjang. Ia lupa, walaupun tampan, Manu adalah sosok menyebalkan karena sangat irit bicara jika tidak sedang diperlukan. Bella menghela napas panjang. "Kau bilang barusan jika di dunia ini tidak ada yang gratis, bukan? Jadi, dengan itu aku bisa tahu bahwa kau pasti meminta sesuatu dariku agar kau mau membantuku untuk melunasi hutangku. Jadi, apa yang harus kuberi padamu?" Bella menatap mata Manu dalam dengan sorot mata yang sulit diartikan. Sedetik kemudian, sekelibat kejadian yang pernah terjadi di masa lalu terlintas di benaknya. kenangan-kenangan yang tak seharusnya ia ingat perlahan masuk tanpa permisi. Hal itu membuat Bella memilih membuang arah pandangnya selama beberapa saat sebelum akhirnya kembali menatap Manu.Manu menyilangkan dadanya dengan santai. "Pilihan ada di tanganmu. Lunasi hutang dan jadilah rahim pengganti atau …” Manu berjalan mendekat ke arah Bella, menghapus jarak hingga tak bersisa. Pria itu kemudian mendekatkan bibirnya di samping telinga Bella dan kembali tersenyum tipis. Sisi Manu yang tak pernah Bella lihat kini bisa Bella rasakan dengan jelas. “Tetap junjung tinggi harga dirimu yang sudah tak seberapa itu … Bella."
DEG!!Bella membatu di tempatnya. 'D-dia … mengingatku? Ti-tidak mungkin!'
"Kau yakin menolaknya?" Bella akhirnya memutuskan untuk menolak permintaan Manu malam itu juga. Masih teringat jelas di benaknya, bagaimana Manu terlihat menatap Bella dengan tatapan yang sulit dimengerti. Namun, pria itu rupanya tidak memaksa. Saat akhirnya Bella mengangguk, kembali meyakinkan penolakan tersebut, pria itu mau mengerti. Tak lama kemudian, Manu mengulurkan sebuah kartu berisi identitas singkat mengenai dirinya. "Kau bisa menghubungiku jika kau berubah pikiran.”Bella menatap kartu identitas yang diberikan Manu padanya semalam. Benaknya masih berkelana, saat kemudian suara lantang menyebut namanya.“Bella! Kau ini serius ingin bekerja di tempat saya atau tidak, sih? Apa kau menganggap pekerjaan kau ini sebagai permainan? Apa kau ingin saya pecat hari ini juga?!”Bella spontan mengangkat kepalanya. Dalam hati ia memaki kuat karena ternyata Manu masih memiliki efek yang begitu besar untuknya. Hari ini adalah kedua kali si bapak tua tempat Bella bekerja memarahinya. Perta
“Kau berubah pikiran?”Manu, pria itu menyambut Bella dengan wajah yang begitusantai, seolah sudah bisa memprediksi perubahan keputusan yang wanita itupilih. Kemarin, setelah kehilangan pekerjaan, tiba-tiba Bella juga ditimpakesialan lain yang beruntun.Pria tua yang membuatnya dipecat datang ke tempat kosnya danmenagih hutang. Pria licik itu bahkan mengubah surat perjanjian yang telahBella tanda tangani sebelumnya, demi hutang tersebut bisa lunas segera. Setelahpria tua tersebut pergi, datang lagi ibu kos yang juga menagih tunggakan sewa.Semua kebutuhan yang mendesak itu benar-benar membuat Bella frustrasi. Ia sudahtidak punya jalan keluar lagi, selain mendatangi pria bernama Manu ini."Duduklah," ujar Manu kembali usai mereka memasuki ruang kerja priaitu.Bella lantas duduk di sofa panjang yang ada di depan Manu, sementara priamenawan dan dingin itu membuka sebuah map.Bella meihat map tersebut dengan pandangn seribu arti. “Apaitu?” Pasalnya, pria itu seperti telah memper
"Kak Ma-Manu ...."Bella meneguk salivanya susah payah. Kedua tangannya terkepal erat, pasokan oksigen yang ada di sekitarnya seperti menipis dari waktu ke waktu.Tatapan Manu yang begitu mengintimidasi mampu membuat semua syarafnya terasa berhenti bekerja seakan-akan ia mengalami kelumpuhan secara mendadak. Bella sebisa mungkin berusaha unuk melangkahkan kakinya mundur karena wajah Manu semakin dekat dengannya. Naasnya, ia malah terpeleset ke belakang karena tersandung oleh kakinya sendiri."A-akh!"Bella memejamkan matanya erat tatkala ia merasa badannya melayang. Ia kira punggungnya akan terasa remuk, beruntungnya sensasi empuklah yang ternyata menyambutnya dengan hangat. "Ck!"Decakan sarkas yang menusuk indera pendengaran Bella membuat perempuan itu membuka matanya dengan cepat. Jangan lupakan raut bingung yang menghiasi wajahnya.Melihat respon Bella, Manu berdecih kemudian memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya. "Kenapa? Kau berpikir aku akan menahanmu agar tida
"BRENGSEK! LEPASKAN!"Bella menjerit kuat hingga urat-urat lehernya menyembul jelas seperti siap untuk menembus kulitnya. Kedua tangannya kini tengah dicekal erat ke belakang tubuhnya oleh salah satu bodyguard anak buah pria paruh baya itu. Sementara satunya lagi berusaha keras melepaskan satu persatu kancing kamejanya karena Bella terus berusaha menunduk untuk mempersulit bodyguard di depannya."AKH! BRENGSEK!" Tubuh Bella merinding hebat saat ia merasa kulit lehernya disapu oleh benda kenyal berlendir. Tepat kala itu juga kamejanya berhasil ditanggalkan. Bella semakin menjerit sekuat tenaga dengan air mata yang jatuh berlomba-lomba membasahi pipinya.Meskipun sepertinya sia-sia, Bella tetap berusaha memberontak. Naasnya, tak berbeda jauh dengan kejadian di jalan kemarin malam, rambut Bella dijambak kencang hingga kepalanya menengadah. Sialnya lagi, sapuan benda kenyal di lehernya itu kian membabi buta, bahkan Bella dibuat serasa ingin menjatuhkan dirinya dari atap gedung tersebut s
Sepersekian detik telah terlewatkan dengan hawa panas yang terasa begitu mencekik. Geram dengan respon Bella yang tidak melakukan apa yang ia inginkan, Manu terlihat perlahan menunduk. Amarah meledak-ledak yang ditahan Manu terasa begitu jelas lewat hembusan nafas panas yang menerpa wajah Bella. Sontak, Bella benar-benar dibuat mati kutu saat tangan pria itu baru saja menarik dagunya dengan satu tangan agar pandangan mereka bertemu. "Jadi kau ingin aku yang melakukannya, hmm?"Lidah Bella terasa kelu dan tak dapat digerakkan untuk menjawab sindiran keras nan menusuk Manu. Syaraf tubuhnya seakan-akan tak berfungsi saat pria itu mengusap bibir Bella kemudian menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, memperlihatkan senyum miring layaknya senyum seorang iblis yang begitu menakutkan."Apa mereka juga berhasil mendapatkan ini?" Manu tertawa sinis saat melihat Bella hanya diam saja tak merespon apapun. Perempuan itu hanya menatap matanya dengan sorot yang begitu Manu benci, sorot sayu yang ber
"Sayang, apa yang terjadi?"Laura tentu dibuat bingung saat mendapati suaminya tiba-tiba pulang dengan tampang tak bersahabat. Lagi pula bukankah pria itu mengatakan akan pulang sedikit terlambat karena harus menyelesaikan permasalahan tentang calon anak mereka nantinya? Kenapa pria itu pulang bahkan sebelum matahari digantikan oleh bulan?"Sayang ...."Laura kini terlihat membuntuti Manu yang lantas pergi ke dapur setelah berhasil masuk ke dalam Mansion mereka. Manu terlihat masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab, hanya suara langkah yang terdengar begitu berat saja yang ada."Sayang, apa aku melakukan kesalahan?" Laura mendekat dan menghapus jarak di antara mereka saat melihat Manu baru saja selesai menegak habis gelas berisikan air putih itu. "Kenapa kau tiba-tiba mengabaikanku seperti ini?" lanjut Laura.Laura menangkup kedua pipi Manu, dengan satu tangan di antaranya beralih mengelus lembut rahang tegas yang nampak mengetat itu. Manu hanya menatap datar Laura meskipun s
"Jadi, hal itulah yang membuatmu kesal tadi?"Laura mendongak, menatap Manu yang kini menunduk untuk menatap wajahnya. Usapan hangat tangan kekar Manu di surai lembut milik Laura perlahan terhenti secara perlahan. "Aku benar kan?" ulang Laura sekali lagi saat Manu terlihat tak kunjung menjawab pertanyaan sederhana darinya."Iya." Jawaban Manu begitu singkat, langsung pada intinya. Namun, hal itu malah membuat Laura merasa semakin tak tenang. Laura yang memulai semua ini, tapi kenapa ia merasa begitu menyesal setelah mendesak Manu tadi hingga pria itu akhirnya buka mulut?Laura sedikit meringis. Kenyataan bahwa tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang itu hanya ditutupi oleh selimut ternyata tak mampu membuat Laura merasa lebih baik. Keduanya baru saja bermain panas di atas ranjang, dan tepat setelah mendapatkan kepuasannya masing-masing, Laura sendirilah yang mulai memancing Manu dengan membicarakan masalah sebelumnya. Laura kira Manu 'butuh waktu sendiri' karena masalah perusah
Laura men-dial nomor suaminya dengan jari gemetar, dalam hati ia terus memohon agar Manu mengangkat teleponnya. Saat Manu akhirnya mengangkat telepon, suaranya terdengar tenang namun Laura bisa merasakan kekhawatiran yang terpancar dari suaranya. "Laura, ada apa?" tanya Manu di seberang sana. Pria yang kini tengah berjalan di lobby gedung perusahaannya terlihat menerka-nerka kemungkinan apa yang membuat Laura tiba-tiba menelponnya padahal mereka baru berpisah sekitar 20 menit lalu."Sayang ...." Suara lirih Laura bergetar hebat. Perempuan itu kini tengah menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Wajahny nampak terlihat begitu pucat pasi dengan mata memanas dan berkaca-kaca."Laura, apa yang terjadi?" Langkah Manu terhenti, membuat Bram, sekretaris yang berjalan di belakangnya itu ikut menghentikan langkahnya."Perempuan itu tidak ada di Rumah. Dia ... dia sepertinya kabur ...." Manu terhenyak selama beberapa saat. Pria itu kemudian lantas memutar tumitnya saat otaknya baru bisa mena