"Lepas!"
Bella membuang muka ke samping saat ia merasakan sebuah tangan berusaha membelai pipinya. Kakinya secara reflek mundur selangkah membuat cekalan di kedua tangannya kian mengerat.
Dua di antara tiga preman berbadan kekar kini mencekal kedua tangannya dari kedua sisi, sementara satunya lagi berdiri di depan Bella. Ketiganya nampak menyeramkan dengan suara gelak tawa seperti raksasa kelaparan yang bahagia setelah mendapatkan mangsa untuk disantapnya. Ditambah, mereka sekarang berada di jalan sepi yang hanya diterangi oleh lampu jalan dan sinar rembulan. Hal itu membuat nyali Bella semakin menciut. "Berhentilah memberontak jika kau tak ingin pulang dengan luka lebam di sekujur badanmu!” Gelak tawa kembali terdengar membuat tubuh Bella bergetar ketakutan. Tak ingin dirinya berakhir menjadi piala bergilir untuk ketiga preman bejat itu, Bella kembali memberontak, bahkan ia dengan sengaja menendang selangkangan preman yang mencekal tangan kirinya juga menggigit lengan preman yang mencekal tangan kanannya. "AKHH!!" Hal itu membuat kedua preman tersebut menjerit kesakitan kemudian melepaskan cekalannya di tangan Bella. Bella yang melihat celah untuk kabur pun segera bergegas pergi dari sana dengan bantuan sinar bulan purnama yang menghiasi langit malam kala itu. Namun, preman dengan luka di sekitar pipi kanannya itu berhasil mencekal tangan kiri Bella. "Tidak! Kumohon …."Bella memekik kencang tatkala merasakan jambakan kuat pada rambutnya.
Sayangnya tak ada yang peduli. Preman yang tengah menjambak rambutnya itu mulai melancarkan aksinya untuk melucuti pakaian Bella.Namun tak lama, sebuah batu melayang ke udara dan berhasil mengenai punggung salah satu preman tersebut. Disusul setelahnya, suara dalam seorang pria yang membuat ketiga preman itu menoleh ke arah pria asing tersebut.
"Inikah cara kalian untuk disegani?" Bukan hanya preman, Bella pun bisa mendengar dengan jelas betapa berat nan dingin suara pria tersebut. Sesaat setelah berhasil lepas dari cekalan preman itu, Bella memicingkan matanya ke arah sosok pria yang memiliki tinggi menjulang itu. Sayang, upayanya mencoba untuk menjauh dari jangkauan preman itu kembali terhalang saat rambutnya ditarik begitu kuat.“Siapa kau? Tidak usah ikut campur urusan kami!”
Wajah datar pria jangkung itu perlahan memperlihatkan senyum tipisnya. Namun bukannya terlihat manis, senyum itu malah terlihat menyeramkan dan menyimpan banyak arti tersembunyi membuat bulu kuduk preman itu meremang seketika. "Kau yakin ingin tahu siapa aku?" Setiap langkah yang diambil pria itu menimbulkan suara ketukan nyaring nan berdengung. Sebelah tangannya ia masukan ke saku celana yang ia kenakan dengan dagu sedikit terangkat dan tatapan mencemooh yang ketara, tetapi setiap gerakan yang ia ambil begitu tenang tak terusik. Preman itu melepaskan jambakannya pada rambut Bela kemudian mendorong perempuan itu hingga jatuh tersungkur ke atas tanah dan meringis kesakitan. Saling adu pukul dan kekuatan tak terhindarkan. Pria asing dengan lihainya terus menghajar preman itu, satu lawan tiga.‘Siapa dia? Keren sekali bisa melawan mereka semua sendirian.’
Bela takjub dengan kemampuan beladiri pria misterius itu. Kurang dari 15 menit beradu kuat, para preman itu pun akhirnya menyerah, meski terus mengancam si pria aka nada balasan berikutnya.
Setelah preman itu pergi, sosok pria itu tak terlihat mendekat. Pria itu justru bersiap menjauh, tanpa memedulikan Bela yang masih terjerembab. Melihat hal itu, dengan segera Bela berusaha bangun dan berlari tertatih-tatih menghampiri pria yang telah menyelamatkannya.
"Tuan, terima kasih telah menyelamatkanku," ujar Bella tulus.Pria tersebut berhenti, lalu kemudian memutar badannya.
Senyum manis yang tadi terpatri indah di wajah Bella luntur setelah melihat pria penolongnya. Darah Bella berdesir hebat, napasnya tiba-tiba terasa tercekat. "Kak ... Kak Manu?"Satu tangan Bella menutup mulutnya sendiri sementara kakinya reflek mundur selangkah. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Tatapan tajam serta mengintimidasi, rahang tegas, alis tebal, hidung mancung, tampang yang terlihat semakin datar dan dingin di bawah terpaan sinar lampu jalan … semua itu terlihat tak ada yang berubah dari pria itu. Semua masih sama seperti 7 tahun yang lalu. Degup jantung wanita itu tak bisa berbohong. Sosok pria di hadapannya pernah memegang peran begitu penting di masa lalu. Namun, Bella sendiri tak menyangka akan bertemu lagi dengan cinta pertamanya semasa SMA dulu di keadaan sepelik ini. Pria yang dipanggil Manu mengernyitkan dahinya melihat reaksi Bela. Namun setelah beberapa lama terdiam, Bella melihat ada seulas senyum tipis terukir di wajah pria itu. Senyum tipis yang tampak mengerikan. "Kau kira terima kasih saja cukup?" Bella ditarik paksa untuk segera sadar dari lamunannya setelah mendengar hal itu. "Ma-maksudmu?"
"Di dunia ini tidak ada yang gratis."Seringai pria itu masih tercetak di wajah. Tatapan dingin pria itu menusukmenatap Bella. Mata Bella membola, tak menyangka jika pria di hadapannyamenuntut sebuah balasan atas pertolongannya barusan. "Jadi kau ingin akumemberimu uang karena telah membantuku?"Tak mendapatkan jawaban dari Manu membuat Bella diam selama beberapa saat.Penampilan Bella yang telah berubah drastis sejak 7 tahun lalu, juga sikap dantatapan dingin Manu padanya … ia berharap Manu tak lagi mengenali dirinya. Bella berusaha menenangkan dirinya. Ia mengatur napas danmimic di wajah, sebisa mungkin menyembunyikan kalau ia mengenali Manu.“Berapa uang yang kau miliki?” Pertanyaan Manu membuat Bellakembali dirundung gelisah.Wanita itu bergerak risau di tempatnya sembari menjawabdengan nada lirih, "Jujur saja, Aku ... untuk saat ini aku memang tidakmemiliki uang sepeser pun. Aku bahkan terlilit hutang dan terus dikejar-kejarrentenir untuk segera membayarnya.”Bella se
"Kau yakin menolaknya?" Bella akhirnya memutuskan untuk menolak permintaan Manu malam itu juga. Masih teringat jelas di benaknya, bagaimana Manu terlihat menatap Bella dengan tatapan yang sulit dimengerti. Namun, pria itu rupanya tidak memaksa. Saat akhirnya Bella mengangguk, kembali meyakinkan penolakan tersebut, pria itu mau mengerti. Tak lama kemudian, Manu mengulurkan sebuah kartu berisi identitas singkat mengenai dirinya. "Kau bisa menghubungiku jika kau berubah pikiran.”Bella menatap kartu identitas yang diberikan Manu padanya semalam. Benaknya masih berkelana, saat kemudian suara lantang menyebut namanya.“Bella! Kau ini serius ingin bekerja di tempat saya atau tidak, sih? Apa kau menganggap pekerjaan kau ini sebagai permainan? Apa kau ingin saya pecat hari ini juga?!”Bella spontan mengangkat kepalanya. Dalam hati ia memaki kuat karena ternyata Manu masih memiliki efek yang begitu besar untuknya. Hari ini adalah kedua kali si bapak tua tempat Bella bekerja memarahinya. Perta
“Kau berubah pikiran?”Manu, pria itu menyambut Bella dengan wajah yang begitusantai, seolah sudah bisa memprediksi perubahan keputusan yang wanita itupilih. Kemarin, setelah kehilangan pekerjaan, tiba-tiba Bella juga ditimpakesialan lain yang beruntun.Pria tua yang membuatnya dipecat datang ke tempat kosnya danmenagih hutang. Pria licik itu bahkan mengubah surat perjanjian yang telahBella tanda tangani sebelumnya, demi hutang tersebut bisa lunas segera. Setelahpria tua tersebut pergi, datang lagi ibu kos yang juga menagih tunggakan sewa.Semua kebutuhan yang mendesak itu benar-benar membuat Bella frustrasi. Ia sudahtidak punya jalan keluar lagi, selain mendatangi pria bernama Manu ini."Duduklah," ujar Manu kembali usai mereka memasuki ruang kerja priaitu.Bella lantas duduk di sofa panjang yang ada di depan Manu, sementara priamenawan dan dingin itu membuka sebuah map.Bella meihat map tersebut dengan pandangn seribu arti. “Apaitu?” Pasalnya, pria itu seperti telah memper
"Kak Ma-Manu ...."Bella meneguk salivanya susah payah. Kedua tangannya terkepal erat, pasokan oksigen yang ada di sekitarnya seperti menipis dari waktu ke waktu.Tatapan Manu yang begitu mengintimidasi mampu membuat semua syarafnya terasa berhenti bekerja seakan-akan ia mengalami kelumpuhan secara mendadak. Bella sebisa mungkin berusaha unuk melangkahkan kakinya mundur karena wajah Manu semakin dekat dengannya. Naasnya, ia malah terpeleset ke belakang karena tersandung oleh kakinya sendiri."A-akh!"Bella memejamkan matanya erat tatkala ia merasa badannya melayang. Ia kira punggungnya akan terasa remuk, beruntungnya sensasi empuklah yang ternyata menyambutnya dengan hangat. "Ck!"Decakan sarkas yang menusuk indera pendengaran Bella membuat perempuan itu membuka matanya dengan cepat. Jangan lupakan raut bingung yang menghiasi wajahnya.Melihat respon Bella, Manu berdecih kemudian memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya. "Kenapa? Kau berpikir aku akan menahanmu agar tida
"BRENGSEK! LEPASKAN!"Bella menjerit kuat hingga urat-urat lehernya menyembul jelas seperti siap untuk menembus kulitnya. Kedua tangannya kini tengah dicekal erat ke belakang tubuhnya oleh salah satu bodyguard anak buah pria paruh baya itu. Sementara satunya lagi berusaha keras melepaskan satu persatu kancing kamejanya karena Bella terus berusaha menunduk untuk mempersulit bodyguard di depannya."AKH! BRENGSEK!" Tubuh Bella merinding hebat saat ia merasa kulit lehernya disapu oleh benda kenyal berlendir. Tepat kala itu juga kamejanya berhasil ditanggalkan. Bella semakin menjerit sekuat tenaga dengan air mata yang jatuh berlomba-lomba membasahi pipinya.Meskipun sepertinya sia-sia, Bella tetap berusaha memberontak. Naasnya, tak berbeda jauh dengan kejadian di jalan kemarin malam, rambut Bella dijambak kencang hingga kepalanya menengadah. Sialnya lagi, sapuan benda kenyal di lehernya itu kian membabi buta, bahkan Bella dibuat serasa ingin menjatuhkan dirinya dari atap gedung tersebut s
Sepersekian detik telah terlewatkan dengan hawa panas yang terasa begitu mencekik. Geram dengan respon Bella yang tidak melakukan apa yang ia inginkan, Manu terlihat perlahan menunduk. Amarah meledak-ledak yang ditahan Manu terasa begitu jelas lewat hembusan nafas panas yang menerpa wajah Bella. Sontak, Bella benar-benar dibuat mati kutu saat tangan pria itu baru saja menarik dagunya dengan satu tangan agar pandangan mereka bertemu. "Jadi kau ingin aku yang melakukannya, hmm?"Lidah Bella terasa kelu dan tak dapat digerakkan untuk menjawab sindiran keras nan menusuk Manu. Syaraf tubuhnya seakan-akan tak berfungsi saat pria itu mengusap bibir Bella kemudian menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, memperlihatkan senyum miring layaknya senyum seorang iblis yang begitu menakutkan."Apa mereka juga berhasil mendapatkan ini?" Manu tertawa sinis saat melihat Bella hanya diam saja tak merespon apapun. Perempuan itu hanya menatap matanya dengan sorot yang begitu Manu benci, sorot sayu yang ber
"Sayang, apa yang terjadi?"Laura tentu dibuat bingung saat mendapati suaminya tiba-tiba pulang dengan tampang tak bersahabat. Lagi pula bukankah pria itu mengatakan akan pulang sedikit terlambat karena harus menyelesaikan permasalahan tentang calon anak mereka nantinya? Kenapa pria itu pulang bahkan sebelum matahari digantikan oleh bulan?"Sayang ...."Laura kini terlihat membuntuti Manu yang lantas pergi ke dapur setelah berhasil masuk ke dalam Mansion mereka. Manu terlihat masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab, hanya suara langkah yang terdengar begitu berat saja yang ada."Sayang, apa aku melakukan kesalahan?" Laura mendekat dan menghapus jarak di antara mereka saat melihat Manu baru saja selesai menegak habis gelas berisikan air putih itu. "Kenapa kau tiba-tiba mengabaikanku seperti ini?" lanjut Laura.Laura menangkup kedua pipi Manu, dengan satu tangan di antaranya beralih mengelus lembut rahang tegas yang nampak mengetat itu. Manu hanya menatap datar Laura meskipun s
"Jadi, hal itulah yang membuatmu kesal tadi?"Laura mendongak, menatap Manu yang kini menunduk untuk menatap wajahnya. Usapan hangat tangan kekar Manu di surai lembut milik Laura perlahan terhenti secara perlahan. "Aku benar kan?" ulang Laura sekali lagi saat Manu terlihat tak kunjung menjawab pertanyaan sederhana darinya."Iya." Jawaban Manu begitu singkat, langsung pada intinya. Namun, hal itu malah membuat Laura merasa semakin tak tenang. Laura yang memulai semua ini, tapi kenapa ia merasa begitu menyesal setelah mendesak Manu tadi hingga pria itu akhirnya buka mulut?Laura sedikit meringis. Kenyataan bahwa tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang itu hanya ditutupi oleh selimut ternyata tak mampu membuat Laura merasa lebih baik. Keduanya baru saja bermain panas di atas ranjang, dan tepat setelah mendapatkan kepuasannya masing-masing, Laura sendirilah yang mulai memancing Manu dengan membicarakan masalah sebelumnya. Laura kira Manu 'butuh waktu sendiri' karena masalah perusah