Share

Membujuk Fani

Rania memandangi wajah Gama yang ada di albumnya. Dia sedang membayangkan bagaimana bentuk bingkai yang akan dia beli nanti.

Rania melirik jam dinding yang mengarah pada jarum jam ke tiga sore. Rania ingat kalau ia dan Desfa belum makan siang, pantas saja perutnya berbunyi meminta hak-nya.

"laper, nih!" ujar Rania.

"Delivery aja, yuk!" Jawab Desfa.

Rania pun meraih ponselnya dan memesan makanan dari rumah makan padang langganan mereka.

"Kamu mau lauk apa?" tanya Rania.

Desfa pun mendekat pada Rania dan menimbang-nimbang apa yang ingin dia makan.

"Hmmm, nasi kuning pake rendang jangan lupa perkedelnya"

"Oke aku telepon, ya."

Rania pun menekan nomor pemilik rumah makan itu. Seperti biasa, penjualnya akan langsung menjawab.

"Halo, bang. Mau mesan nasi padang, rendang, perkedel, sama ayam pedas manis. Jangan lupa bonus, ya!"

"Mau berapa porsi?"

"empat porsi, ya!"

"Oke!"

Rania pun mematikan teleponnya dan melanjutkan kegiatan gibahnya dengan Desfa.

"Kak Rania!!"

Merasa dipanggil, Rania pun membuka pintu dan mendapati adiknya berdiri di depan pintu masih dengan seragamnya.

"mana majalah aku? Sudah selesai nggak bacanya?"

Rania pun menyuruh Fani masuk dan mengembalikan majalah Fani.

"Udah semuanya dibaca"

"Oke!"

Fani membuka majalahnya dan duduk di pinggir ranjang Rania.

Fani seperti mencari sesuatu di dalam majalahnya itu.

"Nyari apa, sih?" Rania pun penasaran karena melihat Fani serius membuka halaman demi halaman.

"kata editor majalahnya, ada formulir untuk gabung ke grup mereka" jawab Fani.

Desfa menarik Rania dan membisikannya sesuatu, "Kamu nggak takut gitu, tadi 'kan kamu gunting satu halamannya"

Rania memiringkan kepalanya lalu menepuk jidatnya. Bisa-bisanya dia lupa dengan apa yang dilakukannya.

"kak, ini halamannya kok hilang? Fani baru beli loh!" protes Fani.

Belum sempat Rania memikirkan cara, Fani langsung bertanya ke inti pembicaraan yang mereka hindari. Sekarang saatnya Rania memikirkan cara agar bisa membujuk Fani.

"Tadi ada foto gebetan kakak jadi kakak gunting" jelasnya.

Fani tak mau tahu. Ia pergi dan langsung mendiamkan mereka. Desfa pun berinisiatif untuk membujuk Fani, tapi akhirnya dia juga yang kena.

"Fani, jangan gitu dong. Kakak kamu 'kan sudah minta maaf" ucap Desfa lalu menarik tangan Fani.

"Kak Desfa juga sama aja! Bukannya dimarahin kak Rania-nya!" Jawab Fani.

Desfa pun mengeluskan dadanya, adik dan kakak sama saja. Rania dan Fani memiliki sifat yang sama-sama keras kepala.

"Kita cari cara buat bujuk Fani!"

"Lets Go!"

______________________________

"Fani mau eskrim"

"Fani kakak kasih uang, ya!"

"Fani minggir dulu dong kakak mau nyapu!"

"Fani"

"Fani"

"Fani"

Sudah beberapa kali mereka membujuk Fani, adiknya itu masih saja merajuk. Mereka pun kelelahan walaupun mereka harus memikirkan cara untuk membujuk Fani.

"Fani suka apa ya kira kira?" tanya Desfa.

"makan," jawab Rania.

"Itu sih kamu, Ran yang hobi makan!" ledek Desfa.

"Ngeledek aja!" jawab Rania.

Mereka terdiam sejenak.

"Woah!!! Aku tahu! Kita beliin Novel, buku EYD, dan peralatan menulis lainnya!" Cetus Rania.

Desfa mengangguk setuju, dan mereka segera pergi membelinya. Mereka akan pergi ke toko buku paling terkenal di kota mereka, dan mencari novel dan buku paling baru juga peralatan menulis.

"Pak, tolong antar kami ke toko buku, ya!" Pinta Rania pada Sopir sekaligus satpam rumahnya.

"Siap, neng!" Pak Jarwo terlihat masih membenarkan topinya yang miring karena baru bangun dari tidurnya.

Rania dan Desfa masuk ke dalam mobil. Untuk menghilangkan kebosanan, mereka menyetel lagu favorite mereka Avril lavigne.

"When you walk away

I count the steps that you take

Do you see how much I need you right now?"

"When you're gone

The pieces of my heart are missin' you

When you're gone

The face I came to know is missin', too

When you're gone

The words I need to hear

To always get me through the day

And make it okay

I miss you"

Rania begitu menghayati menyanyikan lagu tersebut. Lagu ini telah menjadi lagu favorit Rania sejak pertama mendengar.

"Menghayati banget!"

"Lagunya cocok buat aku" jawab Rania.

Pak Jarwo memarkir mobil di tempat yang telah disediakan. Mereka langsung turun dari mobil dan masuk ke toko buku.

"Mana novel yang terbaru? Coba cari di google!"

"Oke, bentar!"

Desfa membuka google dan mencari di pencarian dengan kata kunci, "Novel yang baru dan populer bulan ini"

"Novel karya Mira W, judulnya Sisi Gelap Cinta. Mungkin Fani suka," Saran Desfa.

"Hmmm, oke. Kita beli lima novel aja. Nanti, aku mau beli buku catatan tebal buat Fani."

" buku EYD juga boleh tuh!"

"Tumben kamu pintar, Des!" ledek Rania.

"Emang pinter dari dulu, ya!"

Rania pun membawa barang yang akan mereka beli ke kasir. Rania menunggu kasir menghitung jumlah pembelian mereka.

"Semuanya enam ratus lima puluh ribu rupiah. Ini ada hadiah buat yang suka membaca." Kasir tersebut memberikan kotak misteri kepada mereka.

"Terimakasih"

Mereka bergegas pulang kembali pada misi membujuk Fani. Semoga saja Fani suka dengan hadiah mereka.

"Itu isi kotaknya apa?" Desfa menarik paksa kotak yang di beri kasir tadi.

"Ntah. Biar Fani aja yang buka!"

"Gimana sih! Pokoknya kifa duluan yang lihat!" Jiwa penasaran Desfa bergelora sehingga tangannya tanpa ia sadari telah membuka kotak itu.

"Wah, ini novel ternyata!" Desfa mengembalikan novel tersebut pada Rania.

"Udah dibilangin jangan dibuka!"

"Yaelah, Ran! Aku mah ogah baca Novel."

Rania menggeleng pelan menatap sahabatnya itu. Benar benar tukang kepo. Ada sesuatu yang membuat dia penasaran, harus ia ungkap sampai tuntas.

"oke, sudah sampai!" Pak Jarwo mematikan mesin mobil setelah memarkir mobil di pekarangan luas rumah Rania.

Tak sabar menjalankan misi, mereka segera berlari menuju kamar Fani.

Rania membuka pintu dan mendapati adiknya itu meringkuk di bawah selimut. Rania usil menaikan suhu AC untuk memasuki topik pancingan.

"Kok nggak dingin sih!" Resah Fani.

Fani pun mencoba mengambil remot Ac-nya untuk menurunkan suhunya kembali, tetapi ia malah melihat kakaknya berdiri di depan pintu.

"Ada apa, kak?" tanya Fani kesal.

"Ini ada hadiah permintaan maaf! Di terima ya!" Rania meletakan hadiah darinya itu di meja belajar Fani.

"Makasih, kak. Maaf Fani marah karena masalah sepele!"

"Nggak apa!"

Rania pun ingin kembali ke kamarnya, namun kepalanya pusing membuat Rania harus bertumpu di sudut temboknya.

"Fani!" panggil Rania.

"Fan..." suara Rania melemah.

"Fani"

Rania memijit kepalanya yang sakit hebat. Ia tak mampu menahannya hingga akhirnya Rania tak sadarkan diri.

"Kak Rania!"

"Kak Rania!"

"Kak Desfa tolong ke kamar Fani"

Khawatir pada kakaknya, Fani langsung menelepon Rino dan orang tuanya.

Terdengar nada khawatir dari mereka. Sekilas Fani cemburu, namun ia menepis pikiran buruk itu demi keselamatan kakaknya.

"Ma, kak Rania pingsan! Mama cepetan datang!"

"Oke! Mama akan datang sama papa secepatnya. Kamu jagain kakak kamu dan suruh Rino bawa ke rumah sakit!"

"Iya, ma!"

Fani mematikan telepon, ia merenung sebentar setelah Rania di bawa ke rumah sakit oleh Rino.

Fani ketakutan setengah mati, karena ia merasa ini semua karena dirinya yang kekanak-kanakan. Rania menjadi lelah mencarikan hadiah untuk membujuk Fani hanya karena masalah sepele. Ia takut seperti dulu, rasa sakit fisik dan mental yang diterimanya.

"Tuhan, Fani lagi takut!"

"Fani cemas!"

Fani berjongkok di belakang pintunya kemudian memeluk kakinya dan meletakan wajahnya diatas lutut. Fani bergetar ketakutan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status