Home / Rumah Tangga / RANJANG PANAS KAKAK IPAR / Bab 05. Jejak Di Tubuh

Share

Bab 05. Jejak Di Tubuh

Author: weni3
last update Last Updated: 2024-09-19 12:20:09

Zoya terdiam di undakan tangga saat mendengar panggilan dari Gama. Zoya menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan.

Dia tau siapa yang memanggilnya hingga ia tak ingin menoleh dan lebih memilih untuk menunduk. Egois sedang mendominasi diri Zoya sampai dimana dia mengabaikan sopan santun.

"Jangan katakan apapun, Kak! Zoya tau apa yang akan kakak pertanyakan."

"Bagaimana dengan jejak di tubuh…."

"Kak aku mohon! Jangan ungkit itu lagi!" pinta Zoya lalu melangkah panjang meninggalkan Gama yang diam dengan helaan nafas berat. Namun setelahnya pria itu mengedikkan pundak dan masuk kamar tanpa beban.

Zoya tak terima apapun sikap Gama padanya. Bagi Zoya itu hanya akan memperkeruh suasana.

Mereka harus memiliki batasan jika perlu menjadi asing agar lebih nyaman melanjutkan hidup masing-masing. Walaupun Zoya tau perangai Gama yang sebenarnya baik tetapi setelah malam itu, pandangannya pada Gama tak lagi sama.

Zoya nampak ragu untuk masuk kamar. Rasa takut membuat nyalinya menciut. Bayangan akan kemarahan Zein semakin terlihat nyata di depan mata. Bagaimana jika Zein kembali murka?

"Ya Tuhan aku harus beralasan apa agar Mas Zein tidak meminta malam ini? Tidak mungkin aku melayani. Aku tidak sanggup untuk meladeni kemarahannya malam ini."

Kedua mata Zoya terpejam kuat. Rasanya ingin lenyap sejenak hingga Zein terlelap. Namun menghindar bukanlah pilihan baik untuk menyelesaikan masalah. Zoya menarik nafas dalam sebelum dia masuk dan menghadapi Zein.

Perlahan Zoya membuka pintu kamar. Terlihat Zein sudah membuka pakaian dan hanya menyisakan celana pendeknya saja. Semakin ragu Zoya untuk masuk tetapi pergerakannya justru memberikan kesempatan pada Zein saat tangan begitu lancar mengunci pintu kamar.

"Mas..."

Zein melangkah mendekat dan menarik pinggul Zoya hingga masuk ke dalam pelukannya. Mengecup bibir ranum milik Zoya tanpa memberi kesempatan untuk Zoya menolak dan menghindar. Tangannya pun mulai bergerilya sesuka hati membuat Zoya semakin panik.

"Mas maaf, malam ini aku sedang tidak bisa," lirih Zoya setelah Zein melepaskan pagutan dan mulai turun mencumbu leher jenjangnya.

Zein terdiam mendengar penolakan dari Zoya. Rahangnya mengeras mendengar Zoya yang mengatakan jika dirinya sedang tak bisa disentuh. Rasa ingin sekejap berubah menjadi kekecewaan yang mendalam.

Tatapan keduanya kembali beradu dengan kedua mata Zein yang tajam siap untuk mengamuk. Tak lama Zoya tersentak saat Zein melepaskan tubuhnya dengan kasar.

"Bukannya baru seminggu yang lalu, Zoya? Kamu berbohong kepadaku? Apa yang kamu sembunyikan dariku?"

Zoya menelan kasar salivanya. Begitu sulit menghindari. Tatapan suaminya begitu mengintimidasi dan pertanyaan itu seakan menjawab arti kata penolakannya.

Namun Zoya harus bisa membuat Zein percaya. Sekuat hati dia bertahan menatap kedua mata Zain yang semakin membuat nyalinya habis.

"Tadi sore keluar flek, Mas. Mungkin karena aku kecapekan karena kegiatan semalam. Besok malam aku usahakan bisa," jawab Zoya dengan lirih. Sekuat hati meraih tangan Zein tetapi dengan cepat pria itu menepisnya.

Zein tak menjawab apapun. Pria itu mendengus kesal kemudian melangkah menuju kamar mandi. Membanting pintu kamar mandi demi melampiaskan amarah yang sudah memuncak karena malam ini pun tak lagi bisa menuntaskan rasa inginnya.

Zoya menghela nafas lega. Setidaknya malam ini dia bisa mangkir demi menyelamatkan diri dari amukan Zein. Namun hati semakin bersalah pada suaminya. Tidak pernah sekalipun Zoya menolak. Malam ini perdana dia lakukan dan rasanya sungguh sangat menyesal.

"Maafkan aku, Mas. Aku yang salah."

Pagi ini Zoya kembali sibuk dengan segala aktivitasnya sebagai istri. Sebelum ke kantor, Zoya lebih dulu menyiapkan semua kebutuhan suaminya.

Zoya bergegas turun ke dapur untuk membuatkan sarapan. Kebetulan Bibi sedang pulang kampung jadi semua harus Zoya yang mengerjakannya sendiri.

"Kopinya, Mas!" ucap Zoya saat melihat Zein turun dengan pakaian kantornya.

Zoya sudah membuatkan dua cangkir kopi untuk suami dan juga kakak iparnya. Meletakkan di meja masing-masing hingga keduanya turun siap untuk sarapan.

Zein hanya berdehem lalu menyeruput kopi buatannya. Zoya tersenyum melihat itu tetapi dia sama sekali tidak menawarkan Gama minum.

Zoya enggan bersinggungan. Menganggap tak ada meskipun tak lupa juga membuatkan untuk kakak iparnya. Setidaknya kebenciannya pada Gama tak terlihat oleh Zein. Zoya masih berusaha bersikap normal seperti biasanya.

Namun agaknya Gama tidak mempermasalahkan akan sikapnya yang tak seperti biasa. Dengan santai pria itu menyeruput kopi dan bersikap seakan tak terjadi apa-apa. Bagi Zoya ini tidak terlalu buruk dan berharap Gama tak menyinggung hal itu.

"Mas, boleh aku menumpang mobilmu? Ikut sekalian ya. Pagi ini aku agak kurang enak badan. Boleh ya?" tanya Zoya dengan penuh harap, karena dia sedang malas sekali naik taksi.

Sebenarnya bisa saja ikut dengan Gama. Namun pria dingin itu tak mungkin sudi jika dia ikut. Hubungan keduanya pun tak seakrab itu, seperti memiliki batasan karena paham hanya ipar. Ditambah lagi setelah apa yang terjadi dengan mereka.

Zoya pun sudah terbiasa menjaga jarak dengan kakak iparnya. Tak menjadikan satu tujuan sebagai alasan untuk pulang pergi bersama.

"Aku harus langsung ke lokasi. Ada meeting pagi ini dengan klien penting," tolak Zein dengan sikap datar.

Pria itu segera minum air putih lalu beranjak dari sana. Sementara Zoya yang melihat suaminya sudah ingin berangkat, buru-buru meninggalkan makannya dan ikut beranjak dari sana.

Zoya buru-buru mengejar Zein yang sudah lebih dulu melangkah keluar rumah. Terlihat suaminya begitu tergesa masuk mobil dan meninggalkannya begitu saja.

Malang betul nasibnya, mendapatkan penolakan di saat hati sedang gundah. Kenapa tidak bisa sedikit saja bersikap manis agar tak menimbulkan pemikiran buruk orang lain?

"Mas kamu tuh..."

Zoya mengangkat kepalanya agar air mata tak lagi membasahi pipinya pagi ini. Sudah biasa ditolak tetapi entah mengapa pagi ini rasanya sungguh sangat menyakitkan. Sampai dimana orang yang sangat ia hindari kembali menghampiri.

"Mau bicara apa lagi, Kak? Kamu sudah tau semuanya!" ujar Zoya pada Gama yang hanya mengangkat kedua alis mendengar ocehanhya.

"Miris! Kamu terlalu naif, Zoya!"

"Kak!" pekik Zoya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Sampaj kapan Zoya sama suami toxid
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 175. Jangan diminum!

    "Berani duduk dan mendekati istriku, maka kamu akan aku pecat!" DEG Bagai tersambar petir di siang yang terik. Dito yang baru saja hendak duduk seketika berdiri lagi setelah mendengar ancaman dari Gama. Mana berani jika apa yang akan dilakukan mempertaruhkan pekerjaan. Dito yang sudah lama mengabdi dengan Gama hingga memiliki banyak tabungan dan aset untuk di masa depan tentu saja tidak akan menyia-nyiakan apa yang sudah berjalan. "Kenapa? Ayo Pak! Saya nggak mungkin habis sendirian," ajak Zoya. "Maaf Nyonya, tapi saya lebih baik kembali ke ruangan saya. Jika Nyonya takut tidak bisa menghabiskannya sendiri, maka Nyonya bisa mengajak Pak Gama untuk makan bersama." "Nggak mau, nanti muntah lagi malah repot. Mau ngajak yang mau-mau aja. Kamu nggak usah takut, Pak Dito! Kalau Mas Gama nggak mau bayar kamu, nanti saya yang menggaji Pak Dito dengan nominal yang sama dengan yang diberikan oleh suami saya." Gama mengerutkan keningnya setelah mendengar itu. Setelahnya Gama

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 174. Mau Ngambek

    "Ada apa dengan Tuan, Nyonya?" tanya Asisten Dito yang dengan tanggap dan gerakan cepat sudah sampai di kantin untuk membantu Gama. "Tidak kenapa-kenapa, hanya aku suruh makan somay tapi Mas Gama tidak mau katanya. Alhasil seperti itu," jawab Zoya. Sebenarnya ingin kasihan tapi kok malah geregetan. "Pak lebih baik anda segera ke ruangan anda dulu dari pada nanti tambah patah di sini," ujar Asisten Dito. Sebagai orang kepercayaan Gama dan orang yang sudah lama ikut dengan Gama tentu tau apa yang Gama suka atau tidak. Terlahir dari orang kaya pastinya jarang makan makanan yang dijual di pinggir jalan atau sekelas kantin. Hanya saja biasanya Gama tidak begini. Entah karena bawaan bayi atau memang Gama benar-benar mual melihat bentukan somay. Namun jika diperhatikan, tidak ada yang menggelikan. Dilihatnya enak-enak saja. "Bawa ke ruangannya saja, Pak! Nanti aku nyusul. Aku masih mau... " "Sayang kamu ikut sekalian! Jangan memancing celaka! Aku nggak suka!" sahut Gama dengan

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 173. Mual

    Gama mengusap kasar wajahnya kala tak menemukan Zoya. Entah dimana sang istri. Cepat sekali kaburnya. Gemas rasanya Gama dan ingin menyusul sang istri tetapi dia kehilangan jejak Zoya. "Kamu pasti tidak jauh dari sini, Sayang. Apa mungkin kamu kembali diculik? Astaga.... Zoya." Gama segera melihat CCTV kantor untuk mengetahui kemana perginya Zoya. Sementara Dito sudah lebih dulu pergi mencari keberadaan istri dari Gama Prasetyo. Pengalaman membuat Gama semakin posesif saja. Lepas sedikit, Gama tidak akan bisa tenang. Gama tidak ingin terjadi sesuatu lagi pada Zoya. Dering ponselnya pun membuyarkan fokus Gama dari layar laptop. Gama meraih ponselnya dan langsung menerima panggilan dari Dion. "Bagaimana?" tanya Gama, kedua alisnya menukik mendengar jawaban dari Dion. Pria itu pun beranjak dari duduknya kemudian melangkah panjang meninggalkan ruangannya. Gama hampir berlari untuk menuju tempat dimana Zoya berada saat ini. Kedua tangan Gama terkepal kuat hingga urat tangan

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 172. Cari Zoya

    "Terimakasih sudah diperkenankan masuk, Nyonya. Saya pamit pulang," ujar Dito dan dianggukki oleh Sinta. "Oh ya, silahkan! Terimakasih sudah mengantarkan pesanan dari Zoya tadi. Jangan lupa titipkan salam untuknya!" kata Sinta dengan ramah. "Baik, permisi." Dito pun bergegas pergi dari sana. Pria itu melangkah memasuki mobil kemudian segera kembali ke kantor. Ada hal yang harus dilaporkan pada Gama setelah apa yang atasannya itu perintahkan selesai dikerjakan. Dito juga tidak mampir ke mana-mana lagi. Tidak juga mampir untuk memberikan makan siang untuk Sena. Rasanya enggan karena tadi pagi sempat ditolak mentah-mentah yang mana malah berujung tidak ribut. Sampai di kantor bertepatan dengan para karyawan yang keluar dari ruangan meeting. Dito pun segera masuk ke dalam ruangan itu tetapi begitu herannya Dito saat melihat Gama dan Zoya ribut. "Kamu mas! Tuh mereka jadi berpikiran yang nggak-nggak sama aku!" "Berani apa mereka? Mau aku pecat memangnya? Biarkan saja!K

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 171. Egois

    "Mas kamu jangan ketaluan!" pekik Zoya tetapi setelahnya kembali mendesah dengan sangat indah. Kegiatan panas pagi ini membuat hidup keduanya semakin indah. Suami istri yang saling beradu peluh ini tak lagi kuasa menahan gejolak yang ada. Sampai dimana suara panjang yang melegakan diiringi hal yang melenakan membuat mereka merasakan getaran yang membuat ketagihan nantinya. Gama menghela nafas panjang dan mengecup pucuk dada Zoya sebelum beranjak dari tubuh sang istri. Gama tersenyum menatap Zoya yang terlihat lemas di atas meja kerja. "Kenapa kamu selalu membuatku lemas begini, Mas? Kamu lama sekali, sengaja 'kan? Tubuh aku remuk, Mas," keluh Zoya yang hendak beranjak saja sulit. Mana medianya meja kerja. Geregetan Zoya jadinya. Kenapa tidak bisa cari tempat lain yang lebih nyaman agar bisa lebih leluasa dan tubuh tidak sakit begini setelahnya. "Pentok sini sakit, pentok sana sakit, ya Tuhan ini badan aku sakit banget," keluh Zoya dengan dibantu oleh Gama. Pria itu

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 170. Dasar Istri Nakal

    "Mas kamu mau bawa aku kemana?" tanya Zoya yang kini melangkah panjang mengikuti Gama. Dia berusaha untuk mengimbangi Gama sampai kakinya terasa seperti melayang. Namun Zoya diam tanpa mengeluhkan itu meskipun rasanya hati ketar ketir dan jantungnya berpacu dengan cepat. Zoya sama sekali tidak mencoba melepaskan diri. Zoya tau apa yang akan Gama lakukan padanya. Sayangnya sikap Gama padanya justru menimbulkan pikiran negatif dari para karyawan. Mereka semakin tidak suka pada Gama setelah diam-diam menyaksikan pergerakan keduanya. Gama membawa Zoya masuk lift dengan bertujuan membawa Zoya menuju ruangan pria itu. Ruangan yang ada di lantai tertinggi dari gedung tersebut. Tak ada ruangan lain yang lebih aman di kantor ini selain ruangan CEO bukan. Ruangan yang bebas untuk Gama menghukum sang istri yang berani membuat cemburu. Gemas sekali Gama. Belum lagi omongan para karyawan yang justru menjodohkan Zoya dengan yang lainnya. "Mas kamu nggak malu dilihat sama karyawan kam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status