"Kamu mau berpacaran dengan dia?" tanyanya ibunya yang serius, membuat Nicky tak paham.
"Pacar? Mah Puspita masih anak-anak," ucap Nicky yang tak percaya dengan ucapannya ibunya, yang benar saja? Walau mungkin anak itu sudah masuk SMA namun umurnya berbeda cukup jauh darinya.Ibunya hanya tersenyum tipis. "Dia akan segera dewasa sebentar lagi, kamu harus cepat punya pacar, Nicky!""Kenapa?" tanya Nicky heran, dia masih harus belajar lebih banyak lagi untuk S2nya, jadinya baginya pacaran hanya menghambat ilmu yang akan dia dapat nantinya."Mama mau liat kamu bahagia dengan pilihanmu!" ucap ibunya yang masih memandang pergerakan Puspita, dia nampak Ramah dengan pelayan.Kadang jika ada perlu anak itu akan kemari untuk mencari ayahnya.Tak lama Nicky memeluk ibunya dari belakang, sudah sangat lama dia juga merindukan wanita tak bersayap ini. "Kalau ada mama, aku adalah orang yang paling bahagia di dunia ini."Wanita paruh baya itu terbatuk kecil, lalu dia memegang tangan putranya yang sudah sangat besar. "Mama tidak mungkin selamanya ada di dunia ini, Nicky!"Nicky melepaskan pelukannya dan menatap sang ibunda tercinta dengan heran, sebesar apapun seorang putra jika bersama ibunya dia tetap anak manja.Dan setelah ibunya, isterinya lah yang akan memanjakannya."Mama mau ninggalin aku?" tanya Nicky yang heran.Ibu Nicky memegang pipi putranya. "Semua manusia akan berpisah!"Saat sedang bicara serius, Puspita yang merasa semuanya sudah mulai terlihat rapih, memilih untuk berpamitan sebelum pulang. "Permisi nyonya, tuan muda. Saya pamit pulang dulu ya, mama saya nelpon tadi.""Ini Udah malem, kenapa gak mau nginep aja?" tanya ibunya yang membuat Puspita heran sama halnya dengan sang anak."Mah?" tanya Nicky yang heran.Ibunya menyipit mata lebih heran. "Kenapa Puspita anak gadis, kamar pembantu masih banyak kan?"Puspita merasa lega dengan ucapan itu, walau ibu Nicky adalah wanita yang baik, berhati lembut namun sang Tuan besar rumah ini membuat dia sangat segan.Tatapan matanya yang amat berbeda dengan Nicky, membuat dia takut dan sering menunduk ketika melihatnya."Gak apa-apa kok nyonya, saya pulang aja, lagian rumahnya gak jauh kok.""Jangan pulang sendiri, Puspita! Kamu anak gadis, Nicky antar dia pulang!" ujar ibunya.Ucapan ibunya benar, tak baik gadis seperti Puspita pulang sendiri ditengah gelapnya malam. Dia pun berjalan mendekati gadis belia itu. "Ayo pulang!"Puspita menunduk beberapa kali. "Maaf merepotkan nyonya, tuan muda."Tiba-tiba Nicky mendorong kepala hingga dia maju beberapa langkah karena tak siap. "Kenapa kamu tiba-tiba sangat sopan, sudah ayo pergi!""Nicky! Kamu jangan kasar padanya!" ujar ibunya yang khawatir kalau Puspita merasakan sakit kepala, akibat tangan anaknya itu."Paling gagar otak doang, mah."Puspita menatap Omnya dengan tatapan tajam, siap untuk memukul wajahnya, namun ia harus menahan emosi demi terlihat alim di depan ibunya."Saya pamit, nyonya," ucap Puspita yang kembali memberikan hormat, lalu menarik pria itu keluar.Ibu Nicky hanya menggeleng sambil tersenyum, ia harap anak itu atau siapapun nanti yang akan menjadi pasangan anaknya, bisa menggantikan perannya, membuat anak itu tersenyum dan menyemangati jika terjadi sesuatu yang membuat dia terpuruk.Puspita menariknya sampai di depan pintu yang tertutup, hingga tak terlihat keduanya walau ada orang di dalam. "Om itu apa-apa sih?""Apanya yang apa?""Gak boleh gitu kalau di depan nyonya, Om.""Mama maksud kamu?"Puspita mengangguk, siapa lagi yang akan ia sebut nyonya selain ibunya juga ibu pria di depannya ini."Kenapa emangnya? Mama baik kok.""Masalahnya kalau Tuan besar tau, aku takut Om.""Papa ya? Ya dia memang agak menyeramkan.""Tuh kan, intinya jangan banyak tingkah, pura-pura aja kalau kita ini tuan dan bawahan, ngerti!" ujar Puspita.Walau umurnya masih belia, cerewet mirip sekali dengan ibu-ibu komplek. "Ya ya ya, tapi papa juga orang yang baik.""Matanya sangat berbeda dengan om, Tuan besar lebih tajam," ucap Puspita yang berkata jujur, hingga tak lama ayah Nicky datang dari arah belakang.Menatap putranya yang sedang bersama seorang gadis, yang nampak tak asing baginya. Ayahnya berjalan mendekat, namun yang ia dengar celoteh jujur Dari bibir gadis itu.Nicky yang melihat ayahnya ada di belakang Puspita, hanya menutup mulutnya sambil tersenyum, anak ini akan mendapatkan masalah besar karena memberikan review yang sangat jujur untuk ayahnya."Aku tidak tau, takdir apa yang mengantarkan ibu om yang sangat cantik, lembut dan penyayang itu, pada monster macam tuan Besar, pasti ada yang salah dalam otaknya.""Jadi kamu pikir saya begitu?" tanya ayah Nicky yang bicara dengan nada berat dan terdengar begitu marah.Puspita terbelalak sambil menatap Nicky yang tertawa kecil, sialan! Pria tua ini malah menjebaknya.Bruk! Puspita tiba berlutut di depan ayah Nicky, yang sekarang menatap sangat tajam padanya, ia hanya menatapnya sekilas lalu kembali menunduk dengan tubuh bergetar.Ia yakin nyawanya tamat hari ini juga. "Maafkan saya Tuan besar, maaf saya tidak bermaksud.""Beraninya kamu membicarakanku dari belakang, punya banyak nyawa kamu ya?" tanya ayah Nicky yang benar-benar kesal dengan tutur kata gadis muda ini.Ternyata selama ini, sikap sopannya dia menyembunyikan segala macam cacian untuknya dalam hati. Sedangkan Nicky yang merasa khawatir dengan kondisi Puspita yang mulai terdengar Isak tangis mendekati ayahnya."Pah, Puspita cuma bercanda.""Bercanda? Mencaci itu becanda menurut kamu? Inilah anak jaman sekarang, dilembutkan malah menjadi-jadi, PENJAGA! PECUT ANAK INI SEBANYAK 20 KALI!"Mata Puspita menatap tak percaya pada pria didepannya ini, ternyata yang di takuti akhirnya terjadi, dia menggeleng dengan air mata ketakutan. "Tuan Besar saya mohon, ampuni saya! Saya tidak bermaksud.""Pah, aku yang salah pah! Kenapa papa pukul Puspita pah?"Tangan pada bawahan itu segera menari Puspita, menuju ruang eksekusi. Dengan tangisan histeris mereka membawanya dengan paksa. "Tuan besar maafkan saya, Om tolong Om!"Karena tak ada jawaban dari ayahnya, Nicky pun berlari menuju Puspita yang di tarik, namun kala langkahnya jauh ayahnya berkata dengan keras yang membuat kakinya berhenti melangkah. "Jika kamu menyelamatkannya! Hukumannya lebih dari ini, hal ini belum seberapa, jika papa tidak ingat dia umur berapa sudah papa masukkan anak itu ke kandang harimau."Nicky mengepal, dia menoleh sebentar menatap punggung ayahnya yang masih terdiam seperti tadi. Selama ini ia memang pernah mendengar kejamnya ayahnya, namun dihadapannya dia hanya ayah yang baik memberikan segala yang dia minta.Tapi kenapa sekarang ketika dewasa, semua kekejaman itu akhirnya terlihat. "Puspita benar, papa memang mirip seperti monster.""Aahkk sakit, hiks," tangis Puspita yang mendapatkan luka dari sabetan itu, memang salah karena telah mengatakan opininya. Ibunya benar, dia tidak boleh terlalu dekat dengan keluarga Luffblend ini. "Dua puluh!" ucap sang penjaga yang tengah menghitung jumlah sabetan yang di dapatkan Puspita, sekarang lega karena sudah berakhir. Namun rasa sakit yang luar biasa, membuat dia terjatuh ke lantai penuh debu itu. Dia hanya gadis kemarin sore yang tak tau apapun. "Puspita! Puspita! Pita!" teriak Nicky yang sekarang meraih tubuhnya, mendaratkan punggungnya Dengan hati-hati di pahanya. Gadis belia itu menatap Nicky dengan mata sayu, tubuhnya penuh dengan keringat dan ada bekas darah dari dari sudut bibirnya. "Om.""Maafkan aku, aku tau harus aku tidak membiarkanmu membicarakan ayahku, maafkan aku! Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" Nicky mengangkat tubuh Puspita, menuju mobil dan pergi ke rumah sakit terdekat. Dokter bilang lukanya tak terlalu serius, tapi ia merasa sangat khawatir. Baru
Seminggu setelah kejadian itu, Nicky tak lagi melihat Puspita, jika ia pergi menemuinya, ia takut ayahnya agak berpikir macam-macam dan terlebih. Tapi sampai sekarang ia tak mendengar apapun dari bibir ayahnya tentang gadis itu, seakan kejadian yang membuat Puspita tak sadarkan diri itu tak pernah di buatnya.Nicky yang tengah mencari tau tentang segala penyakit dan pengobatan, membuat dia terlalu larut hingga tak mendengar ada suara ketukan. Ia pikir hal-hal seperti ini akan berguna untuknya nanti. Pintu terbuka memperlihatkan Angga yang membuat Nicky kaget juga heran. "Paman Angga, ada apa?" "Hufh, saya kira terjadi sesuatu pada anda, Tuan muda." "Memang kenapa?" "Anda tidak menjawab panggilan saya." "Ah memang tidak terdengar, maaf paman aku sedang melihat artikel tentang penyakit, ada apa memangnya?" tanya Nicky yang kini menutup laptopnya. "Papa anda memanggil anda, untuk bertemu.""Papa?" "Iya, Tuan muda.""Memangnya ada apa? Ini masih pagi," ucap Nicky yang menatap jam
8 tahun lalu!!!Tangan itu menggenggam tangan ayahnya erat, memasuki kerumunan orang yang sedang bercanda tawa sambil menikmati musik yang begitu mengganggu telinganya. Banyak orang yang tak dia kenal, membuat perasaannya panik, maka dari itu gadis kecil yang bernama Puspita itu menunduk sambil mempererat pegangannya. "Puspita, kamu takut?" Suara ayahnya memecahkan rasa paniknya, dia menatap wajah pria yang sudah mulai keriput itu. "Sedikit yah." "Ayah sudah bilang untuk tunggu di rumah saja! Kenapa kamu keras kepala sekali?" tanya ayahnya yang tak habis pikir, jika anak ini bukan putri semata wayangnya maka ia tak akan mudah menurutinya. Puspita hanya menunduk lagi, lalu sang ayah hanya bisa menghela nafas kasar. Putrinya yang manis itu malah bertambah menggemaskan ketika sedang sedih, jadi tak heran kalau banyak yang menggodanya dan membuat dia menangis seperti itu. Hanya saja karena tindakan dari orang yang tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, membuat Puspita menjadi
"Pagi bibi, Puspitanya ada?" Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya. "Tu-tuan muda?"Nicky yang membawa sekotak kue sisa pesta kemarin ia berikan pada wanita yang ada didepannya, sebenarnya kue-kue itu tidak di sentuh sama sekali dan tersisa lumayan banyak jadi dia membungkusnya lalu membawa ke sini. "Ini kue kemarin, Puspita kemarin sangat suka jadi aku membawakannya beberapa, apa dia ada bi?" "Ya ampun tuan muda, kenapa anda repot-repot?" tanya wanita paruh baya itu, ia tak tau kalau akan ada anak majikan suaminya itu, dan terlebih mencari anaknya kapak mereka dekat?"Tidak kok bi," balas Nicky, terlihat di depan rumah mereka terdapat motor ninja yang cukup besar juga terlihat begitu mahal. Sedangkan pemilik motor itu sedang melihat sekitar mencari sosok anak yang dia cari. "Maaf Tuan muda, kapan anda dekat dengan anak saya?" tanya ibu Puspita. "Kemarin, mama suka padanya jadi aku juga suka pada anak itu." Wanita paruh baya itu hanya mengangguk paham, memang ia pernah
Beberapa toko baju mereka kunjungi, Puspita tampak teliti memilih baju, kadang dia juga pergi ke pasar bersama ibunya. Wanita yang lebih jeli dari pada detektif itu bisa tau apa kekurangan barang lalu membantingnya harga habis-habisan.Kadang dia saja heran, bagaimana wanita yang melahirkannya begitu sadis memberikan harga. Dan herannya penjualnya mau saja memberikan barang itu pada ibunya setelah mereka hampir tak jadi membeli. Nicky memperhatikan semua pakaian lucu yang ada didepannya. "Kamu mau yang mana?" "Harganya gak masuk akal om, masa baju segini harganya sejuta? Mbak! Ini paling di pasar 50 RB," ucap Puspita yang membuat yang membuat lelaki itu menepuk jidatnya. Sedangkan wanita penjaga toko itu hanya tersenyum paksa, ia kira akan di borong terutama anak remaja yang begitu meyakinkan dengan pakaian serba bermereknya. "Maaf dek, tapi ini bukan pasar." "Maafkan adik saya, mbak! Saya yang memilih nanti, maaf sekali lagi!" ucap Nicky yang marasa tak enak hati, gadis yang tadi
Sorenya Puspita diantar pulang setelah seharian bermain, dengan beberapa kelinci milik ibu Nicky sedangkan anak remaja itu membaca buku sebentar guna tak kehilangan ilmu yang akan di ulang kembali saat ia masuk sekolah nanti. Puspita tersenyum saat ada di depan pintu, menatap lelaki remaja yang sudah mengklaim dirinya sebagai adiknya, lagipula Nicky juga orang yang baik. Tapi ia lebih senang menyebutnya dengan sebutan Om."Makasih ya om, atas bajunya, sama main-main aku seneng banget," ucapnya begitu bahagia. Nicky melangkah mendekati Puspita, yang masih tersenyum sangat lebar, tak lama tangan besarnya menyentuh kepala gadis kecil itu, sehingga pemiliknya terlihat bingung. "Kenapa om?" "Mungkin 3 hari lagi, aku akan berangkat." Pandangan Puspita semakin bingung, ia tak paham dengan ucapan Nicky, lagipula dia tak tau kalau remaja itu setelah SD pergi menimbang ilmu di luar negeri sana. "Mau kemana Om?" "Sekolah, aku akan sekolah." "Kalau begitu berangkat saja, kenapa wajah om ka
Kembali ke masa sekarang!"Puspita, lukanya seperti membusuk seperti itu, saya takut terjadi sesuatu," ucap ibunya yang membuat Nicky mendekati gadis itu, yang tentu saja membuat Puspita heran."Om mau apa?" tanya Puspita heran, kala Nicky melihat kebelakang, lalu memegang punggung pelan dan seketika rasa nyeri menderanya. "Aw, akhh." "Aku akan memeriksamu, kamu punya kartu antrian?" tanya Nicky yang tak lama ibu Puspita memberikan kartu itu padanya. "Baik, itu mari ikut!" Nicky membawa mereka ke ruangan yang cukup banyak orang mengantri di sana, ada sekitar 6 pasien dan tentu saja tak luput dari orang yang mengantarnya.Nicky berhenti di depan ruangan. "Bibi bisa menunggu diluar?" "Baiklah, Tuan muda," ucap ibu Puspita yang menatap putrinya dengan beberapa kali kedipan mata yang cukup lama. Anak itu tau kalau itu sebenarnya sebuah kode agar dia menurut dan tak banyak tingkah. Nicky masuk dengan Puspita di belakangnya, hingga terlihat dokter yang terlihat lebih tua dari Nicky meri
"Huh, akhirnya sampai juga," ucap Nicky yang kini duduk di kursi ruang tamu, mengeluarkan seluruh lelahnya di sofa lembut dan juga nyaman milik keluarganya. "Nicky!" ucap seseorang yang membuat Nicky menoleh, dia tadi menutup mata sebentar sambil memberikan gerakan memutar pada lehernya. "Mah," ucap Nicky yang kini bangkit sambil menghampiri wanita yang sudah melahirkannya itu. "Mama kok belum tidur?"Sekarang sudah jam 1 pagi, ada sebuah kecelakaan beruntun yang membuat banyak korban berjatuhan, mau tak mau dia membantu sebisanya. Padahal saat itu sudah pukul 8 malam, karena tragedi tadi dia dipuji karena cekatannya dalam menangani pasien juga menyelamatkan beberapa nyawa yang hampir tiada. Jika itu diberitakan mungkin heboh papanya itu dan ibunya mungkin tersenyum saat ia pulang, namun kali ini hanya wajah khawatir yang wanita itu perlihatkan. "Mama nungguin kamu," ucapnya yang mengisap lembut pipi Nicky, tentu saja Nicky memegang tangan itu seperti tak akan melepasnya. "Mah, a