"Aahkk sakit, hiks," tangis Puspita yang mendapatkan luka dari sabetan itu, memang salah karena telah mengatakan opininya. Ibunya benar, dia tidak boleh terlalu dekat dengan keluarga Luffblend ini.
"Dua puluh!" ucap sang penjaga yang tengah menghitung jumlah sabetan yang di dapatkan Puspita, sekarang lega karena sudah berakhir.Namun rasa sakit yang luar biasa, membuat dia terjatuh ke lantai penuh debu itu. Dia hanya gadis kemarin sore yang tak tau apapun."Puspita! Puspita! Pita!" teriak Nicky yang sekarang meraih tubuhnya, mendaratkan punggungnya Dengan hati-hati di pahanya.Gadis belia itu menatap Nicky dengan mata sayu, tubuhnya penuh dengan keringat dan ada bekas darah dari dari sudut bibirnya. "Om.""Maafkan aku, aku tau harus aku tidak membiarkanmu membicarakan ayahku, maafkan aku! Ayo kita ke rumah sakit sekarang!"Nicky mengangkat tubuh Puspita, menuju mobil dan pergi ke rumah sakit terdekat. Dokter bilang lukanya tak terlalu serius, tapi ia merasa sangat khawatir.Baru beberapa jam yang lalu, dia melihatnya kembali dengan senyuman yang manis dan kini tampilkan tak karuan dengan tubuh penuh darah.Nicky memijit pelipisnya, merutuki hal yang membuat gadis itu celaka, hanya saja ia masih tak percaya ayahnya begitu jahat.Saat sedang pusing memikirkan kesalahannya, kedua orang tua Puspita datang dengan wajah panik. Nicky pun bangkit dari duduknya dengan rasa menyesal yang teramat sangat."Paman, bibi.""Tuan muda, apa yang terjadi? Saya dengan Puspita di siksa Tuan besar," ucap ayah Puspita yang tak lama dibalas anggukan isterinya.Nicky menunduk. "Ini salah saya paman, saat Puspita membicarakan papa aku tidak menyuruhnya berhenti dan membuat papa marah besar karena membicarakan mama juga, mungkin dia marah sebab itu.""Ya Tuhan Puspita," ucap Ibunya yang menangis, beruntung saja gadis itu tidak mati."Maafkan aku Bi.""Tuan muda, ini memang salah anak saya, anda tidak perlu menyalahkan diri!" ujar ayah Puspita yang merasa tak enak, ia terlalu memanjakan putrinya hingga anak itu tak pandai menjaga mulutnya."Tidak, ini salahku. Maaf sekali!" ucap Nicky yang membungkuk namun di cegah oleh ayah Puspita."Tuan muda, tolong jangan seperti ini!" ujar pria paruh baya itu, yang tak enak hati.Membuat Nicky menatapnya dengan raut menyesal. "Paman tenang saja, aku akan mencoba membujuk ayah agar paman kembali bekerja seperti biasa."Pria itu mengangguk, sambil menunduk sebentar. "Terimakasih Tuan muda.""Maaf sekali lagi, aku pamit pulang, paman." Setelah itu Nicky benar-benar pergi meninggalkan keduanya, yang sekarang berada di ruangan tepat anak mereka di rawat.Selang beberapa menit, mereka pun masih ke dalam dan melihat Puspita menatap mereka dengan wajah sedih sedangkan anak itu dalam posisi tengkurap. "Mama, ayah."Bukannya merasa kasian, ibunya malah berjalan dengan wajah marah yang membuat Puspita takut. Hingga jeweran di kuping membuat anak itu berteriak cukup keras.Dokter yang baru membalut lukanya kaget dan heran melihat aksi itu."Akhhhh mah, sakit mah, aduh ampun.""Dasar anak tak tau diri, kamu tuh bener-bener nyusahin aja, masih untung kamu hidup sekarang kalau kamu mati gimana?""Iya mah maaf, aduh ah sakit mah."Ayahnya yang melihat amukan singa dari dalam isterinya keluar, bergegas membujuk wanita itu agar tidak bertindak lebih jauh hingga membuat keributan. "Mah, udah dong ini rumah sakit."Ayah Puspita menatap dokter sambil menunduk beberapa kali sebagai permintaan maaf.Tangan yang di berada di pundak ibu Puspita, wanita itu tepis lalu ia menatap suaminya dengan tatapan sangat tajam. Ia sebenarnya sangat khawatir tadi dan kala melihat itu dia melampiaskan seluruh ke khawatiran dengan marah-marah. "Apaan sih yah, gara-gara kamu tuh jadi Puspita kurang ajar kayak gini, udah mama bilang jangan pernah main-main sama keluarga tuan besar.""Aku gak tau kalau ada tuan Archer di situ mah, maaf," tangisnya kala menyesal dengan apa yang terjadi, ibunya yang melihat itu melepaskan jewerannya dan menghela nafas berat.Tak lama ibu anak satu itu, berjalan menuju sofa yang cukup lebar di pojok ruang inap itu, kalau dia menatap kearah lain sambil melihat tangannya di dada.Ia tak perduli dengan anaknya yang masih menangis, ia hanya perlu menetralkan rasa khawatir dalam dadanya, hingga tak terasa air matanya menetes dia sangat takut terjadi sesuatu pada Puspita.Apalagi saat mendengar beberapa rumor yang mengatakan kalau, Tuan besar itu tak segan-segan menghukum mati seseorang.Tak ada yang berani melaporkan karena takut mati juga, apalagi ayah Nicky cukup lihai menyembunyikan bukti, itu sebabnya ia sangat takut.Namun tak ayal, walau kejam dan berhati dingin, gaji yang mereka dapat begitu memuaskan untuk di ganti dengan nyawa, maka dari itu ayahnya bertahan.Ayah Puspita yang menatap isterinya, yang mulai menangis, membuat hatinya tau kalau wanita itu sebenarnya memiliki hati yang lembut.Ia menatap dokter yang kini tengah memeriksa cairan infus milik Puspita, kondisinya yang pucat tadi membuat dia memutuskan untuk menginfusnya."Hhhmm dokter!""Ya?""Maaf atas kejadian tadi, apa luka putri saya sangat parah?"Dokter wanita itu hanya tersenyum. "Tidak dia baik-baik saja, hanya mungkin lukanya perlu Beberapa Minggu untuk pulih benar, lukanya agak dalam.""Maaf sudah merepotkan Anda, berapa semua biayanya dokter.""Administrasi sudah dibayar oleh Tuan Nicky tadi, jadi anda tidak udah membayar."Puspita menatap dokter itu sebentar, lalu kembali meringkuk dengan wajah sedih. Dia sudah bangun dari tadi, ia kira bukan Nicky yang membawanya karena pria itu tak terlihat sama sekali saat ia membuka mata."Oh begitu, terimakasih dokter," ucap ayahnya yang merasa sedikit tak enak, karena pengobatan putrinya sudah dibayar.Tak lama dokter itu memberikan kertas pada pria paruh baya itu. "Ini resep obat yang harus anda ambil!""Ah baik dokter, terimakasih sekali lagi.""Jangan sungkan! Setelah cairan infusnya habis anak ini boleh pulang!" ucap dokter itu yang dibalas anggukan kepala dari ayah Puspita.Wanita itu keluar dari ruangan Puspita, ayahnya kini menatap cukup serius putri yang selalu ia manja dan sayangi.Puspita yang melihat itu hanya menatap kebawah, pria ini memang begitu baik padanya namun jika marah akan lebih menakutkan dari pada ibunya."Apa kamu akan mengulanginya lagi, Puspita?"Gadis itu menggeleng. "Tidak ayah, maaf.""Ayah harap kamu belajar dari hal ini! agar tidak sembarangan lagi berbicara apalagi di halaman pemiliknya.""Iya, ayah.""Lihatlah ibumu sekarang! Dia menangis, karena siapa dia seperti itu?""Aku," ucap Puspita yang menatap ibunya lalu menunduk kembali.Tak lama tangan ayahnya berada di kepalanya, dan mengusap rambut itu dengan lembut. Puspita yang mendapatkan itu melihat ayahnya yang sekarang menatapnya dengan lembut.Sekarang Puspita menangis lagi. "Ayah, Puspita salah yah, maaf ayah."Seminggu setelah kejadian itu, Nicky tak lagi melihat Puspita, jika ia pergi menemuinya, ia takut ayahnya agak berpikir macam-macam dan terlebih. Tapi sampai sekarang ia tak mendengar apapun dari bibir ayahnya tentang gadis itu, seakan kejadian yang membuat Puspita tak sadarkan diri itu tak pernah di buatnya.Nicky yang tengah mencari tau tentang segala penyakit dan pengobatan, membuat dia terlalu larut hingga tak mendengar ada suara ketukan. Ia pikir hal-hal seperti ini akan berguna untuknya nanti. Pintu terbuka memperlihatkan Angga yang membuat Nicky kaget juga heran. "Paman Angga, ada apa?" "Hufh, saya kira terjadi sesuatu pada anda, Tuan muda." "Memang kenapa?" "Anda tidak menjawab panggilan saya." "Ah memang tidak terdengar, maaf paman aku sedang melihat artikel tentang penyakit, ada apa memangnya?" tanya Nicky yang kini menutup laptopnya. "Papa anda memanggil anda, untuk bertemu.""Papa?" "Iya, Tuan muda.""Memangnya ada apa? Ini masih pagi," ucap Nicky yang menatap jam
8 tahun lalu!!!Tangan itu menggenggam tangan ayahnya erat, memasuki kerumunan orang yang sedang bercanda tawa sambil menikmati musik yang begitu mengganggu telinganya. Banyak orang yang tak dia kenal, membuat perasaannya panik, maka dari itu gadis kecil yang bernama Puspita itu menunduk sambil mempererat pegangannya. "Puspita, kamu takut?" Suara ayahnya memecahkan rasa paniknya, dia menatap wajah pria yang sudah mulai keriput itu. "Sedikit yah." "Ayah sudah bilang untuk tunggu di rumah saja! Kenapa kamu keras kepala sekali?" tanya ayahnya yang tak habis pikir, jika anak ini bukan putri semata wayangnya maka ia tak akan mudah menurutinya. Puspita hanya menunduk lagi, lalu sang ayah hanya bisa menghela nafas kasar. Putrinya yang manis itu malah bertambah menggemaskan ketika sedang sedih, jadi tak heran kalau banyak yang menggodanya dan membuat dia menangis seperti itu. Hanya saja karena tindakan dari orang yang tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, membuat Puspita menjadi
"Pagi bibi, Puspitanya ada?" Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya. "Tu-tuan muda?"Nicky yang membawa sekotak kue sisa pesta kemarin ia berikan pada wanita yang ada didepannya, sebenarnya kue-kue itu tidak di sentuh sama sekali dan tersisa lumayan banyak jadi dia membungkusnya lalu membawa ke sini. "Ini kue kemarin, Puspita kemarin sangat suka jadi aku membawakannya beberapa, apa dia ada bi?" "Ya ampun tuan muda, kenapa anda repot-repot?" tanya wanita paruh baya itu, ia tak tau kalau akan ada anak majikan suaminya itu, dan terlebih mencari anaknya kapak mereka dekat?"Tidak kok bi," balas Nicky, terlihat di depan rumah mereka terdapat motor ninja yang cukup besar juga terlihat begitu mahal. Sedangkan pemilik motor itu sedang melihat sekitar mencari sosok anak yang dia cari. "Maaf Tuan muda, kapan anda dekat dengan anak saya?" tanya ibu Puspita. "Kemarin, mama suka padanya jadi aku juga suka pada anak itu." Wanita paruh baya itu hanya mengangguk paham, memang ia pernah
Beberapa toko baju mereka kunjungi, Puspita tampak teliti memilih baju, kadang dia juga pergi ke pasar bersama ibunya. Wanita yang lebih jeli dari pada detektif itu bisa tau apa kekurangan barang lalu membantingnya harga habis-habisan.Kadang dia saja heran, bagaimana wanita yang melahirkannya begitu sadis memberikan harga. Dan herannya penjualnya mau saja memberikan barang itu pada ibunya setelah mereka hampir tak jadi membeli. Nicky memperhatikan semua pakaian lucu yang ada didepannya. "Kamu mau yang mana?" "Harganya gak masuk akal om, masa baju segini harganya sejuta? Mbak! Ini paling di pasar 50 RB," ucap Puspita yang membuat yang membuat lelaki itu menepuk jidatnya. Sedangkan wanita penjaga toko itu hanya tersenyum paksa, ia kira akan di borong terutama anak remaja yang begitu meyakinkan dengan pakaian serba bermereknya. "Maaf dek, tapi ini bukan pasar." "Maafkan adik saya, mbak! Saya yang memilih nanti, maaf sekali lagi!" ucap Nicky yang marasa tak enak hati, gadis yang tadi
Sorenya Puspita diantar pulang setelah seharian bermain, dengan beberapa kelinci milik ibu Nicky sedangkan anak remaja itu membaca buku sebentar guna tak kehilangan ilmu yang akan di ulang kembali saat ia masuk sekolah nanti. Puspita tersenyum saat ada di depan pintu, menatap lelaki remaja yang sudah mengklaim dirinya sebagai adiknya, lagipula Nicky juga orang yang baik. Tapi ia lebih senang menyebutnya dengan sebutan Om."Makasih ya om, atas bajunya, sama main-main aku seneng banget," ucapnya begitu bahagia. Nicky melangkah mendekati Puspita, yang masih tersenyum sangat lebar, tak lama tangan besarnya menyentuh kepala gadis kecil itu, sehingga pemiliknya terlihat bingung. "Kenapa om?" "Mungkin 3 hari lagi, aku akan berangkat." Pandangan Puspita semakin bingung, ia tak paham dengan ucapan Nicky, lagipula dia tak tau kalau remaja itu setelah SD pergi menimbang ilmu di luar negeri sana. "Mau kemana Om?" "Sekolah, aku akan sekolah." "Kalau begitu berangkat saja, kenapa wajah om ka
Kembali ke masa sekarang!"Puspita, lukanya seperti membusuk seperti itu, saya takut terjadi sesuatu," ucap ibunya yang membuat Nicky mendekati gadis itu, yang tentu saja membuat Puspita heran."Om mau apa?" tanya Puspita heran, kala Nicky melihat kebelakang, lalu memegang punggung pelan dan seketika rasa nyeri menderanya. "Aw, akhh." "Aku akan memeriksamu, kamu punya kartu antrian?" tanya Nicky yang tak lama ibu Puspita memberikan kartu itu padanya. "Baik, itu mari ikut!" Nicky membawa mereka ke ruangan yang cukup banyak orang mengantri di sana, ada sekitar 6 pasien dan tentu saja tak luput dari orang yang mengantarnya.Nicky berhenti di depan ruangan. "Bibi bisa menunggu diluar?" "Baiklah, Tuan muda," ucap ibu Puspita yang menatap putrinya dengan beberapa kali kedipan mata yang cukup lama. Anak itu tau kalau itu sebenarnya sebuah kode agar dia menurut dan tak banyak tingkah. Nicky masuk dengan Puspita di belakangnya, hingga terlihat dokter yang terlihat lebih tua dari Nicky meri
"Huh, akhirnya sampai juga," ucap Nicky yang kini duduk di kursi ruang tamu, mengeluarkan seluruh lelahnya di sofa lembut dan juga nyaman milik keluarganya. "Nicky!" ucap seseorang yang membuat Nicky menoleh, dia tadi menutup mata sebentar sambil memberikan gerakan memutar pada lehernya. "Mah," ucap Nicky yang kini bangkit sambil menghampiri wanita yang sudah melahirkannya itu. "Mama kok belum tidur?"Sekarang sudah jam 1 pagi, ada sebuah kecelakaan beruntun yang membuat banyak korban berjatuhan, mau tak mau dia membantu sebisanya. Padahal saat itu sudah pukul 8 malam, karena tragedi tadi dia dipuji karena cekatannya dalam menangani pasien juga menyelamatkan beberapa nyawa yang hampir tiada. Jika itu diberitakan mungkin heboh papanya itu dan ibunya mungkin tersenyum saat ia pulang, namun kali ini hanya wajah khawatir yang wanita itu perlihatkan. "Mama nungguin kamu," ucapnya yang mengisap lembut pipi Nicky, tentu saja Nicky memegang tangan itu seperti tak akan melepasnya. "Mah, a
Nicky tersenyum jail. "Apa yang kamu lihat tadi, hhhmm?" Puspita menatap kearah lain, apa-apa orang dewasa satu ini? Benar tak tau malu. "Om!" "Apa?" tanya Nicky yang tak paham, setelah kejadian semalam membuat pikiran sedikit kacau, dengan adanya gadis itu membuat suasana hatinya lebih baik. "Menyebalkan," ucap Puspita yang membuat Nicky mengacak-acak rambutnya, tentu saja Puspita yang mendapatkan itu hanya cemberut tak suka. Dengan tak ada rasa bersalah pria itu duduk di kursi yang depan terdapat meja makan. Ia membuka kotak makan yang diberikan anak itu. Ibunya yang sudah selesai membungkus kue, menatap anaknya yang tengah bersiap makan. "Nicky!" "Apa mah?" "Kamu kok makan sendiri? Puspita ajak dong! Makan ya pita?" Gadis itu tentu saja menggeleng tak enak hati, entah kenapa sejak kedatangan pria yang ia panggil om itu, ibunya sangat memperhatikannya. "Enggak usah, nyonya! Saya udah makan." "Kamu yakin? Oh iya masih ada cumi di kulkas mau bawa juga?" "Nyonya, tidak udah."