Nicky memandang beberapa wanita yang tengah ribut di hadapannya, mereka dengan wajah tak niat, bahkan ada yang dari mereka menjambak rambut satu sama lain.
Ia tak mengerti mengapa mereka meributkan dirinya, hingga semua nampak memperhatikan mereka, Nicky tak berniat melerai mereka, bahkan ayahnya saja entah kenapa.Biarkan saja mereka lakukan apa yang mereka mau, ia sama sekali tak perduli.Dia meminum wine lagi dalam sekali tegukan dan air berwarna merah itu habis diminumnya, ia memperhatikan gelas dengan bentuk seperti terompet ini, sebenarnya barang unik seperti gelas ini bagusnya menjadi pajangan dari pada menjadi sungguhan.Dari celah gelas di depannya, ia melihat di antara mereka semua, ada gadis dengan rambut yang mengepang panjang ke bawah menatap hal didepannya dengan wajah sedih.Dia memegang sebuah kota didepannya dengan erat, wajahnya yang chubby mengingatkan dia dengan seseorang. Melihat tubuh gadis itu berbalik ia hanya tau satu nama. "Puspita!"Ia berjalan melewati kerumunan wanita yang entah memperebutkan apa, hingga ia berada di depan gadis yang tinggi mungkin hanya sampai dadanya.Pandangan mereka bertemu, Nicky memikirkan kesempatan ini untuk kabur dari wanita-wanita rese itu. Dengan cepat dia berjalan mendekati Puspita dan menariknya pergi. "Ayo kita pergi, ada sesuatu yang harus aku katakan."Tangannya tiba-tiba di tarik, membuat Puspita menatap tak percaya. Perlahan-lahan tapi pasti langkah itu semakin cepat, hingga mereka pergi ke area taman belakang rumah itu."Huh, mereka benar-benar," ucap Nicky lega, sedangkan Puspita hanya menatap terpesona pada pria di depannya. Pria yang tadi baru saja menghembuskan nafas lega mantapnya dengan ramah. "Maaf ya, namamu siapa?"Puspita terkejut, ia kira pria ini menyebut namanya karena kenal, tapi kenapa dia bertanya lagi? Karena tak ada jawaban Nicky menggaruk kepalanya tak gatal. "Aku tadi menyebut namamu karena ingat dengan adik kecilku, dan kesempatan untuk kabur juga, mereka benar-benar gila? Apa yang mereka inginkan dariku, iyakan?"Puspita hanya tersenyum, senyuman tipis itu entah kenapa membuat jantung Nicky berdetak. Gadis pendek itu sangat manis dengan senyuman lembut miliknya. "Mungkin mereka sangat menyukai anda, Tuan muda."Nicky mengangguk memang tak aneh, diluar negri pun dia juga kadang menjadi pacar impian para kaum hawa, tapi yang lebih brutal di negara sendiri. "Tapi aku tidak menyukai mereka.""Lalu seperti apa yang anda suka?"Pria itu terdiam sebentar mendengar pertanyaan gadis yang ada didepannya. "Aku suka gadis yang ... Manis."Puspita hanya tertawa kecil mendengarnya, biasanya pria menginginkan wanita yang cantik, bertubuh seksi dan sesuatu yang binal tentang bagian tubuh mereka.Beberapa teman sekolahnya bicara seperti itu, tentang type ideal mereka tapi kenapa didepannya ini berbeda. "Apa anda suka dengan gadis yang banyak gula di wajahnya?""Ah bukan seperti itu maksudku, imut. Aku suka gadis yang imut, oh iya kamu belum jawab tentang namamu?" tanya Nicky, dari semua orang hanya gadis ini yang berpakaian paling sederhana dan terkesan kampungan."Puspita!""Hah?" tanya Nicky tak percaya."Namaku Puspita, Om!" ucap Puspita yang tersenyum lebar, rupanya dia banyak berubah sehingga Nicky tak mengenalinya.Wajahnya masih mematung tak percaya, hingga dia mendekat kearah wajah Puspita membuat gadis yang baru menginjak usia lebih dewasa lagi itu, memundurkan wajahnya karena terkejut. "Om mau apa?"Tiba-tiba kepalanya dipegang Nicky yang membuat Puspita menutup matanya, dia belum siap ciumannya akan di rebut. Hingga satu menit berlalu tak ada apapun yang terjadi, membuat gadis itu kembali membuka matanya.Ia terkejut dengan wajah Nicky yang masih ada didepannya. "Om ngapain sih?""Hah, aku melewatkan banyak hal tentang kamu Puspita, kamu jadi sangat besar dalam waktu singkat.""Singkat? 8 tahun itu singkat?" tanya Puspita yang tak percaya. "Dan Om terlihat begitu dewasa, ada bulu halus juga di wajah."Puspita memegang wajah Nicky yang membuat pria itu memandangnya lekat, karena tatapan itu buru-buru Puspita melepaskannya, ia merasa akan ada sesuatu yang meledak di dadanya.Dia sangat tampan dan matanya juga begitu indah saat memandang, membuat dia gugup juga salah tingkah dalam satu waktu.Nicky mengusap lembut rambut Puspita sambil tersenyum, tinggi tubuh yang berbeda jauh membuat Nicky harus membungkuk untuk melihat wajah gadis yang dulu sama kecil seperti sekarang. "Apa kamu merindukan Om, hhhmm?"Puspita yang malu dengan perasaan menunduk sambil mengangguk, entah kenapa dia takut melihatnya, apa karena sudah dewasa jadi ia merasa sensasi aneh ini. "Iya aku kangen sama Om.""Om juga kangen, dan apa ini?" tanya Nicky yang mengambil kota hitam dari tangan Puspita, gadis yang terkejut karena hadiah murahnya di ambil buru-buru meraihnya kembali, ia takut Nicky akan kecewa dengan barang yang ia berikan."Om itu bukan apa-apa, sini hin!" ujarnya yang meraih tangan Nicky yang begitu tinggi untuk di raih.Nicky masih meledek dengan tangan yang mengacung lebih tinggi lagi, perbedaan tinggi yang jauh membuat Puspita benar-benar tak bisa meraihnya sama sekali.Hingga gadis itu menyerah dan terdiam sambil memanyunkan bibirnya, pipinya juga ikut menggembung karena aksi itu. "Sudahlah, lagi pula itu emang buat om kok."Nicky menurunkan tangannya, memandang kotak itu. "Buat om?""Iya, aku beli gak mahal jadi aku malu," ucap Puspita yang sekarang menyembunyikan seluruh tangannya di punggung.Nicky membukanya, lalu dia tersenyum.Cukup lama Puspita menunduk tak berani melihat, pria yang dulu sangat baik padanya. Entah kenapa sekarang ia takut kalau empatinya membuat dia salah paham pada rasa dalam dirinya."Lihat, bagus tidak?" tanya Nicky yang membuat Puspita melihat kearahnya, sekarang terlihat tangannya memakai jam tangan yang ia beli tadi."Harganya cuma 100 RB, Om."Nicky terdiam beberapa detik, lalu mengeluarkan uang yang ada di saku celananya, beberapa lembar merah ada di sana. Nicky mengerti 5 lembar uang ke tangan Puspita yang membuat gadis itu heran. "Apa ini om?""Kamu jual jam tangan ini sama om, kan?"Mendengar itu, Puspita menatapnya kesal dan haran. Ia mendorong uang itu dengan wajah tak bersahabat. "Bukan om, aku beli itu harganya 100 rb, maksud aku kalau om gak nyaman udah jangan pakai gitu, bukan aku jual jam tangan!""Oh, om kira kamu jualan," balas Nicky yang kini menarik tangan gadis itu dan memberikan uang yang tadi di tolak oleh Puspita, secara kasar dia letakan di telapak tangannya lalu setelah itu membuat tangan itu mengepal. "Buat jajan!""Om banyak uang sekali ya, sampai ngasih aku uang Mulu?""Emang banyak sih, ini cuan secuil dari uang om di rekening, kenapa? Kurang banyak?" tanya Nicky, yang membuat Puspita menarik tangannya."Sudahlah, tak ada gunanya bicara sama orang kaya, taunya cuma uang-uang terus."Puspita pergi membuat Nicky nampak heran dengan aksi itu, bukannya anak itu yang mulai bertanya, dia hanya menjawab saja. "Apa anak sekarang memang tak jelas?".Pesta berjalan dengan lancar bagaimana semestinya, pesanan yang begitu banyak itu sudah di berikan ke beberapa panti asuhan, panti jompo juga pengemis di pinggir jalan, sebelum pesta ini berlangsung.Sekarang jam 1 dini hari, Puspita nampak membantu membereskan kekacauan dengan pelayan yang lainnya, Nicky yang sekarang bersama ibunya berdiri menatap setiap hal yang mulai di rapihkan.Wanita yang selalu duduk di kursi roda sepanjang hari itu, keluar untuk menyapa tamu yang hendak pulang, dia takut akan ada rumor aneh jika ia tidak keluar sama sekali.Mereka nampak memperhatikan Puspita, yang dengan rajin membantu yang lain, juga tatapan Nicky yang begitu lekat."Anak itu cepat sekali besar ya?" tanya ibunya yang membuat Nicky terdiam, sambil mengembangkan nafas.Entah kenapa sering kali terdengar suara batuk dari bibir ibunya, belum lagi tubuhnya yang semakin kurus. Ia sedikit ragu kalau ibunya akan melahirkan nantinya."Iya, mah. Aku tadi gak tau kalau itu Puspita," ucapnya sambil tersenyum."Kamu mau berpacaran dengan dia?" tanyanya ibunya yang serius, membuat Nicky tak paham.Saat ini keduanya melihat Archer dengan tatapan kasihan, ayah Nicky betul-betul kehilangan akal setelah kematian mendingang isterinya. Terlihat bingkai foto tanpa kaca yang terdapat foto ibu Nicky yang tersenyum lebar membuat keduanya saling bertatapan, dokter bilang tak ada perubahan sama sekali selama masa pengobatan, membuat mereka tak tau harus apa. Puspita menatap pria di sampingnya iba, dia mengelus lengannya pelan. Gadis itu tak bisa berkata apapun jika situasinya seperti ini, kenyataan memang amat pahit bagi pria itu. Orang yang kerap kali tersenyum lembut itu, sekarang memiliki kehidupan yang kelam, yang tak pernah orang lain bayangkan. Ibunya meninggal karena kanker yang dia derita selama 5 tahun dan itu tanpa pengetahuan semua orang, bahkan sebelum Nicky kembali melanjutkan S2nya di Singapura penyakit wanita itu sudah mulai terlihat dan sialnya dia juga sedang mengandung adik Nicky. Kematian yang mendadak dan tanpa menduga, membuat 4 orang terluka secara bersamaan namu
“Mentalnya terganggu, membuat dia seperti ini. Karena saya bukan dokter kejiwaan dan ini bukan rumah sakit seperti itu, saya sarankan untuk membawanya ke rumah sakit jiwa untuk penanganan lebih baik, hanya ini yang bisa saya sarankan, saya permisi!”Nicky terduduk di kursi tunggu, dimana ayahnya sekarang mengamuk di dalam kamar pasien VVIP yang mereka minta. Ketiganya hanya bisa menghembuskan nafas kasar mendengar apa yang dikatakan dokter, dan Puspita menatap pria itu dengan iba. Sudah ibunya tiada sekarang ayahnya yang kacau balau pasti pikiran begitu runyam saat ini. Sedangkan Angga menatap Nicky dengan tatapan serius. “Tuan muda! Dikarenakan Tuan Archer mengalami hal ini, sebaiknya anda memegang perusahaan terlebih dahulu sampai beliau dinyatakan sembuh.” Puspita menatap tak paham pada majikannya. “Tuan Angga, apa ini tidak terlalu terburu-buru? Bagaimanapun Om baru saja terkena musibah yang bertubi-tubi.” “Saya tau, tapi perusahaan tetap berjalan dan saya sebagai tangan kanan
“Kakak pita!” tangis dua anak lelaki yang baru saja kehilangan ibunya, Puspita sengaja datang kemari untuk menenangkan dia bocah itu. Dan ternyata benar mereka masih menangis meratapi kepergian ibu mereka, dua anak yang masih kecil itu malah mendapatkan kenyataan pahit yang begitu menyiksa jiwa polos mereka. Puspita segera memeluk keduanya, dan menenangkan tangisan mereka. “Kenapa kalian terus menangis, hhhmm? Ini sudah malam sebaiknya kalian tidur.” “Hiks! Kami tidak bisa tidur karena mama gak ada, huuuaa. Mama hiks, mama hiks,” tangis Vano yang begitu menyayat hati, Puspita tak tega melihat mereka dia serasa ingin menangis juga, tapi jika ikut melakukan hal itu makan suasana akan semakin kacau. “Vano! Vino! Dengar kakak! Mama gak kemana-mana! Dia hanya sekarang pindah tempat.” “Pindah tempat?” tanya Vino yang merasa bingung dengan ucapan wanita muda di depannya. Puspita tersenyum. “Iya, saat ini mereka ada di hati kecil kalian, mama akan selalu ada sama kalian dan mama gak per
Pemakaman ini Nicky berlangsung dengan air mata, ucapan menyesal bercampur tangisan kerasa dari bibir kecil adik kembar Nicky, begitu terdengar pilu memecahkan keheningan yang ada di sana. Puspita juga ikut terisak, dia mengenang semua kebaikan wanita yang sudah ia anggap sebagai ibu kedua, walau harusnya tidak pantas namun sikapnya membuat dia tak pernah percaya apa yang terjadi. Puspita berdiri cukup jauh dari pemakaman itu, lagipula dia bukan siapa-siapa untuk maju paling depan. Ia sekarang melihat Nicky yang terdiam mematung dengan air mata yang kering, tentu saja Puspita merasa lebih sakit lagi melihatnya. Pasti pria itu sangat terpukul, Puspita yang melihatnya kembali tak dapat menahan tangisannya. Ibu dan ayahnya sekarang ada di sampingnya, mereka juga ikut menangis sedih, tapi tidak seperti Puspita yang terdengar begitu pilu.Satu persatu orang pergi meninggalkan pemakaman yang masih basah itu tersebut, Nicky menoleh kebelakang dan pandangan mereka bertemu. Setelahnya Nick
Puspita mengemas beberapa baju yang akan di pakai nanti, saat ini jam baru menunjukkan pukul 5:54. Pukul 6 lewat Angga akan menjemput, walau sore mereka akan kembali tapi tetap saja dia harus mempersiapkan dengan baik. Mulai dari makeup juga peralatan lainnya, setelah semuanya ia hafal puspita cukup percaya diri untuk hadir di acara meeting itu. Ibu Puspita masuk ke kamar sambil membawa beberapa kue juga minuman. “Lama emang kerjanya?” Puspita menggeleng. “Enggak tau juga mah, tapi sore pita pulang kok.” “Iya ya udah, hati-hati aja di jalan!” ujar Ibunya yang nampak khawatir, apalagi Puspita adalah anak satu-satunya tentu saja orang tua takut terjadi sesuatu. Puspita mengangguk, sambil tersenyum lebar. “Iya mah.” Saat sedang berbincang-bincang dengan ibunya, sebuah suara klakson mobil membuat keduanya menoleh. “Itu mobilnya Puspita?” “Iya kali mah, katanya jam 6 lewat untung aja aku udah siap semua.” “Ya udah buru-buru sana! Mungkin rapatnya lebih cepet.” Puspita mengangguk p
Gadis belia itu sekarang bergerutu kesal, karena pusing dengan semua pekerjaan yang seperti tak ada habisnya, kenapa ia harus mengiyakan hal yang tak ia suka, walau gajinya lumayan juga mendapat bonus tapi sama saja dia menggali kuburnya sendiri. Saat sedang frustasi, sebuah ketukan di meja membuat dia menoleh. Wajahnya sekarang terkejut juga merasa malu, dengan apa yang terjadi. Namun ada yang aneh dengan pria yang menatapnya kosong, juga penampilan yang terkesan berantakan, apalagi wajahnya yang terlihat basah. Puspita bangkit dari duduknya, dengan mimik khawatir. “Om! Ada apa? Om gak apa-apa?” Nicky masih terdiam sambil mengatur nafas. “Bisa kita keluar sebentar?” Puspita seketika tau apa yang baru saja terjadi, pria di depannya ini baru saja menangis, terbukti dari suaranya yang serak dan nada yang sedih namun tertahan. Akan tetapi dia juga banyak kerjaan sekarang, matanya sekarang melihat sekitar. Beberapa orang yang melihat mereka kembali bekerja, lagipula tak ada yang bis