Rashva memutuskan untuk mempercepat mandinya.
Setelah berpakaian, ia lalu segera berangkat ke kantornya. Letak kantor itu pun tak jauh dari kostnya. Hanya sekitar 300 meter jalan kaki. Sebuah kantor yang bergerak di bidang advertisement. Pekerjaan Rashva adalah sebagai penulis konten dan copywriter.
Sebuah pekerjaan yang menyenangkan sebenarnya. Sesuai dengan hobinya menulis.
Tetapi boss pemilik perusahaan itu yang kurang menyenangkan. Bahkan sangat tidak menyenangkan. Kalau ngasih kerjaan selalu mendadak. Mintanya selesai saat itu juga. Kadang jika ada revisi tidak tanggung-tanggung jam 1 malam pun tetap ditelpon.
Ingin rasanya Rashva pindah tempat kerja. Tetapi di tempat ini gajinya cukup bagus. Karena merupakan salah satu perusahaan Advertisement yang termasuk cukup besar di Malang. Bahkan cukup terkenal secara nasional.
Ruang kerja Rashva adalah sebuah ruangan kecil yang berisi 6 orang. Cukup sempit. Jika mau keluar ke kamar mandi, atau ada kegiatan lain, mereka harus behimpit-himpitan agar bisa lewat. Total ada 15 pegawai di perusahaan itu.
Semuanya tidak ada yang asik kepada dirinya. Mungkin karena mereka masing-masing sibuk dengan pekerjaannya sendiri-sendiri. Jarang sekali mereka saling mengobrol.
Begitu juga siang ini. Saat jam makan siang, mereka semua keluar sendiri-sendiri untuk cari makan. Tinggal Rashva sendirian dengan sang office boy.
“Gak makan siang, mas?” tanya si office boy yang baru berumur 16. Ia seorang lulusan SD.
“Gak mas. Diet. Hehe,” jawab Rashva.
“Wah harus mas. Berat badan sampean kayaknya sudah satu kuintal, hahaha,” Tawa si office boy.
Guyonan itu sangat menusuk hati Rashva. Bahkan seorang office boy pun bercandanya kurang ajar kepadanya. Tetapi ia memilih untuk tertawa, “Hahaha, iya mas. Waktunya diet.”
Beratnya memang saatnya mencapai 110 kilogram. Dengan tinggi sekitar 175, tentu Rashva kelebihan lemak. Ia sudah berusaha untuk berolahraga dan berdiet, tapi persahabatan dirinya dengan lemak nampaknya masih erat dan akan cukup panjang.
Mungkin karena makannya cukup banyak. Mungkin karena ia memang tidak suka aktifitas fisik. Mungkin juga karena ia lebih suka nonton di rumah dan baca buku, serta tentu saja main game. Mungkin karena ia gak punya banyak teman.
Masih banyak mungkin. Rashva tak ingin tahu. Tapi ditertawakan oleh seorang office boy memang cukup menampar harga dirinya. Ia tidak merasa dirinya lebih baik atau lebih tinggi daripada seorang office boy. Tetapi menjadi bahan tertawan orang itu yang membuat hatinya sedih.
“Kayaknya mulai besok aku harus mulai olahraga lagi. Tapi ya kemarin 3 bulan olah raga gak ada gunanya. Badan tetap gembrot,” tukas Rashva.
“Wah, gak ngerti ya mas. Kayaknya sampean memang bakat jadi orang Makmur. Hehehe.” Si office boy menggoda lagi. Lalu katanya, “Eh, mas. Ta tinggal dulu ya. Mau cari makan juga.”
“Oyi, bro,” jawab Rashva santai. Padahal hatinya agak mangkel juga.
Tak berapa lama setelah si office boy pergi, Rashva merasa ada yang aneh.
“Kenapa semua orang pergi? Nggak seperti biasanya kantor jadi sepi seperti ini. Tinggal aku sendirian.”
Akhirnya Rashva memutuskan untuk meneruskan saja kerjaannya. Tak sampai berapa lama, terdengar suara mobil yang berhenti di depan ruko kantor.
“Eh, ada customer? Wah, sial. CS (Customer Service) lagi keluar makan semua.”
Rashva segera bergegas ke ruang depan untuk menyambut customer.
Ternyata mereka sudah masuk duluan karena pintu depan memang tidak dikunci. Mereka semua ada 4 orang.
“Kamu yang namanya Rashva?” tanya salah seorang. Nampaknya dia alpha-nya kelompok itu. Ganteng, tinggi, badannya seperti terlatih di gym. Outfit yang dia pakai pun keren. Sepertinya bukan dari kalangan biasa. Sekilas terlihat mobil yang parkir di luar adalah Rubicon.
“Wah iya mas. Ada apa ya?” tanya Rashva. Hatinya mulai ketar-ketir karena tampang dan kata-katanya terlihat tidak bersahabat.
“Kamu kok berani nembak pacarku?” dia berjalan sangat cepat menuju Rashva. Jelas sekali ingin berkelahi.
“Loh siapa mas?” Rashva masih belum mengerti.
“Vasya.”
“Loh kirain Vasya itu masih single. Soalnya saya dengernya gitu,” jawab Rashva panik. Setahu dia Vasya memang jomblo. Bahkan ketika Vasya ditanya langsung, gadis itu memang menjawab seperti itu.
Buat apa Vasya bohong?
“Single apaan? Bangsat!”
Bogem pun melayang, tepat di mata kiri Rashva. Berikut tendangan dan pukulan dari kawanan itu.
Bak! Buk! Bak! Buk!
Rashva sudah tidak bisa menghitung berapa banyak pukulan yang masuk ke tubuh dan wajahnya. Matanya terasa kunang-kunang. Kepalanya pusing. Perutnya mual.
Dalam keputusasaannya dia mencoba mengucapkan kata itu lagi.
“Meigma!”
“Meigma!”
“Meigma!”
Tidak ada satu pun yang terjadi.
Jadi semua itu hanya mimpi rupanya.
“Hahahahah!”
Tiba-tiba Rashva tertawa.
Di dalam sakit dan jatuhnya, ia memilih tertawa.
Orang-orang yang mengeroyoknya menjadi heran. “Kok tertawa? Dasar gembrot gila!”
“Daripada menangis mending ketawa, Mas. Hahaha” Rashva menjawab dengan santai. Padahal ia sedang mengalami pemukulan bertubi-tubi.
Sampai Rashva tergeletak di lantai kantor dan tak dapat melakukan apa-apa lagi, ia masih bisa tertawa.
Apa yang ia tertawakan?
Tentu saja menertawakan nasibnya sendiri.
Nasib yang selama ini tidak pernah berpihak kepadanya.
Kehilangan ayah di usia 7 tahun.
Di sekolah setiap hari di bully karena tubuhnya yang gemuk.
Lalu ketika kuliah selalu dianggap aneh karena lebih suka ngegame dan baca buku ketimbang bersosialisasi dengan orang.
Saat bekerja kantoran, jatuh hati sama seseorang yang malah membuatnya dikeroyok.
Semalam mimpi aneh yang membuat dirinya mengira ia seorang pendekar hebat atau superhero.
Hidup kok gini amat ya?
Dilanjutin apa dihentiin aja hidup ini?
Itulah kenapa Rashva tertawa.
Kalau hari ini sekalian mati, kayaknya lebih baik. Paling cuma ibunya saja yang akan kehilangan dirinya. Dunia ini sama sekali nggak bakalan merindukan atau kehilangan seorang Rashva.
Dalam kelemahannya, Rashva berkata, “Pukulanmu kurang keras, guys. Kayak pukulan bayi. Wkwkwkwk.”
“Ooo Kirik!!!
Anjing.
Dapat diduga pukulan dan tendangan mereka semakin menjadi-jadi.
Rashva hanya dapat meringkuk di lantai sambil menutupi kepalanya dengan tangannya. Ia memang tidak bisa beladiri.
Semuanya kemudian menjadi sangat gelap bagi Rashva.
Lalu tiba-tiba, “Roaaaaaaaaarrrrr!”
Terdengar suara seperti auman serigala.
Kawanan itu terhenyak. Lalu tanpa mereka tahu, tubuh mereka terhempas kencang dan menabrak tembok di belakang mereka.
Seluruh ruangan berantakan karena hempasan ini.
Tubuh mereka terluka, bahkan ada yang patah tulang dan kepalanya bocor.
Saat mereka baru menyadari apa yang sedang terjadi, tampaklah di hadapan mereka sesosok serigala yang besar sekali.
Serigala putih yang tampan, gagah, dan penuh keagungan!
“A…ada…se..tan…setaaaan!” teriak mereka sambil berlari ketakutan. Meninggalkan Rasva yang terkapar sendirian di lantai. Tak sadarkan diri.
Ketika Rashva membuka mata, ia sudah berada di dunia itu lagi. Dunia yang indah namun suram. Ia tidak tahu dunia apa itu. Baginya dunia itu adalah dunia mimpi belaka.“Wah, sampai di sini lagi,” Rashva mencubit tangannya lagi. Terasa sakit.“Kemana nih si anjing?, kok tidak muncul?” batin Rashva dalam hati.Rashva memperhatikan, dirinya sedang berada di atas puing-puing sebuah kastil yang melayang-layang di udara. Langit saat itu cerah sekali. Berwarna hijau tosca. Matahari terbenam di ufuk timur.“Dunia di sini rasanya terbalik semua ya?” bisiknya perlahan.“Ya, semua memang terbalik di sini,” tiba-tiba terdengar suara yang dalam dan terkesan angker menyeramkan.“Nah ini si anjing muncul,” tukas Rashva sambil tertawa mangkel.“Aku bukan anjing. Aku serigala sakti tanpa tanding,” jawab Fenrir penuh kebanggaan.“Ya tapi tetep aja wajahmu seperti anjing,” seloroh Rashva.“Hahahaha,” Fenrir ikut tertawa. Sepertinya ia mengerti bahasa yang diucapkan Rashva.Rashva malah mengalihkan pembic
“Baiklah, mari dengarkan penjelasanku lebih lanjut,” kata Fenrir.Rashva mengangguk.“Dalam Mirrorverse, para Kyrios yang bersatu dengan Daimon mereka bertarung untuk memperebutkan kekuatan dan kekuasaan, kami juga mengincar keabadian. Kami saling membunuh terkadang juga untuk menyerap kekuatan. Jika seorang Kyrios A membunuh Kyrios B, maka Daimon yang dimiliki Kyrios B, serta merta berpindah menjadi milik Kyrios A. Ia menjadi budaknya. Menghamba kepada Kyrios itu. Tapi jika Daimon itu tidak mau menghamba kepada orang lain, maka ia akan lebih memilih mati bersama Kyriosnya.”“Apa itu Kyrios?” tanya Rashva.“Kyrios itu adalah manusia yang telah mampu berinteraksi dengan Daimonnya. Tidak hanya berinteraksi, mereka juga mampu mengendalikan Daimon mereka. Bahkan dapat bersatu dengan Daimon itu,” jelas Fenrir.“Oh jadi Kyrios itu sejenis manusia yang bisa Henshin dan Gattai dengan Daimonnya. Menarik.”Henshin dan Gattai adalah istilah dalam film-film superhero Jepang. Henshin artinya berub
Rashva berlari dan berlari.Cahaya itu terasa jauh sekali.Rashva teringat lagi akan kehidupannya sendiri.Semenjak dahulu, yang ia temukan hanyalah kekecewaan. Impiannya tidak ada yang menjadi kenyataan. Harapan selalu tinggal harapan.Mulai dari ditinggal pergi ayahnya yang hilang di medan perang. Lalu kekecewaan saat kuliah di jurusan yang tidak diminatinya, karena ternyata ia tidak diterima di jurusan yang diharapkannya. Teman-teman akrabnya yang hanya sedikit sekali dan kini mereka sudah berada di lain kota. Kehidupan di dunia maya yang penuh kepalsuan yang membuatnya bosan. Belum lagi percintaan yang selalu gagal.Akhirnya bermain game adalah satu-satunya pilihannya untuk lari dari kekecewaan ini. Di dunia game, setidaknya ia bisa memenangkan sesuatu. Menyelesaikan tugas atau melawan musuh yang kuat. Dia suka dengan game strategi di mana ia harus mengatur siasat dan taktik dalam menghadapi lawan. Juga suka game fighting di mana ia harus menemukan jurus dan cara untuk mengatasi l
Entah sudah berapa lama Rashva berlatih. Waktu dan jam di dunia paralel ini memang sangat berbeda. Sekian lama ia berlatih mengucurkan keringat, bahkan terkena sambaran kuku dari Fenrir yang terus menerus mengujinya, membuat Rashva menjadi semakin bersemangat. Karena ia merasakan kemajuan yang sangat pesat.“Sekarang kita coba.”Giliran Rashva yang mengangguk.“Pejamkan matamu,” perintah Fenrir.Rashva mengikuti perintahnya.Tahu-tahu Rashva merasakan ada pukulan dari sebelah kanannya. Dengan refleks ia menghindar.“Bagus! Kau sudah bisa merasakan serangan lawan berkat indra ke-6 mu. Perhatikan lagi!” seru Fenrir.Kali ini Fenrir berpindah tempat dan memukul lagi dengan kaki depannya. Jika pada awal-awal latihan Rashva masih terkena serangan Fenrir, kini ia sudah dapat menghindarinya dengan sempurna.“Bagus!” kata Fenrir.“Okee!”Lama sekali mereka berlatih. Entah berapa lama.“Aku harus kembali ke dunia nyata. Kasihan Ibu menungguku. Sudah berapa lama ini aku pergi.”“Ada perbedaan w
“Apa yang terjadi?” tanya Rashva.“Ia rindu kepada istrinya di dunia nyata. Maka ia memutuskan untuk kembali ke dunia nyata, dan meninggal sebagai orang biasa,’ jelas Fenrir.“Dan itu pasti menimbulkan kehebohan tersendiri di Mirrorverse. Perebutan kekuasaan dan kekacauan….,” kata Rashva lirih.“Benar sekali. Itulah yang terjadi. Setelah sekian lama Mirrorverse tenang dan damai karena dipimpin oleh Kaisar Agung Zeon, kemudian menjadi hancur karena masing-masing pihak berebut kekuasaan. Kehancuran dan puing-puing yang kau lihat ini di sekelilingmu, adalah dikarenakan perang besar itu.”“Dan perang itu masih terjadi hingga kini?” tanya Rashva.“Ya. Para Kyrios dan Daimon semuanya masih tergiur dengan kekuasaan menjadi Kaisar Agung.”“Ceritakan tentang kehebatan leluhurku itu,” pinta Rashva.“Ia sangat menguasai ilmu pedang. Meskipun ia berdarah Jepang, leluhurnya berasal dari China daratan. Konon setahuku, leluhurnya adalah sang pendekar terkenal Guan Yu. Berdasarkan darah keturunan ini
“Apa yang terjadi?” tanya Rashva.“Ia rindu kepada istrinya di dunia nyata. Maka ia memutuskan untuk kembali ke dunia nyata, dan meninggal sebagai orang biasa,’ jelas Fenrir.“Dan itu pasti menimbulkan kehebohan tersendiri di Mirrorverse. Perebutan kekuasaan dan kekacauan….,” kata Rashva lirih.“Benar sekali. Itulah yang terjadi. Setelah sekian lama Mirrorverse tenang dan damai karena dipimpin oleh Kaisar Agung Zeon, kemudian menjadi hancur karena masing-masing pihak berebut kekuasaan. Kehancuran dan puing-puing yang kau lihat ini di sekelilingmu, adalah dikarenakan perang besar itu.”“Dan perang itu masih terjadi hingga kini?” tanya Rashva.“Ya. Para Kyrios dan Daimon semuanya masih tergiur dengan kekuasaan menjadi Kaisar Agung.”“Ceritakan tentang kehebatan leluhurku itu,” pinta Rashva.“Ia sangat menguasai ilmu pedang. Meskipun ia berdarah Jepang, leluhurnya berasal dari China daratan. Konon setahuku, leluhurnya adalah sang pendekar terkenal Guan Yu. Berdasarkan darah keturunan ini
Cahaya putih berkilauan menyelimuti tubuhnya. Ketika cahaya itu hilang, kini sosok yang muncul adalah seorang dengan tinggi 2,5 meter. Kepalanya seperti seekor serigala dengan rambut seputih salju yang tebal dan lebat. Tetapi wajahnya menggambarkan manusia yang sangat tampan.Di pundaknya terdapat sebuat armor berwarna putih keperakan. Armor itu seolah bersatu dengan surai rambut di lehernya. Menciptakan sosok yang majestic, agung, dan sekaligus menakutkan.Di dada sampai perutnya terdapat armour berwarna bagaikan es. Seperti transparan namun ada nuansa putih dan peraknya.Lengannya berbulu lebat seperti serigala. Di lengan itu terpasang pula armor dan gauntlet yang memukau. Ada ukiran-ukiran figur dan huruf kuno.Ia memiliki ekor yang tersembul keluar dari armornya. Rashva baru tahu ternyata ekor ini berfungsi bagaikan radar untuk mendeteksi lawan yang berada di belakangnya.Tampilan Rashva yang telah bergabung dengan Daimon Fenrir kini terlihat sangat gagah. Seperti pendekar siluman
“Kamu bisa memanah, Mas Bro?” tanya Rashva “Tentu saja tidak,” jawab Fenrir sambil tertawa. “Wah, ambyar wes. Gak papa lah dicoba dulu aja,” kata Rashva. “Nah begitu dong semangatnya,” tawa Fenrir. Saat keadaan ruangan itu berganti, tahu-tahu di depan mereka sudah muncul busur dan panah-panahnya. Ada juga tombak dan berbagai macam senjata jarak jauh lainnya. Rashva memang pernah melihat cara orang memanah. Tetapi ia belum pernah mencoba sendiri. Hatinya ketar-ketir juga saat ini. Dari depan meluncur deras berbagai macam bebatuan. Jumlahnya sangat banyak. “Gileeee! Ini dipanah semua?” “Ya iya lah, emang mau dimakan?” tawa Fenrir. Rashva menghela nafas. Ia memusatkan perhatiannya. Dia memperhatikan akhir-akhir ini jika ia memusatkan perhatiannya, ia dapat melakukan hal-hal yang rumit dengan gampang. Bebatuan meluncur dengan deras. Ukuran berbeda-beda. Rashva dan Fenrir yang sekarang berada dalam form Rasvarg itu tidak memperdulikan jika bebatuan-bebatuan itu menghempas mereka