Share

Bab 5. Siasat Prabu

Kebaikan Ajeng memberi kepada rakyat jelata sudah tersebar luas keseluruh penjuru kota bahkan sampai kepada Prabu Lakeswara Lingga.

"Siapa wanita ini?!!" Teriak Prabu begitu murka, karena sudah kehilangan muka kepada seluruh penjabat pemerintahan.

"Di-dia, adalah Putri Jendral." Jawab Mangkubumi gelagapan, sambil tersungkur dibawah kaki Prabu.

"Apa?! Bukankah wanita itu selalu mengurung diri!!" Teriak Prabu semangkin murka, ia membuang seluruh kertas laporan keuangan dari atas meja sampai berhamburan.

"Lebih baik aku cabut saja gelar kebangsawanan Wajendra, sekalian posisinya sebagai Jendral akan kuhapuskan!!!"

"Jangan, Prabu ku. Jika Prabu melakukan hal itu, seluruh rakyat akan memberontak kepadamu setelah semua pengorbanan yang Jendral lakukan terhadap kerajaan selama ini... Maaf jika hamba terlalu lancang mengatakannya." Lugas Mangkubumi

"Kau benar, Mangkubumi. Lebih baik awasi saja kediaman Jendral, suruh beberapa prajurit bawahanmu. Ingat! Jangan sampai diketahui oleh Jendral!!" Titah Prabu Lakeswara Lingga.

"Siap, hamba laksanakan Prabu."

***

Dalam beberapa hari ini Ajeng menyibukkan diri dengan membaca sejarah kerjaan sebelum Prabu Lakeswara Lingga memimpin. Prabu terdahulu sangat begitu peduli dengan rakyat, berbeda dengan Prabu Lakeswara Lingga yang hanya peduli dengan peraturan. Hal itu sangat begitu ditentang oleh para tetua, tetapi ia bersih kuku untuk tetap melakukan pendapatnya.

Prabu Lakeswara Lingga juga turun kemedan perang dalam melawan kerjaan lain, ia selalu menang dalam bantuan Jendral dan anak anaknya, sehingga ia ditakuti oleh beberapa kerjaan. Prabu Lakeswara Lingga masih berumur 25 tahun, sangat begitu muda untuk menduduki sebuah taktah. Beliau mendapatkan dukungan penuh dari Gusti Kanjeng Ratu secara langsung.

Walaupun sebuah pertumpahan darah terjadi dalam memperebutkan posisi Prabu, setelah Prabu Sri Lingga meninggal.

"Nona, Tuan Besar sudah kembali. Beliau, sedang berada di aula sekarang ini." Kata Dayang

"Kenapa, kau baru memberitahuku sekarang?! Seaturannya aku bisa menyambut Ayah sedari tadi." Ajeng begitu kesal melihat Dayang yang terlambat menyampaikan kabar.

"Maafkan, hamba Nona." Seketika dayang pun bersujud dibawah kaki Ajeng, sambil memohon untuk dimaafkan.

"Maafkan hamba, Nona."

"Tolong, maafkan Hamba."

"Bangunlah, jangan lakukan hal seperti ini." 

"Terimakasih Nona, kau sangat baik hati sekarang ini." Ucap Dayang begitu jujur.

"Sekarang ini? Sebenarnya seperti apa diriku yang dulu?" Tanya Ajeng berusaha mencari tahu tentang diri pemilik tubuh sebelumnya.

"An-anda memang terkenal sangat pendiam dan dingin, jarang mau berbicara... Tetapi sekali anda marah kepada kami, anda tidak akan segan-segan untuk memenjarakan kami selama 1 minggu diruang bawa tanah tanpa memberi makanan ataupun minuman sedikit pun." Ungkap Dayang tertegun, karena takut.

"Haa? Ap-apa aku pernah melakukan hal kejam seperti itu?!!" Teriak Ajeng merasa tidak percaya.

"I-iya, bahkan ada beberapa dayang yang mati karena menerima hukuman dari anda. Namun hal ini, disembunyikan oleh Tuan Besar."

Setelah mendengar ungkapan langsung dari dayang, Tubun Ajeng bergemetar dengan hebat karena takut. Jendral melihat gerak gerik Putri nya yang aneh langsung bertanya.

"Apa ada masalah selama Ayah pergi?" Tanya Jendral melembutkan nada bicaranya.

"Tidak ada Ayah, seluruh prajurit dan dayang juga memperlakukan ku dengan baik." Jawab Ajeng bersikap normal.

"Baiklah, untuk hal itu Ayah akan memberikan hadiah kepada mereka nanti." Tambah Jendral sambil tersenyum.

"Lakukan saja menurut hati Ayah, aku hanya akan mendukung." Balas Ajeng 

Begitu perbincangan mereka selesai, Ajeng memutuskan untuk kembali keruangan nya.

"Ternyata, pemilik tubuh ini seorang pembunuh berdarah dingin. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Tanya Ajeng pada diri sendiri.

"Kau harus tenang, kali ini bukan untuk Ajeng. Melainkan untukmu Casandra, kau pasti bisa melewati semua ini." Ia mencoba menguatkan diri sendiri, padahal masih rapuh.

***

"Sanjaya, apa ada masalah besar  sampai kau datang langsung keruangan pribadiku?!" Sentak Wajendra

"Maaf Tuan ku, tapi hal ini sangat begitu penting untuk anda ketahui." Ungkap Sanjaya, bersujud dibawa kaki Wajendra karena takut mendapat hukuman.

"Berdirilah, katakan dengan jelas."

Sanjaya berdiri, namun dalam posisi kepala tertunduk. "Tuanku, saat anda pergi menerima panggilan dari  Prabu. Nona pergi ke pasar senja ditemani oleh Rahadi Byakta dan lainnya tetapi..."

"Tetapi apa?! Katakan dengan jelas, jangan membuatku menunggu!!"

"Tetapi, Nona memberikan Kepeng kepada setiap rakyat jelata yang ia lewati. Bahkan Nona juga menolong seorang anak petani menyelamatkan nyawa Ibu nya. Hal ini diketahui oleh Prabu, dia marah besar Tuan ku... Apa yang harus hamba lakukan?"

Sejenak Wajendra tertegun menatap kearah luar jendela, "Kau tidak perlu melakukan apapun, lakukan saja pekerjaanmu seperti biasa. Urusan ini biar aku yang menyelesaikan."

"Baiklah, hamba akan melakukan sesuai perkataan Tuan. Saya pamit undur diri."

Sanjaya adalah prajurit bayangan, ia bertugas sebagai penyampai pesan atau berita bagi Jendral. Tidak banyak informasi yang bisa digali tentang hidupnya, karena dia bukan orang sembarangan.

"Hebat, ternyata anaku sudah banyak berubah. Aku terharu karena dia sudah mulai memperhatikan orang lain, tidak seperti dirinya yang dulu jarang mau terbuka. Terimakasih, Yang Maha Kuasa." 

---------------------------------------------------------------

Tetap dukung aku yah, terimakasih🙏

Note:

-Mangkubumi: Tangan kanan raja/orang kepercayaan raja.

-Prajurit Bayang: Orang penyampai informasi.

-Gusti Kanjeng Ratu: Ibu Ratu/Permaisuri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status