Tidur Elrissa malam ini tidak terlalu pulas. Dia bermimpi kejadian yang dirasakannya terlalu nyata. Mimpi itu semacam pecahan ingatan yang kembali padanya.
Dia berada di dalam sebuah kapal pesiar, menghadiri sebuah acara dengan teman-temannya. Kemudian, ingatannya kabur, digantikan dengan perasaan berat di dada, paru-paru sulit bernapas.Alhasil, dia terbangun dengan dada berdebar. Dia bergumam, "cuma mimpi? Kayaknya enggak, tapi kapan ya itu kejadian?Matanya mengerjap-ngerjap, mencoba melihat suasana kamar yang gelap ini.Lampu utama mati, wajar disini sangat gelap, tapi ada sedikit cahaya dari lampu meja nakas.Baru akan bergerak, Elrissa sadar ada tangan yang merangkul perutnya, dan itu adalah milik Alano.Sekujur otot di tubuhnya mendadak tegang, wajah memerah bak kulit udang rebus. Bukankah harusnya dia tidur sendirian, kapan pria ini datang?Yang membuatnya makin gelisah adalah Alano memiliki kebiasaan tidur telanjang bulat. Kehangatan yang dia rasakan bukan hanya dari selimut yang menutupinya, melainkan panas tubuh pria itu.Elrissa meneguk ludah.Seolah sadar dipandangi, Alano tiba-tiba bicara, "kenapa bangun, Sayang?""Eh—ka-kamu bangun?" Elrissa gagap lagi. Dia mendehem, lalu bertanya lagi, "ngapain kamu di sini?""Tidur lah.""Kamu tidur semalaman— nggak pakai baju, sama aku?“Alano menguap sebentar, baru menjawab, "enggak, aku baru tidur. Maaf, aku terpaksa tidur di sini juga, masa kamu tega aku tidur di sofa? tapi nggak usah takut gitu, aku nggak ngapa-ngapain kamu.”Suara pria itu terdengar malas nan lemas. Kelopak matanya pun tampak enggan terbuka. Iya, kelihatan sekali kalau masih sangat mengantuk.Elrissa menengok ke jam analog yang tergeletak di atas meja. Lalu, dia berkata lagi, "ini sudah lumayan pagi, jam lima pagi. Kamu baru tidur?“"Aku sejak semalam berusaha menghubungi asistenku buat nyiapin jemputan kita atau ngirim dokter ke sini buat periksa kamu, tapi kayaknya nggak bisa.""Nggak bisa? Kenapa?“"Soalnya cuaca lagi jelek, mendung, nggak ada kapal yang bisa jemput kita. Asistenku bilang mungkin besok atau lusa. Kalau jemput sekarang, bahaya.”Elrissa menyibakkan selimut sedikit, lalu turun ranjang. Dia membuka jendela kamar.Suasana di luar sangat gelap. Semua ini diakibatkan oleh mendung di langit. Belum lagi udara juga begitu dingin. Sejauh mata memandang hanyalah kabut putih tebal yang menggantung di antara pepohonan."Padahal kemarin cuacanya masih bagus," ucapnya sembari memeluk diri sendiri. Tubuhnya agak menggigil akibat terpaan angin pagi."Iya, emang lagi musim hujan." "Lagian, kenapa kita honeymoon ke tempat beginian waktu musim hujan? Jadinya kita malah kejebak di sini 'kan?“Mendengar pertanyaan itu, Alano membuka kedua mata. Dia seperti tak senang. Dengan nada suara sendu, dia bertanya balik, "kamu nggak suka kejebak sama suami kamu sendiri di villa ini?”"Bu-Bukan gitu, maksudnya aku khawatir aja kalau misal ada badai atau apa mungkin? Kita cuma berduaan di villa ini."”Nggak ada, Sayang, palingan cuma hujan biasa, tapi emang nggak mungkin ada kapal yang bisa jemput kita sekarang. Kita sabar aja. Kamu nggak sakit kepala 'kan?""Enggak.""Yaudah, mending kamu tutup jendelanya, terus sini bobok sama aku.“ Alano menepuk sebelahnya. Ia menyunggingkan senyuman yang sangat manis nan menggoda.Elrissa masih ragu. ”Ka-kayaknya—””Aku tahu kamu belum ingat aku, aku nggak bakalan ngapa-ngapain. Ayo sini, temani aku tidur sebentar aja.“"Eh—”“Aku paham perasaan kamu belum ingat aku. Tapi, mau nggak mau, kamu harus mau berbagi ranjang sama aku, Rissa. Aku nggak mau tidur di sofa, keras banget.”Elrissa tak bisa menjawab."Coba ke sini dulu, aku mau tunjukin sesuatu yang bisa buat kamu makin percaya sama aku.""Apa?""Ke sini dulu, dong."Elrissa menghela napas panjang, lalu berjalan mendekati ranjang lagi. Ia tidak mau berpikir buruk. Lagipula, sampai sejauh ini, Alano tidak menunjukkan tanda-tanda niat jahat.Dia naik lagi ke atas ranjang, memasukkan kakinya ke balik selimut lagi. Dada telanjang Alano menarik perhatiannya— iya, berotot, tangguh dan keras.Alano menahan tawa melihat tingkah malu-malu Elrissa. Dia tahu kalau wanita itu grogi karena bersama dirinya yang telanjang, tapi pura-pura bodoh. "Ada apa, Sayang? Kamu kok kayaknya resah banget gitu? Suka ngeliat dadaku?""Nggaklah, ngapain." Elrissa sekuat tenaga tak memperhatikan dada seksi pria itu. "Kamu itu jangan senyum mulu sama aku. Aku beneran masih nggak ingat sama kamu.""Mmm, manisnya istriku— jadi ingat malam pertama kita. Kamu grogi bukan main, aku sampai takut sendiri.""Malam pertama?!" Pipi Elrissa seketika memerah. Dia menatap Alano tak percaya. Dengan suara tersendat-sendat, dia bertanya, "Ki-kita udah ... maksudku ... kita udah ... anu— eh."Bukannya menjawab, Alano malah menahan tawa."Aku tanya serius, loh." Elrissa dibuat makin malu. Wajahnya agak cemberut. "Jawab, dong.“"Aku harus jawab apa? aku aja nggak tahu kamu mau tanya apa? Anu ... ah, eh anu ... apa?" Alano tahu apa yang ingin diketahui oleh Elrissa, tapi memilih untuk menggodanya.Elrissa terlalu malu sehingga berpaling wajah. Dia tak bisa berkata-kata apapun lagi. "Nggak jadi, deh.""Jangan ngambek gitu, dong," rayu Alano dengan suara manis serta lembut. Dia menyentuh dagu Elrissa, dibelai sedikit seraya berkata lagi, "kita cuma tidur bareng aja selama sebulan ini. Kamu belum siap ngelakuin apa-apa sama aku."Tak ada jawaban."Aku mau tunjukin sesuatu ..." Alano bicara lagi. Kali ini, dia bangun terduduk. Selimutnya pun merosot hingga ke bawah perut. Ini membuat tubuh bagian atasnya terekspos. "Sayang, kamu yakin nggak mau ngeliat aku karena aku telanjang? Maaf kalau aku begni, tapi aku kebiasaan telanjang gini kalau tidur."Elrissa mencoba untuk bersikap biasa saja. Dia menatapnya sambil bertanya, "nggak apa, kok. Jadi, sekarang mau tunjukin apa?"Secara mengejutkan, Alano menyentuh pipi Elrissa, lalu dibelai perlahan-lahan. Dia memperlakukannya bagai porselen berharga."Alano?""Aku suka banget kalau kamu manggil namaku." Sentuhan jari Alano kini beralih menyentuh dagu, pinggiran bibir, dan ke bibir bawah. "Mmm ... bibir kamu kecil dan lembut banget. Aku rindu ciuman pertama kita, Sayang."Elrissa kehabisan napas. Dia tak bisa menahan lebih lama pesona pria itu serta rayuannya yang mematikan. Setiap kata diucapkan memberikan dampak yang luar biasa untuk jantungnya.Dia bertanya, "tolong jangan menggodaku dulu, ka-kamu mau nunjukin apa?""Nunjukin cintaku." Alano tak bisa menyembunyikan senyum di bibirnya lagi. Dia jelas hanya ingin merayu Elrissa lagi dan lagi. "Nggak nunjukin apa-apa selain cintaku.""Kamu ini ngerjain aku, ya?"Senyuman Alano makin melebar.***Elrissa dan Alano duduk di kursi yang dipisahkan oleh meja bundar. Di atas meja itu terdapat piring-piring berisi daging, sate dan burger yang semuanya masih hangat. Mereka berdua kompak bersandar santai sembari melihat ke langit dimana sudah ada kembang api yang menyala.Pesta tahun baru sudah dimulai.Alano menuangkan alkohol jenis gin ke gelasnya untuk kesekian kalinya.Elrissa memegangi piring kecil berisi irisan daging. Dia sudah memakan sebagian. Pandangannya masih ke arah samping, ke kekasihnya yang sudah habis dua botol alkohol. “Sayang, kamu terlalu banyak minum itu, sudah jangan lagi.”“Aku masih sadar, kok, nggak apa-apa.” Alano menoleh pada wanita itu sembari tersenyum. Memang benar, kelihatan sekali kalau dia masih belum terlalu terpengaruh alkohol.“Aku takut kamu tipe pengamuk kalau mabuk.”Alano tertawa. “Aku tipe tukang tidur kalau mabuk.""Awas saja kalau ketiduran disini, aku nggak akan membawamu masuk ...""Jangan gitu, dong, nanti kamu kedinginan loh kalau nggak d
Rumah sewaan Alano adalah bangunan tua pinggir jalan. Rumahnya tidak terlalu besar, tidak bertingkat, tapi setidaknya punya halaman belakang yang cukup luas dan dilindungi oleh pagar yang aman. Itu yang paling penting sekarang.Saat mereka datang, semua sudah dibersih, tetapi areanya masih basah dan lembab. Untungnya, cuaca bagus hari ini, udara lebih hangat dari sebelumnya.Elrissa beristirahat di kamarnya sendirian. Dia diminta untuk tidur saja oleh Alano. Tetapi, wanita itu tidak mungkin bisa beristirahat setelah kejadian di supermarket tadi. Semuanya begitu mengejutkan.Ketika hari sudah mulai gelap, Elrissa keluar dari kamar untuk memeriksa keadaan. Dia penasaran dengan apa yang sudah dilakukan oleh calon suaminya di halaman belakang.Selama berjam-jam, Alano menikmati waktu sendirinya di halaman belakang. Dari mulai menyiapkan alat panggangan untuk pesta BBQ, menaruh meja di sampingnya yang sudah banyak terhidang potongan paprika, udang, daging dan lain-lain.Pencahayaan di hala
Elrissa tenggelam dalam pemikiran. Tetapi, semua itu buyar akibat wanita misterius tadi tak berhenti berteriak. Dia sempat berteriak, “Nona, jauhi pria itu! Dia monster! Dia bukan manusia! Tolong selamatkan dirimu!” Alano risih mendengarnya. Dia menarik tangan Elrissa, lalu diajak pergi ke rak terjauh agar menghindari kerumunan orang yang penasaran dengan keributan ini. Ketika sudah berada di samping rak minuman beralkohol, Alano berhenti berjalan, lalu mengambil beberapa kaleng alkohol untuk dimasukkan ke dalam troli. Elrissa tersadar. “Sayang, kamu minum alkohol? Kamu bilang nggak minum?” “Nggak apa-apa ‘kan? Ini juga mau tahun baru, sekalian merayakan.” Alano menjawab dengan nada cukup dingin. "Hmm ..." Elrissa tidak suka dengan ini. Alano paham kekhawatiran Elrissa. "Tenang, aku nggak mungkin mabuk. Jangan takut. Lagian di supermarket ini, alkohol yang dijual itu terbatas, nggak ada yang kandungan alkoholnya tinggi, malahan mirip soda biasa." "Oh." Alano kembali m
Seminggu telah berlalu …Alano mengajak Elrissa untuk pergi berlibur di kota kecil, sekaligus menghindari keramaian tahun baru di kota besar.Elrissa tampaknya ingin menghabiskan waktu lebih private bersama Alano. Kehamilannya telah diperiksa dan ternyata sudah jalan lima minggu. Ini cukup mengejutkan karena dia tidak terlalu merasakan gejalanya, kecuali lelah dan suka mengantuk.Sebelum ke rumah yang mereka sewa, terlebih dahulu Alano membelokkan mobilnya masuk ke area supermarket. Halaman parkirnya sudah ramai pengunjung. Tak heran sekarang sudah cukup siang.Supermarket itu bernama Tony’s Market, tempat yang jelas familiar kepada semua warga yang pernah berada di kota ini, termasuk Alano dan Elrissa. Saat kecil, mereka beberapa kali mampir kemari untu berbelanja.Saat keluar dari mobil, Elrissa menatapnya bagian depan supermarket itu. “Sudah berapa tahun ya aku nggak ke sini?”Alano ikut keluar mobil, menikmati udara segar di kota ini. “Aku juga sudah lupa kapan terakhir ke kota in
Elrissa memeluk Alano begitu sampai di rumah. Dia menangis di pelukan pria itu, menyesali keputusannya untuk pergi sendirian. Hatinya masih terluka dengan kelakuan tersembunyi dari Daniel.Alano mengelus rambutnya. Tidak perlu dijelaskan, dia sudah mengetahui segalanya. "Nggak usah menangis, Sayang, nanti akan aku balas semua sakit hatimu.""Dia ingin melenyapkan anak kita.""Nggak akan. Nggak akan ada orang yang bisa mencelakaimu ataupun anak kita. Tenang saja, ya."Elrissa melepaskan pelukannya, lalu memandangi wajah Alano. Air mata membasahi pipinya. Dia sangat stres karena semua ini.Alano tidak tega melihatnya. Dia memgusap air mata Elrissa dengan jempolnya. "Sudah jangan nangis. Dia nggak akan mengganggu kita lagi.""Iya.""Kamu mau liburan nggak? Kita bisa menyewa villa di kota lain? Kita bisa main ke pantai atau semacamnya."Elrissa menatap Alano dalam-dalam, senang dengan perubahan sikap pria itu. Sekarang, dia merasa sangat aman dan dicintai. Tidak dikekang seperti sebelumny
Daniel baru saja menindih tubuh Sarah di atas ranjang, tapi suara berisik pintu gerbang mengganggunya. Dia langsung bangun, dan menaikkan celananya lagi."Siapa itu, jangan-jangan dia ..." katanya sambil mengancingkan lagi kemeja yang dia pakai.Sarah bangun sembari menutupi dadanya dengan selimut. "Daniel, mau kemana?"Daniel mengacuhkannya, dan berlari keluar kamar, curiga kalau David mengkhianatinya.Dia menggebrak pintu kamar tamu, dan tak melihat ada Elrissa disitu. "Rissa!"Panik, dia keluar rumah, dan berlari ke pintu gerbang. Dari situ, dia bisa melihat wanita itu berlari menyusuri trotoar menuju ke jalan raya yang berjarak dua ratus meter dari rumah ini."ELRIISSSSAAA! MAU KEMANA KAMU!" teriak Daniel mengejarnya.Elrissa kaget, ternyata ucapan David benar, suara berisik dari pintu gerbang menyadarkan Daniel akan kepergiannya.Dia menambah kecepatannya berlari, dan untungnya jarak ke jalan raya tidak terlalu jauh.Sebuah taksi berhasil dia berhentikan, tapi sialnya lari Daniel