Share

4. KAMU PANTAS DICURIGAI

Suasana ruang redaksi Tabloid WeekNews dihebohkan oleh pengakuan Rade bahwa tulisannya telah terbit di media lain. Padahal tulisan itu akan terbit pada tabloid mereka besok. Ia merasa bahwa ada seseorang yang telah mencuri tulisannya.

“Bang Rafly, ini bagaimana? Kok bisa tulisanku terbit di media lain?” Rade bersungut-sungut kesal.

“Kamu yakin ini sama persis?”

“Persis banget, Bang. Ini benar-benar diplagiat tanpa diedit sama sekali. Bagaimana ini, Bang. Mereka sudah terbit hari ini, sedangkan kita besok. Kita yang bakal dibilang ngikutin mereka, Bang,” Rade mulai sedih.

Rafly lalu membaca tulisan yang tayang di koran tersebut. Ia kemudian membandingkan dengan tulisan Rade. Ia pun terkejut karena tulisan itu sama persis.

“Sungguh keterlaluan, siapa yang mencuri data kita?”

“Bang Rafly, memang kita gak ada bukti untuk menuduh siapapun. Tapi coba deh lihat, tulisan ini terbit di Harian Realita, dan Abang tahu kan bahwa....” Koko tidak melanjutkan kalimatnya.

Semua yang ada di ruangan redaksi saling pandang. Mereka mengerti arah pembicaraan Koko. Siapapun pasti tahu bahwa sepupu Bang Arif, Aden adalah wartawan Harian Realita. Sangat pantas kalau ia menjadi tersangka utama yang mencuri tulisan Rade.

“Ia memang patut kita curigai, tapi kita harus mencari bukti yang kuat,” ujar Rafly.

“Pasti dia Bang, karena semalam aku yakin bahwa yang datang ke rooftop waktu kita berdua ada di sana itu dia,” kalimat Rade meluncur tanpa ia sadari bahwa semua mata memandang terkejut mendengar kata-katanya.

“Kamu sama Bang Rafly di rooftop semalam?” sambar Koko.

Rade terdiam, ia menyesal telah mengatakan bahwa ia dan Rafly ada di rooftop semalam. Namun, apa daya, ia tidak bisa menarik kembali kata-kata yang kadung didengar oleh orang lain.

Hmm, sudah sudah. Kita fokus saja pada bagaimana tulisan Rade bisa terbit di media lain dan bagaimana solusinya,” Rafly mengalihkan pembicaraan.

“Kita rapat tim redaksi dulu, Bang. Kita ajak Bang Arif sekalian supaya duduk persoalannya jelas. Kita juga tidak bisa menuntut ini sebagai plagiarisme karena mereka sudah terbit lebih dulu, sedangkan kita baru besok,” kata Riska.

***

            Suasana di ruang rapat redaksi tegang. Bang Arif selaku pimpinan redaksi memimpin rapat dadakan itu.

            “Kawan-kawan semua, kita sama sekali tidak menginginkan hal ini terjadi. Lagipula selama ini kita belum pernah mengalami masalah seperti ini. Kejadian ini menjadi suatu pukulan untuk kita apalagi kita adalah tabloid yang hanya terbit seminggu sekali. Selama ini kita sudah berupaya untuk membedakan cara penulisan berita agar berbeda dari media lain. Tetapi, ketika ada yang mencuri data kita, ini jelas tidak bisa kita biarkan,” Bang Arif membuka rapat.

            “Sebenarnya, kita yang terlalu terbuka bagi orang lain untuk masuk ke media ini. Padahal semestinya, ruang redaksi tertutup bagi orang luar. Tapi, pada kenyataannya, ada orang lain yang bisa bebas keluar masuk ke ruang redaksi,” Rafly berujar sinis.

            Rade menatap ekspresi wajah Rafly sangat melontarkan kata-kata itu. Ia tahu pasti bahwa Bang Rafly tidak menyukai orang yang dimaksud, Aden. Rade berpikir bahwa Rafly tidak menyukai Aden karena peristiwa semalam.

            “Saya paham kecurigaan kalian semua. Saya juga tahu siapa orang yang kalian curigai. Namun, saya dapat memastikan bahwa Aden tidak melakukan itu. Bukan karena dia sepupu saya. Saya rasa saya orang yang cukup bisa membedakan antara urusan pribadi dan pekerjaan,” kata Bang Arif.

            Ruangan terdengar gaduh oleh bisik-bisik anggota rapat. Mereka merasa tidak percaya dengan perkataan Bang Arif.

            “Siapa lagi kalau bukan dia. Kita di sini orang dalam yang tidak mungkin mau merugikan tempat kita nyari makan,” bisik Riska pada Koko.

            Menyaksikan suasana yang tidak kondusif, Bang Arif menenangkan. “Kawan-kawan, saya paham dengan kegelisahan kawan-kawan. Tetapi kita yang ada di sini juga patut menjadi tersangka. Bisa saja di ruangan ini ada yang mencoba menggunting dalam lipatan.”

            Kalimat Bang Arif membuat Rafly berang. “Maksud Abang apa? Abang menuduh salah seorang dari tim redaksi yang membocorkan data redaksi. Hal itu sangat tidak berdasar, Bang?”

            Suasana ruangan menjadi panas. Salah seorang redaktur lain berusaha meredam emosi Rafly.

“Masalah ini memang tidak dapat kita terima, tetapi daripada kita bertengkar lebih baik kita memikirkan apa solusi untuk rubrik kita yang akan terbit besok. Apa kita perlu menganti tulisan Rade dengan yang lain. Kita harus cepat, supaya tim layout bisa segera mengerjakannya. Malam ini kita sudah harus cetak,” ujar redaktur yang lain.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya diputuskan untuk mengganti rubrik tulisan Rade dengan yang baru. Rade pun harus mengerjakan dalam waktu singkat.  Rafly membantu Rade untuk menyelesaikan tulisan itu.

***

Malam hari saat semua tim redaksi disibukkan untuk persiapan cetak, Aden datang. Semua mata memandang Aden dengan tatapan sinis. Mereka sangat tidak suka kedatangan Aden. Aden merasa heran terhadap sikap semua anggota redaksi. Dengan canggung ia lalu menuju ruangan Bang Arif.

“Bang Arif keterlaluan banget sih, masa orang itu masih bebas berkeliaran di kantor kita,” Rade kesal.

“Biar nanti Abang urus. Ini gak bisa dibiarin lagi, “ ujar Rafly.

Sementara itu, Aden yang masih bingung karena orang-orang redaksi menatapnya seperti pencuri menanyakan hal itu kepada Bang Arif.

“Ada apa, Bang. Kenapa teman-teman Abang melihat aku seperti melihat pencuri,” kata Aden.

“Ini, ada tulisan wartawan kami terbit di Harian Realita. Persis banget,” Arif menjelaskan.

“Masa sih. Kok bisa. Berita yang mana, Bang?”

“Ini,” ujar Bang Arif sambil menunjukkan Harian Realita kepada Aden.

“Kode wartawannya spy08, hmm... ini wartawan baru kami, Bang. Namanya Surya,” kata Aden.

“Mereka menuduh kamu yang mencuri data.”

“Aku? Mana mungkin, Bang aku curi data. Aku bisa nulis lebih tajam dari ini, ngapain aku mencuri tulisan orang?” ujar Aden sombong.

“Iya, aku percaya, gak mungkin kamu ambil tulisan orang lain. Tapi, karena kamu orang Harian Realita yang sering datang ke sini, jadi kamu orang yang pantas mereka curigai,” kata Bang Arif.

Hahaha, emangnya itu tulisan siapa, Bang?”

“Tulisan Rade, wartawan baru juga.”

“Rade yang kemarin ke ruangan Abang waktu aku di sini?”

“Iya.”

“O, dia pacaran sama Rafly ya?”

“Pacaran gimana? Gak mungkin lah, Rafly udah punya istri.”

“Tapi..., ah, sudahlah.”

“Bang, Aku datang ke sini mau bilang bahwa aku siap gabung di sini.”

“Mantap, gitu dong. Kamu udah ngundurin diri dari Realita?”

“Besok aku ngajukan surat pengunduran diri.”

“Oke, selamat bergabung di Tabloid WeekNews ya,” Bang Arif menyalami Aden.

Tidak terasa Bang Arif dan Aden mengobrol sangat lama. Aden pamit pulang ketika ia melihat waktu di arlojinya menunjukkan pukul 23.30 WIB. Kantor Tabloid WeekNews sudah sepi, tinggal anggota tim percetakan yang masih bekerja.

Saat melewati ruang redaksi, Aden melihat cahaya remang-remang di kegelapan ruangan. Cahaya itu berasal dari salah satu komputer yang masih menyala. Diam-diam Aden mengintip dari luar. Ia melihat seorang perempuan berambut pendek mengenakan rok mini sedang memindahkan file ke flasdisk. Wajahnya tidak terlalu jelas terlihat oleh Aden. Aden terus memperhatikan karena merasakan bahwa gerak-gerik perempuan itu sangat mencurigakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status