Share

DIA BERPURA-PURA

Penulis: Jenar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-27 14:13:20

"Abisnya kamu ngomong seperti itu. Kesannya kamu kayak enggak percaya sama suamimu sendiri! Lagian malam ini tumben kamu belum tidur, terus banyak tanya-tanya kayak wartawan. Aku seharian kerja, capek. Di rumah masih kamu todong dengan pertanyaan-pertanyaan enggak bermutu seperti ini. Huh, buang-buang waktu tau, enggak!" papar Mas Bima kesal.

"Kamu kenapa jadi baper gitu, sih, Mas? Biasanya juga aku tanya-tanya, kamu biasa, aja. Lagian apa salahnya kalau aku nunggu kamu sampe pulang lembur? Waktu lemburmu juga makin enggak wajar. Kamu, kan di kantor ada asisten juga, apa gunanya bayar sekretaris kalau semuanya masih kamu kerjakan sendiri?"

"Dek, walaupun ada sekretaris beberapa pekerjaan harus aku yang kerjakan sendiri, enggak bisa diwakili orang lain. Jadi aku dan Fina masing-masing udah ada tugas, kami sama-sama sibuk ngurus kerjaan masing-masing. Aku bayar Fina untuk membantu meringankan tugas. Kamu sendiri, kan pernah kerja di kantor. Taulah, bagaimana kondisi kami!"

Aku melipat tangan di depan dada. Seandainya tadi pagi tidak menemukan video itu mungkin aku akan langsung percaya pada ucapan Mas Bima, seperti biasanya. Namun, kali ini sedikit pun aku tidak ingin percaya.

"Tolonglah mengerti--"

"Aku kurang megerti bagaimana, Mas?"

"Jangan menuduh yang bukan-bukan padaku."

"Kamu sendiri yang membuat aku seperti ini, Mas! Waktu lemburmu yang makin enggak wajar, video por*o dari sekretarismu, dan panggilan mesra itu! Siapa yang tidak curiga. Kalau kamu di posisiku pasti kamu juga akan menuduh seperti yang aku lakukan!"

"Meswa! Aku lembur seperti ini untuk siapa? Untuk kamu, untuk kita! Apa kamu enggak senang kalau aku naik jabatan? Dan video itu, kan sudah jelas Fina salah kirim, jadi jangan di bahas lagi!"

"Kalau kamu naik jabatan, tentu aku senang, Mas! Tapi demi jabatan bukan berarti kamu lantas mengabaikan aku!"

"Abai gimana, sih maksud kamu? Aku masih seperti dulu, hanya sedikit sibuk."

Mas Bima kembali memelankan bicaranya. Begitulah, setiap kali kami berdebat Mas Bima tidak segan mengalah untuk meredam amarahku. Sikapnya yang demikian selalu berhasil membuatku luluh. Dia pandai mencari cela dan mencari jalan penyelesaian masalah dengan kepala dingin. Dia menjadi air saat aku berapi-api.

"Oke. Kalau kamu memang merasa diabaikan Mas minta maaf! Enggak ada sedikit pun niat Mas untuk tidak memperhatikan kamu, hanya situasi dan kondisi yang enggak memungkinkan. Mas ingin membahagiakan kamu dan anak-anak, itu sebabnya Mas sangat berusaha memperjuangkan kenaikan jabatan ini, Dek. Maafkan Mas, ya Dek," paparnya pelan dan lembut. Kalau dia sudah mengalah seperti ini, aku tidak kuasa melawan lagi. Namun, haruskah aku percaya dengan Mas Bima?

"Kamu mau, kan memaafkan Mas, Dek?"

Berat sekali untuk memberi satu kata maaf padanya. Rasanya aku masih belum percaya kalau Mas Bima tidak ada hubungan apa-apa dengan Fina.

"Kamu tahu, kan Mas aku paling enggak suka dibohongi dan kamu juga tahu yang namanya bangkai serapat apapun di simpan pasti akan tercium baunya!"

"Siapa yang bohong? Mas sudah bilang apa adanya. Kamu kenapa jadi keras kepala gini, Dek? Mas juga udah minta maaf, lho."

Karena aku tahu kamu belum jujur, Mas, batinku. Mungkin mulut Mas Bima bisa mengatakan sudah jujur tetapi matanya tidak bisa dibohongi. Dari manik hitamnya aku melihat masih ada sesuatu yang disembunyikan oleh Mas Bima. Ya, kebohongan itu yang akan aku ungkap.

"Udahlah, Dek! Aku ini capek, suami pulang bukannya disiapkan air hangat atau teh manis, malah banyak pertanyaan dan ngajak ribut!" lanjutnya seraya melangkah ke kamar, meninggalkan aku begitu saja.

"Mas tunggu!" Panggilanku dihiraukan seolah dia tidak mendengar suaraku.

Aku mengikuti Mas Bima ke kamar. Walaupun sebenarnya aku sudah ingin meledak dan membongkar kedustaanya, tetapi sebisa mungkin malam ini kutahan dulu. Aku harus menyelidiki dan memastikan ada hubungan apa Mas Bima dan Fina. Aku tidak mau asal menuduh yang akhirnya malah akan membuat malu diri sendiri. Walaupun firasat ini sudah menjurus ke arah sana, tetapi aku butuh bukti. Lihat saja, dengan video dan panggilan mesra tadi masih bisa disangkal degan mudah oleh Mas Bima. Itu artinya aku butuh bukti yang lebih kuat.

Aku sudah menyusun rencana untuk memulai penyelidikan. Kalau benar kedua orang yang selama ini sama-sama kuberi kepercayaan itu bermain api di belakangku, aku sudah siapkan cara cantik untuk membongkar kebusukan mereka. Mereka akan segera tahu sedang berhadapan dengan siapa. Jangan sebut aku Welas Prameswari Putri Santoso kalau tidak bisa membuat mereka bertekuk lutut memohon ampun.

Kamu bisa berpura-pura, Mas. Baiklah aku juga akan bersandiwara. Kita sama-sama memainkan peran, biar sementara ini peranmu pandai dan cerdik, sedangkan peranku menjadi istri bodoh yang penurut dan bisa bebas kamu bohongi. Nanti pada saatnya aku akan memutar balik peran kita. Istri bodoh yang membongkar perselingkuhan suaminya.

"Mas, aku minta maaf."

Aku hampiri Mas Bima yang duduk di tepi ranjang. Kemeja kerjanya sudah dibuka menyisakan kaus singlet berwarna putih, handuk tersampir pada pundaknya yang kokoh. Aku duduk di dekatnya, meminta maaf. Bukankah ini adegan yang sangat bodoh, tadi saja aku menolak memberi maaf, tetapi sekarang justru aku yang meminta sebuah maaf. Cih, kalau bukan karena rencana yang sudah kususun, mana sudi aku melakukan ini.

"Tadi maksudku bukan ingin menuduhmu. Aku cuma khawatir kalau kamu pulang terlalu larut. Aku juga tidak tenang setelah berkali-kali menghubungi ponselmu, tapi enggak terhubung. Apalagi kamu enggak mau pakai sopir, aku takut kalau di jalan ada apa-apa sama kamu. Maafkan aku, ya, Mas."

Aku melembutkan nada bicara, seolah tidak sedang menaruh curiga padanya. Ah, betapa jahatnya panggung sandiwara. Sudah sakit hati dan marah dipaksa harus bersikap manis dan baik-baik saja.

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   MEMAAFKAN (ENDING)

    Dalam hati aku tidak henti-hentinya mengucap syukur kepada Allah atas segala nikmat kebahagiaan mala mini. Setelah badai dan ombak besar menguji kehidupan, dengan begitu murah hatinya Dia ganti semua sakit dan kekecewaan dengan pelangi kebahagiaan yang lebih indah. Pukul sembilan malam keluarga Fauzan pamit undur diri. Aku, Mama dan Papa mengantarkan mereka hingga ke depan rumah. Om Anwar dan Papa berpelukan begitu juga dengan Tante Santi yang bergantian memeluk aku dan Mama. Fauzan menyalami kedua orang tuaku lalu mencium punggung tangannya. Setelah menegakkan tubuh lelaki itu memandangku lembut lalu menganggukkan kepala. “Aku pulang dulu,” katanya lembut.“Hati-hati, Zan.”Dia mengangguk, “Terima kasih, Meswa,” katanya lalu dia pemit masuk ke dalam mobil.Aku melambaikan tangan pada mobil Fauzan yang perlahan mulai bergerak dan meninggalkan pekarangan rumah Papa. Papa dan Mama sekarang sudah masuk ke dalam rumah. Aku sudah hendak masuk saat pintu mulai di tutu oleh satpam, tetapi

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   LAMARAN

    Hari ini aku pulang lebih awal, week end saatnya meluangkan waktu untuk bersama anak-anak. Belum genap pukul tiga saat aku masuk ke rumah. Tidak kudapati anak-anak, hanya pengasuh mereka yang kutemui tengah berada di dapur. “Anak-anak mana, Bik?” tanyaku sambil meletakkan paper bag dan tas di atas meja makan. “Anak-anak sedang dibawa Pak Santoso, Bu. Katanya tadi mau jalan-jalan.”“Sudah lama perginya?” tanyaku lagi. Aku mencuci tangan sebelum mengambil gelas dan mengisinya dengan jus jeruk dari kulkas.“Sekitar satu jam yang lalu. Enggak tahu kalau Ibu pulang lebih cepat, mungkin kalau tadi bilang bisa di tunggu.” “Enggak apa-apa, Bik. Nanti saya bisa nyusul mereka. Anak-anak enggak resel, kan?” “Enggak, Bu. Semakin kesini mereka semakin pinter, ngerti kalau dibilangin.” Jawaban Bik Marni cukup membuatku lega. Setiap hari aku selalu memantau perkembangan anak-anak lewat Bik Marni. Menjadi hal wajib menanyakan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Bella dan Raya seharian selama t

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   SEGUMPAL KERTAS

    Aku mengalihkan sebentar pandangan dari layar computer pada arah pintu ketika terdengar suara ketukan. Sedetik kemudian pintu terkuak dan yang terlihat sosok mantan suami berdiri di sana. Dia masuk lalu meletakkan secangkir minuman dengan aroma melati yang khas di mejaku.“Terima kasih.” Setelah itu aku hendak kembali fokus pada pekerjaan. “Meswa, bisa bicara sebentar?”Aku sengaja ingin mengabaikan pertanyaan atau lebih tepatnya permintaan Bima dengan menyibukkan diri menatap computer. Mungkin ada lima menit aku diamkan laki-laki itu masih berdiri di tempatnya. Lagi-lagi aku memalingkan pandangan dari lembaran pekerjaan dan melihat pada wajah Bima. “Sebentar saja,” katanya lagi terdengar memohon.Aku mengangguk, “Duduk lah!” Seulas senyum terlihat di wajahnya ketika kupersilahkan dia duduk.Sekarang dia sudah duduk di kursi depan meja kerjaku. Rasanya kami lama tidak berjumpa, beberapa hari ini aku memang tidak melihatnya ada di kantor. Di sini aku bisa melihat tulang pipinya nampa

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   MAAF DARI IBU

    “Kalau ayah masih ada pasti beliau sangat kecewa mengetahui anak kesayangannya yang dibangga-banggakan melakukan hal seperti ini.” Bicaranya ibu terjeda-jeda sebab sesekali terisak. “Kamu salah kalau merasa dibedakan dalam hal kasih sayang dan perhatian, Bim. Bahkan perjodohan itu bukan bertujuan untuk membatasi kebebasanmu dalam memilih pasangan. Ayahmu sudah memikirkan semuanya, dia tidak ingin kamu kembali pada alur kehidupan yang terlunta-lunta. Ayah memilihkan Meswa sebagai istri sebab dia perempuan yang baik, lembut dan penurut. Seperti Meswa lah yang bisa mengimbangi dirimu yang penuh ambisi.Bahkan untuk kesejahteraanmu di masa yang akan datang sudah ayah rancang sedemikian rupa. Sayangnya kamu sendiri yang menghancurkannya. Kepemilikan perusahaan sengaja di rahasiakan sebab ayah yang meminta. Ayah ingin kamu juga merasakan perjuangan untuk mencapai posisi tertinggi. Namun, malah kesalah pahaman yang terjadi. Ibu malu pada Meswa, juga segan pada kedua orang tuanya. Dulu kami

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   BAYI ADOKSI (POV BIMA)

    “Anak adopsi ….” Tanganku bergetar hebat ketika membaca isi surat di hadapan. Perasaan bersalah yang teramat membuatku tergugu di hadapan Ibu dan Kak Sinta. Air mataku mengalir deras mengetahui kenyataan bahwa aku bukan anak yang lahir dari rahim perempuan yang selama ini kutahu merawat dan menyayangiku sepenuh hatinya. “Ibu … astagfirullah, Bu.” Tubuh ibu terhuyung, perempuan berusia setengah abad lebih itu menekan dadanya dengan kedua tangan. Kak Sinta sigap menopang tubuh perempuan di sampingnya lalu membimbing beliau untuk duduk. Ibu nampak kesulitan bernafas, membuat Kak Sinta panik dan segera mengambil obat asma milik ibu di kamar. Tidak hanya Kak Sinta, kepanikan pun menyergap aku. Kak Sinta kembali dan membantu ibu agar duduk tegak. Kemudian ibu memasukkan inhaller ke mulut dan menyemprotkan obat itu. Butuh beberapa detik untuk obat hirup tersebut sampai di paru-paru dan bekerja dengan baik. Ibu terlihat menarik napas panjang beberapa kali.“Ibu rileks, ya.” Kak Sinta meng

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   MENGAKHIRI KISAH YANG SALAH

    Aku menatap gedung kantor Prameswari Mandiri yang gagah menantang kegelapan. Jam tujuh malam, aku masih betah berada di café yang terletak tepat di seberang kantor—tempat favoritku dan Meswa—dulu. Entah kenapa aku merasa enggan untuk pulang dan menemui Erina yang tentu saja sedang menunggu di rumah. Kenapa aku menikahi Erina kalau akhirnya mencintai Meswa? Ah, Bima memang bod*oh. Sejak lama sudah menyadari bahwa perasaanku pada Erina tidak kuat dan kokoh. Aku hanya terpesona sesaat dan dibutakan oleh nafsu pada Erina. Perempuan yang benar-benar menawan hatiku hanya Meswa. Namun, rayuan dan kata-kata manis Erina berhasil membuatku candu dan meninggalkan cinta sejati. Terdengar suara notifikasi pesan dari ponsel. Aku mendengkus, pasti Erina yang mengirimiku pesan. Tidak hanya sekali, bunyi notifikasi terdengar beberapa kali. Semakin membuatku geram pada perempuan itu. Terpaksa meraih ponsel yang sejak tadi kusimpan di meja. Di layar utama nampak balon chat dari salah satu aplikasi be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status