MITA
Aduh, kenapa juga susah banget dinyalakan. Mungkin memang sudah terlalu tua jadi lambat panasnya. Terpaksa harus bersabar dulu agar motor bisa dipakai.Aku punya tiga motor, yang satu dipakai mas Dodi, satu ini dan satu lagi dipinjam kakak ipar. Sudah lama dipakai tak dikembalikan. Mungkin takkan dikembalikan.Aku pergi ke mesin ATM terdekat, tepatnya di mini market yang terletak sekitar satu kilometer dari rumah. Setelah dipastikan tak ada, motor dilajukan ke mini market yang lebih jauh dari rumah. Ternyata tak ada juga. Masih belum menyerah, aku harus mengeliling semua tempat yang ada mesin ATM sampai ketemu..Apakah mas Dodi tidak mengambil di daerah ini? Atau sudah mengambil tadi saat aku sibu memanaskan motor. Dasar licik!Setelah memastikan pencarian tak berhasil, aku menghentikan pencarian. Ditelpon juga percuma sebab takkan dijawab.Aku terduduk lemas di warung pinggir jalan membayangkan uang akan dikuras olehnya. Padahal itu didapat dengan susah payah. Aku harus rela kehilangan banyak waktu demi menawarkan jualan ke sana-sini. Belum lagi bikin konten agar iklannya menarik perhatian.Sejauh ini uang yang kudapat tidak dimakan sendiri. Sebagian dipakai nambahin biaya dapur, bayar utang, beli motor mas Dodi, renovasi rumah, memberi mertua dan adik ipar, juga membantu keluargaku. Sisanya kutabung untuk berbagai keperluan.Awalnya mas Dodi tidak rese. Gajinya tetap diberikan utuh padaku. Tak minta ini dan itu juga. Tapi, setahun ini berubah. Ia mulai keenakan dengan fasilitas hidup yang lebih nyaman berkat penghasilanku. Mulai hobi foya-foya dengan teman dan keluarganya.Sudah satu tahun gajinya hanya diberikan setengah padaku, tengah bulan diambil lagi semuanya dengan banyak alasan. Mungkin pegangannya habis. Belum lagi minta dibelikan ini dan itu.Apa ia lupa bahwa laki-laki itu wajib memberi nafkah meski istrinya punya penghasilan. Bukan malah jadi benalu yang mengisap harta istri seenak perutnya. Pemimpin rumah tangga macam apa itu?Untung uang hanya bisa ditarik tunai sebesar sepuluh juta. Artinya masih ada sisa yang bisa diamankan. Kalau dia pulang, akan langsung kuambil ATM nya.Eh, tapi bagaimana kalau mas Dodi mentransfer ke rekening lain dari ATM ku? Bisa lebih besar lagi hilangnya uangku.Tunggu, kenapa tak diblokir saja ATM-nya lewat m-bangking?Argh! Kenapa tak terpikir dari tadi. Mungkin saking panik.Segera kuambil ponsel yang ada di tas selempang. Ternyata yang dibawa bukan ponsel utama. Di sini tak ada m-bankingnya. Kepanikan ternyata membuat otak tak bisa memikirkan bahwa salah bawa HP. Rasanya pengen teriak-teriak untuk meluapkan emosi. Tapi, tak berguna.Untuk menelpon layanan online pun tak bisa sebab baterenya tinggal satu persen. Lebih baik pulang sekarang agar bisa akses ponsel utama. Mengapa sampai seceroboh ini. Mau menyesal, tapi sudah tak ada guna.Sesampainya di rumah, aku langsung mengisi baterai HP yang mati. Karena baru bisa dinyalakan beberapa menit lagi, aku mencari HP satunya lagi.Duh, di mana, ya? Mengapa jadi tak ingat sama sekali keberadaan benda itu. Oh, mungkin di lacii meja, tak ada. Di lemari baju juga tak terlihat. Lalu, mencari di dalam tas, tak tampak pula yang dicari.Astagfirullah! Astagfirullah!Aku mengelus dada, lalu mengusap kepala yang mulai berdenyut-denyut. Betapa masalah ini menghadirkan kecemasan berlebihan hingga anggota tubuh merasakan efek tak nyaman.MITAKalau terus mengulur begini, bisa-bisa uang sudah ludes dikuras mas Dodi. Namanya transfer di ATM tak butuh waktu lama., hanya beberapa menit saja. Kalau saldo rekening habis, bisa stress aku. Mana uang tunai hanya sedikit di rumah. Gawat, ini gawat! Agar muncul ketenangan hingga bisa berpikir jernih, aku duduk dulu sebentar. Kuhirup udara dalam-dalam agar kesesakan dengan dada berkurang. Semenit, dua menit ketenangan mulai datang. Benar saja, setelah pikiran dijalankan dengan tepat, teringatlah di mana ponsel itu berada. Ya, di kamar anak! Tadi siang dimainkan sebelum pergi ke rumah neneknya. Tanpa menunda lagi, aku lari menuju kamar Naila. Ternyata benar sedang ada di kasurnya.Cepat-cepat kucari m-bankingnya. Tak butuh waktu lama untuk ditemukan. Langsung saja cari layanan blokir kartu. Ya, ampun, ini sinyal ngajak gelut. Buka aplikasi m-bankingnya aja muter-muter. Dipikir kenapa jadi kayak main petak umpet gini.Sabar, ini ujian! Benar juga, kalau panik sesuatu yang mud
MITADari gaya bicara mertua, kelihatannya tidak sedang berbohong. Dan memang tipe mertuaku bukan pembohong. Baik malah. Apalagi sejak aku suka memberinya uang bulanan yang cukup banyak."Mita buru-buru, Mah. Ada urusan penting sama mas Dodi."Mama tak bisa mencegah kepergian menantunya. Ia hanya menjawab dalam dan mengucapkan kata-kata agar aku berhari-hari di jalan. Dari rumah mama mertua, aku pergi ke rumah ipar. Kakak mas Dodi ini yang pinjam motor gak dibalik-balikin. Sekarang, aku malah pakai yang paling buruk rupa.Rumah kakak ipar letaknya satu kelurahan dengan rumah mama mertua. Jadi tak perlu waktu lama untuk sampai ke sana.Di rumah yang pagarnya berwarna silver, aku bertanya hal sama pada kakak ipar. Kataku apakah mas Dodi menginap di sini semalam. "Dodi sebulan ini gak ke rumah Mba. Udah sombong dia, jadi gak mau nengok ke sini lagi."Jawaban mba mas Dodi membuatku harus kembali kecewa. Rasanya jalan keluar atas masalah ini sulit sekali ditemukan. Mencari mas Dodi sudah
Dari dulu aku memang suka dagang. Waktu SD saja suka jualan gorengan untuk membantu ibu. SMP jual aksesoris yang diproduksi tetangga. SMU, pulang sekolah suka ikut paman jualan makanan pinggir jalan.Pengalaman itu membuatku tak malu dagang apapun asal halal. Dua tahun ke belakang barulah bertemu jalan dagang lebih menjanjikan. Awalnya ikut teman jadi makelar rumah. Lama-lama punya nama dan jaringan sendiri.Kalau mas Dodi tak punya bakat dagang. Ia lebih pas bekerja pada orang. Jadi kurang berkembang. Tahu sendiri kenaikan gaji juga terbatas. Sudah bertahun-tahun kerja, gajinya baru tembus empat juta. Pokoknya mas Dodi harus ketemu. Aku gak mau dikejar orang-orang gara-gara tak bisa setor. Selain malu, namaku yang sudah cetar bisa amblas karena nila setitik ini. Yang ada, jaringan bisnis hancur berantakan.Salahku sendiri membiarkannya tahu pin ATM, bahkan suka memintanya mengambilkan uang tunai. Sebenarnya aku percaya karena dulu mas Dodi baik banget. Gak mengusik penghasilan istri
Mas Dodi akan takut dengan ancaman rumahnya dijual. Apalagi surat-surat berharga ada di kamar.Ini hanya gertakan sebab akupun tak mau rumah dijual. Selain tempatnya nyaman, nanti uangnya digondol dia semua. Meski aku ikut andil merenovasi, tak punya kekuatan hitam di atas putih bahwa jadi milik berdua. Mengingat karakter mas Dodi sekarang, aku harus segera buat perjanjian soal rumah dan harta lainnya. Jika kami cerai semua harus dibagi dua.. Hingga siang tiba, belum ada tanda-tanda kedatangan mas Dodi. Yang ada malah chat bertanya soal rumah. Tentu saja ini kujadikan postingan baru bahwa rumah sudah ada yang melirik. Tak lupa tag lagi akunnya.Akhirnya orang yang ditunggu pun datang. Takut juga dengan ancaman terselubung itu. Kupikir dia akan marah-marah, nyatanya tidak,malah memasang tampang sangat manis. Kata-katanya juga lembut."Maafkan aku, ya, Say. Uang masih ada, kok. Tapi sebagian sudah masuk ke dealer. Sebagian lagi aku jadikan modal usaha biar ada pemasukan untuk tambahan
Tak bisa dipungkiri, aku senang diperlakukan begini. Tapi, bukan berarti langsung percaya pada kebaikan mas Dodi. Bisa jadi ini hanya strategi agar aku tak marah lagi.Dipikir kenapa lelaki ini berubah banget. Dulu baik, perhatian dan bertanggung jawab. Sekarang jauh sekali dari sifat itu. Sepertinya harus serius menyelidiki pergaulannya saat ini. Kalau tak sempat, bayar orang saja agar dapat informasi. Tapi, nanti kalau sudah ada uang lagi."Bobo yuk.. Mas kangen, nih!"*Meski mas Dodi sudah minta maaf dan bersikap lebih baik, aku belum percaya seutuhnya. Kecurigaan bahwa ini hanya drama masihlah tinggi. Maklum sekarang bukan mas Dodi yang dulu.Laki-laki ini banyak berubah hingga kepercayaanku hilang. Puncaknya saat ia menguras uang di ATM tanpa izin.. Sudah benar-benar punah kepercayaan yang tinggal beberapa persen itu.Untuk menghindari berulangnya kejadian, aku membuka dua rekening baru. Keduanya dirahasiakan dari siapapun. Transfer uang besar akan masuk ke sana, sementara trans
Setelah mas Dodi berangkat kerja, aku bersiap untuk pergi ke bank. Urusan rekening ini harus cepat selesai agar bisa fokus pada urusan lain. Salah satunya penjualan motor. Sudah ada yang mau, tapi baru bisa besok lihat motornya.Aku datang ke bank terdekat lebih dulu untuk ambil rekening dan buku tabungan. Barulah ke bank berikutnya. Karena hanya akan mengambil dua benda itu, gak akan selama yang antri lainnya.Tapi, ketika motor akan dimasukkan ke halaman bank, aku melihat motor suami mba Winda lewat. Buru-buru kuurungkan niat masuk ke sana. Agar tak dicurigai, aku masuk ke halaman mini market yang berada tak jauh dari bank.. Takutnya mas Agus sempat melihatku berhenti di depan halaman bank. Bisa-bisa rahasia ketahuan. Dia pasti kenal motor yang enam bulan dipakai istrinya.Ya, ampun ternyata mas Agus malah balik lagi, terus masuk ke halaman mini market. Terpaksa banget aku harus menyapanya. Kalau dia pergi, baru masuk bank. "Mau belanja, Mas?""Enggak, cuma mau ngomong sama kamu.
Hari ini mobil mas Dodi sampai di rumah. Pantas saja DP dan cicilannya besar,.lah, mobilnya aja yang di atas dua ratus juta. Benar-benar sok gaya. Tak ada uang, berani-beraninya kredit dengan harga segitu.Aku cuma bisa geleng-geleng kepala melihatnya berfoto di seluruh bagian mobil. Emang secara tampang mendukung, tapi keuangan 'kan tidak. Ini kali yang disebut gaya sultan, gaji karyawan. "Kalau kamu ketemu klien, 'kan gak malu-maluiin pakai mobil sekeren ini. Orang itu akan makin yakin dengan penampilan kita. Bilang saja kapan ada pertemuan, mas siap antar!"Benar juga, sih, bagi sebagian orang, penampilan itu yang utama. Mereka akan silau jika aku datang dengan mobil keren. Tapi, dengan tabiat mas Dodi sekarang, membawanya bertemu klien sama saja bunuh diri.Dia akan tahu jumlah uang yang kuterima. Bisa saja ke depan akan melakukan tindakan pencurian lagi.. Karena itu kalau mau bertemu klien, sewa mobil di temanku sajalah. Beres urusan.Tapi, iyakan saja di depan mas Dodi agar tak
Aku tidak perhitungan, hanya ingin mengajarkan arti sebuah tanggung jawab. Akad utang itu mengikat manusia hingga akhirat. Bahkan kalau sudah meninggal pun, tetqp harus dibayar. Mereka bisa renovasi rumah, beli perhiasan dan sering banget rekreasi. Tentu hal tersebut membutuhkan uang besar. Masa mengeluarkan budget sebanyak itu bisa, bayar utang tidak?"Waah, hebat, kamu Dodi, sudeh punya mobil baru. Gila, mobilnya keren banget! Boleh, dong, nanti kita pinjam!" kata mba Winda."Mqkin sultan saja kamu!" puji mas Agus. Kutinggalkan sepasang suami istri yang tengah memuji-muji mas Dodi. Aku akan menyiapkan minuman dan kudapan untuk mereka.Entahlah, kenapa tak mau sekalipun mereka memujiku.. Padahal pasti tahu bahwa yang terjun dalam bisnis itu aku, bukan mas Dodi. Tentu saja sadar kalau uang berlimpah kami berasal dari bisnis tersebut.Kayaknya rugi untuk sekedar memberi satu pujian padaku. Giliran butuh, barulah merengek-rengek minta dikasihani. Menyebalkan memang."Sekarang 'kan Dod