Share

REKENING RAHASIAKU
REKENING RAHASIAKU
Author: Hanin Humayro

GAK RIDHO

MITA

"Mas, belanja bulan ini mana? Udah tanggal sepuluh, loh! Udah telat seminggu!"

Sejak aku punya penghasilan sendiri dari jualan online, mas Dodi mulai lalai dalam nafkah. Setiap bulan jatah uang dipotong. Di tengah bulan diminta lagi sampai habis. Kalau protes dia bilang punya duit, tuh, jangan pelit.

Kalau ditanya untuk apa uang diambil, seenaknya ngomong buat mancing, traktir teman atau kasih jajan ponakannya. Gaya selangit, ingin tampil wah di hadapan orang, tapi kemampuan zonk.

"Enggak ada, aku mau bayar DP mobil. Ini malah mau minta tambahan ke kamu." jawabnya santai. Tak terbetik rasa salah sedikit pun sebab tak menunaikan kewajiban.

"Terus cicilannya gimana?"

"Pake uang gajilah."

"Emang cukup?"

"Kekurangannya pakai uang kamu."

"Belanja gimana?"

"Pakai uang kamu juga, dong. 'Kan gak ada gaji lagi. Kamu' kan banyak uangnya, jangan pelit!"

"Mobilnya atas nama kamu, gitu?"

"Yaiyalah, masa pake nama kamu. Kenapa, gak suka?"

"Enak bener, aku gak mau ngasih buat DP!"

Terang saja emosi tersulut. DP dan setengah cicilan pakai uangku, tapi mobil atas namanya. Terus belanja, ngasih ibu dan iparnya juga pakai uangku. Apa fungsi dia sebagai laki-laki kalau begitu?

"Oh gitu, jadi kamu perhitungan sama suami sendiri? Ok, aku ambil sendiri saja!" bentak mas Dodi. Matanya sampai melotot waktu membentak.

Aku mengejar mas Dodi yang tengah masuk kamar. Ia pasti nyari ATM yang ada di dompet. Harus segera diamankan agar tak diambil seenaknya.

Tapi, langkahnya lebih cepat dariku. Tak butuh waktu lama, dompetku ada di tangannya. Ia cepat-cepat mengambil kartu berwarna emas itu.

"Jangan, Mas! Kembalikan! Ada uang orang di sana! Harus disetor minggu ini, Mas!"

Aku merangsek, berusaha mengambil kartu berharga itu. Tapi, tangan ini ditepis dengan kasar. Saking kencang, badan sampai ikut terhuyung.

Saat aku berusaha menyeimbangkan tubuh, mas Dondi sudah keluar kamar. Langkahnya cepat sekali hingga dalam sekejap sudah ada di balik pintu.

"Maaas! Kembalikaaan!"

Mas Dodi tak menghiraukan permintaanku. Ia bahkan berlari sekarang. Tak mau menyerah, kukejar lelaki yang kini tengah menuju pintu keluar.

"Aku gak ridho, Mas. Itu uangku!"

Langkah mas Dodi berkalilipat cepat dari ayunanku. Aku pun menambah kecepatan hingga sekarang sama-sama ada di halaman.

Aku memegang stang motor untuk mencegahnya pergi. Sengaja kukencangkan pegangan agar tak bisa dilepas dengan mudah olehnya. Mata ini sengaja diarahkan pada wajahnya agar tahu bahwa aku benar-benar tak suka dengan kelakuan buruk ini.

"Harusnya kamu punya malu, Mas. Itu uangku bukan uangmu! Kembalikan ATM ku!"

"Hei, yang punya uang itu bukan cuma kamu. Perempuan lain tak masalah suaminya ikut memakai uang istri. Kamu itu pelit banget jadi orang. Sudah sana sebelum kesabaranku habis!"

Mas Dodi mendorong tubuhku keras. Alhasil tangan terlepas dari stang, aku terjengkang dan dia bebas mengendarai motornya.

"Masss!"

Posisi tubuhku sekarang terduduk dengan kaki menekuk ke atas. Telapak tangan menempel pada aspal.

Dengan dua tangan menekan lantai, aku bangun. Dengan menahan sakit akibat jatuh, aku masih berusaha mengejar mas Dodi meski tahu tak mungkin tersusull

Satu-satunya cara adalah menyusulnya dengan kendaraan. Meski tak tahu ke ATM mana, tetap harus berusaha. Untunglah masih ada satu motor di rumah. Biar jadul, yang penting fungsinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status