"Lama banget sih nyapunya," ucap Rian merasa jenuh menunggu Raina yang sedang menyapu kelas.Karena tadi pagi Raina tidak sempat menyapu kelas, jadi ia harus menyapu kelas saat kelas berakhir."Kalau lo mau pulang ya pulang aja. Gue kan gak suruh lo nungguin gue," ucap Raina masih sibuk menyapu.Raina memang tidak meminta Rian untuk menunggunya piket. Rian sendiri yang datang ke kelasnya dan menunggunya. Padahal tadi Raina sudah menyuruh cowok itu untuk pulang duluan.Rian bangkit berdiri kemudian berjalan mendekati Raina. Tanpa seizin Raina, Rian langsung mengambil sapu yang dipegang Raina."Balikin sapunya Rian. Jangan buang-buang waktu gue."Rian keluar dari kelas sembari memegang sapu."Eh, sini lo!" Panggil Rian ketika melihat seorang cowok melintas."Gue?" tanya cowok itu menunjuk dirinya."Iya lo lah. Buruan sini!"Dengan segera cowok itu menghampiri Rian."Lo sapu ini kelas." Rian
"Rain, lo gimana sih? Kenapa kemarin lo gak piket?" Raina yang baru tiba di kelas cukup terkejut ketika mendapat pertanyaan dari salah satu temannya yang merupakan ketua kelas di kelas mereka.Itu berarti cowok kemarin yang disuruh Rian untuk menggantinya menyapu tidak melaksanakan tugasnya. Harusnya Raina tidak boleh percaya begitu saja pada cowok itu. Walaupun hanya masalah membersihkan kelas, tapi menurut Raina ini cukup fatal untuknya. Karena kalau ini terjadi lagi, mungkin saja ia akan dinilai sebagai orang yang tidak bertanggung jawab."Sorry, Si, gue kemarin nyapu, tapi gak selesai karena gue buru-buru jengukin teman gue yang lagi sakit." Raina berbohong. Raina tidak mungkin jujur karena kalau ia berkata jujur, pasti ia akan semakin dimarahi."Apa pun alasannya lo harus selesaikan tanggung jawab lo dulu.""Iya, sekali lagi gue minta maaf. Kalau gitu hari ini biar gue yang gantiin piket aja.""Oke, kalau lo ulangin lagi gue bakal laporin Bu W
Tok! Tok! Tok!Rian mengetuk pintu rumah Raina. Saat ini ia sedang berada di rumah Raina. Rian ingin meminta maaf pada Raina karena masalah tadi.Sebenarnya, waktu pulang sekolah tadi Rian sempat pergi ke kelas Raina. Rian hendak pulang bersama Raina sekaligus meminta maaf pada cewek itu, namun saat Rian sampai di kelas Raina, cewek itu sudah tidak ada. "Raina! Buka pintunya. Gue tahu lo ada di dalam," ucap Rian."Na, gue pengin ngomong sama lo. Gak lama kok. Lima menit doang," sahutnya lagi.Tak lama kemudian pintu terbuka membuat Rian sedikit lega."Mau ngomong apa?" tanya Raina terdengar ketus."Gue mau minta maaf soal kemarin. Gue janji gak bakal kayak gitu lagi.""Udah?"Rian mengerutkan keningnya. "Maksudnya?""Udah selesai ngomongnya? Kalau udah selesai gue mau masuk ke dalam. Masih ada yang harus gue kerjain.""Lo gak mau maafin gue?""Maafin? Emangnya gue punya hak buat maafin lo? Bukannya lo suka seenaknya sama gue tanpa pernah minta maaf?""Iya makanya sekarang gue mau ber
"Mau sampai kapan lo marah sama gue? Gak capek apa lo marah sama orang? Lo ingat kan gak baik dendam sama orang lama-lama," ucap Rian menatap Raina yang sedari tadi hanya diam dengan wajah datarnya."Ekhem, sorry ganggu." Risa menghampiri mereka berdua."Rain, Arka ada di depan. Katanya mau ketemu lo," ucapnya."Arka? Ngapain dia mau ketemu lo?" Wajah Rian berubah kesal.Raina tidak menjawab pertanyaan Rian. Ia keluar dari kelas berniat menghampiri Arka. Tidak membiarkannya pergi begitu saja, Rian pun segera menyusul."Ka, sorry, ya semalam gue tinggalin lo. Sebenarnya gue udah nungguin lo, tapi Rian tiba-tiba paksa gue buat balik sama dia." Raina meminta maaf pada Arka.Arka hanya tersenyum. "It's okay, Rain. Lagian lo juga capek, kan? Yang penting lo sampai rumah dengan selamat aja gue udah lega.""Jadi lo ada perlu apa?""Gue niatnya mau nanya lo semalam pulang sama siapa, tapi karena lo udah jelasin jadi gue lega."Mendengar jawaban Arka membuat Raina makin merasa bersalah. "Sekal
Rian begitu menikmati es campur yang dibelinya. Sedangkan Raina malah menatap Rian tanpa menyentuh es campurnya."Gue tahu gue ganteng, tapi gak usah diliatin terus juga," ucap Rian yang sudah tahu kalau Raina sedari tadi memperhatikannya."Kepedean banget lo jadi orang.""Lo tuh gak bisa ya sehari aja jadi murid yang baik? Dengan lo kabur kayak tadi malah bikin Bu Tina makin marah sama lo. Gue juga gak mau terlibat gara-gara tadi," ucapnya.Rian manggut-manggut. "Jadi itu alasan lo diam dari tadi? Gue pikir apaan. Lo tenang aja lo gak bakal kena masalah. Lagian cuma masalah kecil doang.""Jujur aja lo gak capek kayak gini terus? Gak capek buat masalah? Gak capek dihukum?" Rian menggeleng. "Gue ngerasa gak pernah buat masalah. Justru orang-orang yang cari masalah sama gue. Dan gue gak akan pernah diam kalau diganggu."Raina mengembuskan napasnya kesal. Berbicara dengan Rian memang selalu menguras tenaga dan pikirannya. Harusnya ia tidak memberikan pertanyaan pada cowok itu."Terserah
"Pagi-pagi udah bete aja mukanya. Gak baik tahu, Rain," ucap Luna."Pasti Rian lagi, kan?" tebak Risa."Lah, emang iya, Rain? Perasaan lo berdua ada aja masalahnya. Padahal lo berdua romantis banget.""Romantis apanya? Gue disuruh-suruh itu romantis?" ucap Raina sedikit kesal."Sorry, deh. Emangnya Rian ngapain lagi?" tanya Luna penasaran.Walaupun setiap hari mendengar keluhan Raina tentang Rian, tapi tidak membuat Luna bosan."Dia bikin gue malu. Bisa-bisanya dia nuduh senior gue di SMP selingkuhannya gue. Cuma karena gue sama senior gue ngobrol di depan rumah dia. Nyebelin banget, kan? Rasanya gue gak mau ketemu senior gue lagi," jelas Raina."Wajarlah Rain. Mungkin Rian cemburu," kata Luna mencoba memahami sikap Rian."Gue gak peduli mau dia cemburu atau apapun, tapi setidaknya dia nanya. Jangan langsung marah-marah terus nuduh sembarangan.""Terus gimana tanggapan senior lo?" Risa yang diam ikut bertanya."Ya, Kak Wily jelasin ke dia kalau gue sama Kak Wily gak ada hubungan apa-a
Raina kini sedang menonton televisi di ruang tengah bersama Dian. Keduanya sedang menonton drama Korea kesukaan mereka. Awalnya Dian tidak menyukai drama Korea, tapi karena Raina terus memaksa Dian untuk menonton bersama. Akhirnya Dian malah ketagihan. Bahkan, lebih parah daripada Raina.Tok! Tok! Tok!"Na, bukain pintunya.""Iya Ma." Raina malas karena sedang asyik menonton, tapi karena mamanya sudah menyuruhnya, mau tidak mau ia harus menuruti."Iya sebentar." Raina sedikit kesal karena sang tamu terus mengetuk pintu seperti orang tidak sabaran.Raina meraih gagang pintu lalu membukanya. Raina semakin kesal ketika melihat tamu yang datang."Ada perlu apa?" tanya Raina dengan ekspresi datar."Eh, Rian!"Keduanya langsung menoleh ke arah Dian."Ayo masuk dulu." Dian langsung membawa Rian masuk ke dalam. Melihat mamanya yang begitu antusias ketika Rian datang, membuat Raina hanya bisa mengembuskan napas pelan."Ini Tan, Rian bawain kue coklat yang waktu itu aku sempat bawa." Rian membe
"Pa, Ma, aku berangkat sekolah dulu, ya," pamit Raina pada kedua orang tuanya."Iya, hati-hati, ya. Titip salam buat calon mantu Mama," ucap Dian."Papa juga titip salam, ya," timpal Anton.Raina menatap kedua orang tuanya cemberut. "Papa, Mama!"Keduanya tertawa. "Udah sana buruan. Kasihan calon mantu Mama nunggu lama.""Bye Pa, Ma."Raina menghampiri Rian yang sudah menunggunya di depan rumah. Cowok itu sedang sibuk dengan ponselnya."Ayo."Rian mendongak kemudian memberikan helm pada Raina."Lo udah gak marah sama gue?" tanya Rian hati-hati.Tadi, Raina mengirimnya pesan. Raina menyuruh Rian untuk menjemputnya. Tentu Rian tidak menolak, tapi Rian merasa aneh karena semalam ia tahu betul kalau Raina sedang marah padanya."Enggak. Gue udah maafin pacar gue yang ganteng ini kok.""Kenapa? Gak suka ya gue bilang lo ganteng?" tanya Raina ketika wajah Rian sedikit bingung."Enggak, cuma agak aneh aja.""Ya udah, mulai sekarang lo jangan ngerasa aneh lagi, ya. Karena gue bakal manggil lo