Setelah bertahun-tahun tak berjumpa aku bertemu dengan mantan suami di rumah sakit, karena di saat bersamaan, aku dan istrinya dirawat. Melihatku terbaring lemah tanpa kawan, lelaki itu menjadi prihatin tapi dia juga dilema antara harus menolongku atau istrinya. Namun aku tidak berharap ditolong olehnya. Beberapa saat bergulir, entah kenapa tiba-tiba lelaki itu tiba-tiba datang dan menunjukkan penyesalan, dia bilang dia masih merindukanku dan berharap kami akan kembali bersama lagi. aku tahu kerinduan dan cintanya hadir disaat yang tidak tepat dan mungkin terlambat tapi, entahlah, aku juga tidak mengerti perasaanku sendiri, gambar anak-anak mulai berpikir agar orang tuanya kembali bersama.
View MoreHanya beberapa meter jarak kami, tidak ada tabir pembatas atau dinding penyekat yang bisa menghalangi pandangan agar kami tak perlu bersitatap. Tapi, entah kenapa aku terjebak dalam situasi ini, apakah ini sudah rencana Tuhan?
Aku terbaring di brankar karena penyakit maag kronis yang selalu kambuh, sebab terlalu lelah bekerja dan fokus memikirkan hidup. Sementara di sisi bersebrangan, dia bersama istrinya yang baru, istri yang dia nikahi setelah menceraikan aku, terlihat mendampingi sang istri yang juga nampak sakit dan membantunya berbaring di ranjang IGD puskemas ini. Mungkin ini kebetulan, di hari yang sama aku dan istrinya menderita sakit dan harus berjumpa. Sebenarnya kami sudah tidak satu kampung, tapi karena posisi rumah sakit yang ada di ibukota kecamatan mengharuskan tiap pasien dari dusun dusun kecil berobat kemari. "Ya Tuhan, tolong pindahkan aku dari tempat ini, sebab jika kami bertemu, akan canggung rasanya," gumamku sambil melirik infus yang baru setengah botol masuk ke aliran darahku. "Mas ... sakit Mas, perutku sakit," rintih wanita itu yang terdengar olehku. Mantan suamiku tidak menyadari kalau yang berbaring di seberang ranjang sang istri adalah aku, mantan istrinya. "Iya, sebentar Sayang, dokter akan datang dan memeriksa," jawab Mas Fendi. Astaga, hatiku mendesis seperti tetesan air di kuali panas. Rasanya tak nyaman mendengar sebuah ucapan yang pernah dikatakan padaku harus terucapkan pada wanita lain, terlebih si pembicara adalah orang yang sama. Bukan cemburu, hanya, bagaimana ya ... aku tak nyaman mendengarmya. Kini, dari selimut yang sengaja kutarik untuk menutupi sebagian wajah agar dia tidak mengenaliku, aku bisa melihat apa saja yang mereka lakukan selagi menunggu dokter datang. Mas Fendi sesekali memijiti, mengusap kening dan rambut lalu menggenggam tangan. Semua perlakuan itu pernah ia lakukan padaku, semasa kami masih bersama. Bahkan aku kembali teringat pada masa masa ketika pertama kali memiliki anak. Sungguh besar perhatian dan kasih sayang Mas Fendi padaku, sampai sampai aku merasa tersanjung bagai seorang ratu. "Mas, ambilkan air," ucapnya manja. "Bentar ya, sayang, aku belikan ke depan," jawab Mas Fendi sambil memakai kembali topi yang sempat ia lepas, lalu kemudian membalikkan badan. Di momen itu mata kami saling berpandangan, mungkin karena wajahku tertutup hingga hidung, dia tidak mengenalku. Seulas senyum tipis tergambar di bibirnya, senyum yang dulu selalu menghibur di kala susah dan sedih mendera. Ah, entah kenapa ada bulir bulir rindu yang melecut di hatiku, padahal aku tahu itu tak pantas. Astagfirullah. Kontan, menatap matanya, aku merasa haus dan ingin minum. Parahnya, aku lupa bawa air. Tadi pagi ke pasar, tidak membawa bekal, langsung membuka lapak lalu berjualan seperti biasa, tak sengaja atau mungkin lupa, tiba tiba perutku sakit hingga secepat mungkin kutinggalkan peti lapak dan melarikan diri ke rumah sakit. Kutitipkan barang pada tetangga lapak yang cukup baik padaku dan bisa percaya padanya, lalu dengan menahan sakit di atas becak aku ke rumah sakit. Kata dokter aku terlalu lelah dan banyak pikiran, tensiku menurun dan keadaanku lemah, aku harus diinfus dan berbaring di IGD. Katanya, mereka akan memindahkanku, tapi sampai sekarang belum pindah juga. Ah, aku mulai gelisah, ditambah rasa haus yang mendera bagai duri menyobek tenggorokan, aku tersiksa sekali rasanya. Dua menit kemudian, Mas Fendi kembali. Perkiraanku meleset, kupikir tadinya perawat akan datang dan aku akan minta bantuan segelas air tapi ternyata tidak ada perawat yang masuk dan Mas Fendi kini kembali mendekati istrinya. "Ya Tuhan aku harus bagaimana." Ingin menghubungi anak-anak tapi mereka sekolah di luar kota. Katanya Mereka ingin sekolah di SMA yang lebih baik agar mudah diterima di universitas nanti, jadi aku dengan segala usaha berusaha untuk mengikuti kemauan anakku, selama masih positif. Tidak lama kemudian dokter datang dan memeriksa keadaan istrinya mantan suamiku. Wanita itu terlihat ditensi dan diraba di bagian perutnya, sewaktu dokter memeriksa, wanita itu meraung dan Mas Fendi sontak memeluk istrinya. "Auh ... sakit!" "Tenang Ma," balas Mas Fendi Dengan mesra, bahkan panggilan yang dia ucapkan kepada istri barunya sama seperti panggilannya kepadaku dulu. Hatiku kembali tak nyaman menyaksikan pemandangan itu. Sudah kucoba untuk bersikap biasa saja tapi tetap saja tanganku mulai berkeringat dingin dan perasaanku gugup. Entah rasa cemburu, salah tingkah atau apa namanya, aku tidak mengerti, Karena sudah merasa sangat haus aku terpaksa memanggil seorang perawat yang kebetulan berdiri di dekat dokter untuk mendekat. Dia membawa sebuah baki yang terbuat dari aluminium lalu meletakkannya di dekat dokter. "Permisi Mas," ucapku. "Iya, Bu? Ada apa?" "Boleh saya minta air?" Perawat itu terlihat bingung dan mengedarkan pandangannya, lalu dia menggeleng padaku sambil berkata, "Maaf Ibu, maaf sekali, stok air di galon hari ini habis, jadi kalau ibu ada anggota keluarga boleh dihubungi agar bisa membawakan air." "Astaga, saya haus sekali," balasku. "Kalau begitu minum saja air ini, saya punya dua botol," ujar Mas Fendi yang tiba-tiba mendekat dan membawakan sebotol air mineral. Saat dia memandangku dan sadar mengenaliku, di momen itulah pandangan mata kami bertemu dan kami sama-sama terhenyak dengan keterkejutan masing-masing. Aku sendiri berdebar dengan degupan jantung yang sangat kencang, bahkan hendak menarik nafas atau menelan ludah saja tidak sanggup lagi. Bagaimana tidak, orang yang dulu begitu aku cintai kini berdiri dekat padaku, dia memandangku dengan tatapan mata penuh makna, seolah aku menangkap sebuah kerinduan yang ditujukan untukku. Tapi, tentu saja aku hanya berhalusinasi. Tidak mungkin dia masih merindukanku, dia sudah bahagia dengan istrinya yang baru, yang konon katanya adalah janda kaya yang punya banyak warisan. Sayangnya mereka tidak punya anak. Lepas 2 tahun bercerai denganku pria itu menikah dengan Santi yulisa, mantan istri juragan tanah yang punya banyak sawah dan kebun. Sementara aku sendiri hidup bertiga dengan anakku hanya fokus berdagang dan menabung untuk masa depan mereka. Jika bertanya tentang sebab perceraian itu panjang ceritanya, namun yang jelas itu bukan karena orang ketiga. Hanya takdir dan keadaan terpaksa yang membuat kami berpisah. "Ini airnya ...."aku masih tertegun ketika Mas Fendi mengatakan kalimat itu. Dia mengibaskan tangannya ke mataku sementara aku langsung tersadar dan malu. "Ti-tidak usah," jawabku gugup. "Minumlah tidak apa apa." "Tidak usah," balasku lirih. "Ambil saja Ibu mumpung ada yang mau membantu," ucap perawat yang akhirnya memperkeruh suasana karena tiba-tiba istri dari Mas Fendi langsung mendongak dan melihat ke arah kami. Menyadari bahwa aku dan suaminya saling berpandangan wanita itu langsung memanggil dengan lengkingan yang keras. "Mas, dampingi aku Mas, jangan kemana mana!" Astaga, tingkahnya seperti wanita yang mau melahirkan saja. Entah dia sangat cemburu atau sengaja pamer akan hubungan mesranya, Aku tidak mengerti. "Kak perawat, bisa bantu saya untuk pindah ke ruangan lain?" "Untuk sementara karena keterbatasan kamar ibu kami observasi dulu di ruang ini, ketika keadaan ibu sudah membaik maka kami akan pindahkan ke ruang rawat inap." Ya Allah aku putus asa, aku terbaring di sini dalam keadaan masih lemah dan kini harus menyaksikan pemandangan yang benar-benar membuatku tak nyaman. Kini Mas Pendi juga bersikap aneh, dia memeluk istrinya tapi tatapan matanya padaku. Mungkin karena kami sudah lama berhubungan seperti ada ikatan batin atau sesuatu yang bisa ditebak dari pemikiran masing-masing. Arti dari tatapan Mas Pendi adalah sebuah pertanyaan dan kepedulian mengapa aku sampai sakit seperti ini, kira kira begitu, namun istrinya yang kemudian menyadari bahwa suaminya terus menatap pada mantan istrinya mulai marah dan mencubit lengan Mas Fendi. "Mas, peluk aku, jangan lihat ke sana," ujarnya sambil menarik dagu suaminya agar memandang ke wajahnya saja. Astaga, Aku makin tidak nyaman saja."Jadi kalau sudah begitu mau bagaimana lagi," ujarku pada Mas Fendi."Jangan terlalu dipikirkan, dia sudah punya banyak keluarga, luka hatinya akan membaik seiring berjalannya waktu, jangan khawatir, Fat.""Kok bisa segitunya ya, Mas?""Ya, mungkin karena dia sudah terlalu sayang dan cinta.""Kalau terlalu sayang jangan terlalu mengekang, kalau memang dia percaya padaku, mengapa dia sampai terus menyakiti orang lain dan mencurigainya, aku tak nyaman.""Tidak ingatkah kamu bahwa kamu juga berpartisipasi untuk menyakiti hatiku saat itu.""Konteks perbuatan yang kulakukan hanya karena cemburu dengan dokter Rudi, bukan karena aku ingin mencelakakanmu. Jadi tolong pahamilah keadaan itu dan maafkan aku.""Ya tentu saja aku memaafkan maksudnya kalau aku tidak memaafkanmu maka kita tidak akan bersama sampai sekarang." Aku tersenyum tipis dan mengajaknya masuk untuk ganti baju dan membongkar perhiasan yang menutupi kepala dan badan.Ada kejadian lucu ketika aku baru saja keluar dari kamar man
Perlahan langkah kakiku beranjak menyusuri jalan setapak ditaburi bunga menuju pelaminan, dengan diapit kedua iparku yang ada di kanan dan kiri aku melangkah anggun menebar senyum dan pandanganku ke tamu undangan. Mereka terlihat berdecak kagum dan tatapan mata mereka lekat padaku, ada ibuku, adikkuu dan Mba arimbi yang tak kuasa menahan air mata menyaksikan pada akhirnya aku jadi pengantin dan diperlakukan dengan layak.Ijab kabul sudah usai diikrarkan, kini aku dan suami duduk berdampingan di pelaminan diapit oleh anak dan orang tua kami. Ada senyum bahagia dan raut kegembiraan yang tidak bisa disembunyikan oleh Mas Fendi dari hadapanku dan tamu kepada tamu undangan yang memberi selamat."Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Mas Pendi sambil menggenggam tanganku yang sudah dihias dengan Inai Henna berwarna putih. Pada akhirnya ada cincin emas yang melingkar di jari manisku, cincin yang mengikat hubungan dengan sah, aku bahagia menatapnya sambil terus menyentuhnya."Alhamdulillah,
Mendengar kalimat yang sudah terlontar dari mulut semua orang, Yulisa tentu saja merasa sangat kecewa. Dengan kekesalan dan wajah penuh emosi wanita itu segera beranjak mengajak keluarganya untuk pulang. Jenis-jenis suasana di rumahku kembali seperti semula anak-anak sibuk bercanda dengan nenek dan bibinya sementara aku dan Mas Fendi pergi ke belakang untuk menyiapkan makan malam.Hari ini keluarga mas Fendi membawa banyak makanan yang rencananya akan kami nikmati bersama jadi aku bertugas untuk menyiapkannya di meja makan. Sambil menuangkan makanan ke dalam mangkuk, menghampiri dan menyonggengkan senyum kepadaku senyum godaan sekaligus ekspresi wajah penuh arti bahagia bahwa pada akhirnya aku mau kembali padanya."Terima kasih ya atas keputusan bijakmu karena pada akhirnya semua harapanku terkabul juga. Akhirnya kita bisa bersama lagi."Aku lakukan demi kebahagiaan anak-anak dan ibu mertua," jawabku lirih."Dan kebahagiaanmu sendiri bagaimana?""Iya ... Aku bahagia," jawabku pe
"Ya tentu saja boleh, kalau memang Bunda setuju dan ayah juga bersedia untuk kembali kepada kami ... asal beliau tetap setia dan bersikap baik, why not, kenapa tidak?" Jawab Yudi."Kalau begitu mari persiapkan acara lamaran, dan kita nikahkan orang tuamu dengan layak, nenek akan adakan hajatan untuk menyambut menantu baru karena dulu nenek tidak melakukan kenduri dengan layak untuk ibumu.""Ah, tidak usah begitu, Bu. Malu saya sudah tua...." Aku yang merasa tidak enak langsung saja menatap kedua anakku dan iparku."Jangan sungkan, kami akan lakukan yang terbaik untuk membahagiakanmu dan mulai sekarang Aku ingin melakukan segala sesuatu dengan layak untukmu," jawab Ibu mertua.Senyum di bibir ibu mertua dan kedua iparku juga anakku terkembang bahagia mereka saling merangkul dan bersorak gembira bahwa aku dan ayah mereka akan kembali bersama lagi. Tak lama dari situ motor Mas fendi da tiba di depan rumah. Tentu saja dia kagetan merasa heran karena tiba-tiba rumah kami ramai dengan ora
Mendengar jawaban anak-anak yang tegas, kedua bibinya saling memandang dengan tatapan yang mungkin pusing dan putus asa."Gimana Tante Apakah nenek akan mau datang ke sini?""Kami tidak tahu ya tapi kami akan mencoba bicara dengannya.""Saya pun juga berharap nenek bisa datang.""Nak, kita mengalah aja," bisikku, "kita kan yang muda ya.""Tidak Bu, Jika nenek punya niat baik, biarkan beliau menunjukkannya.""Tapi itu akan memberatkan untuk beliau.""Tidak akan berat jika nenek punya niat baik jika beliau sudah mengirimkan kedua tante untuk datang ke sini itu artinya beliau sudah setuju atas segala kemungkinan.""Baiklah," jawabku lirih.Usai berbincang panjang lebar akhirnya Dewi dan Yanti memutuskan untuk pamit pulang karena hari sudah menjelang petang. Cepat ku tawarkan agar mereka makan malam bersama kami tapi kedua wanita yang statusnya belum menikah itu menolaknya dengan halus."Justru kami berharap Mbak Fatimah dan anak-anak yang bisa datang ke rumah besok malam untuk menikmati
Selama seminggu tinggal di sukamaju anak anak sangat menikmati waktu dan kegiatan mereka, pun Mas Fendi yang kini bekerja sebagai supir pengantar barang di sebuah perusahaan distibusi makanan ringan dan sembako sering mampir untuk sekedar membawakan anaknya makanan. Belakangan kami sering makan malam bersama, bertukar pikiran dan cerita keseharian, sering bercanda dan tertawa, seakan lepassejenak dari semua beban pikiran yang menghimpit. Bila tiba pukul sembilan malam Mas Fendi akan izin pulang dan kami pun melanjutkan istirahat.*Suatu sore, saat aku sedang menyaou halaman datanglah kedua adik Mas Fendi, Yanti dan dewi, mereka menyapa dari balik pagar besi lalu aku bergegas membuka pintu kemudian mempersilakan mereka masuk.“Mbak kami ke sini cuma mau tanya, apakah belakangan ini Mas Fendi merasa nyaman datang ke sini?”“Kalau masalah merasa nyaman aku gak tahu ya … tapi dia nampak sekalli merindukan anaknya dan mencari momen yang tepat untuk bersama mereka. Aku sih, tidak berhak me
Sungguh sedih dan teriris hati ini mendengar percakapan antara ayah dan anaknya. Mendengar bagaimana anak memprotes dengan cara menyentil perasaan ayahnya dan membuat Mas Fendi terpaksa menyadari segala sesuatu yang selama ini sudah keliru ia lakukan.Kalau memang dia tahu betapa berat hari-hari yang kujalani tanpa kehadirannya bagaimana aku membesarkan anak-anak tanpa bantuannya sepeserpun, harusnya dia merasa malu dan berusaha untuk mengganti semua itu. Bukan tentang uang yang aku inginkan tapi bagaimana yang mencuci semua itu dengan pertobatan dan sikap baik. Jujur saja aku belum terbuka untuk rujuk dengannya tapi aku bisa mempertimbangkan itu ke depannya jika anggota keluarganya menyetujui hubungan kami serta Mas Pendi mulai merubah perilaku dan arah hidupnya.Aku ingin dia kembali ke berjuang membangun harga dirinya dengan bekerja secara mandiri. Tidak ikut lagi bertanggung jawab atas kebun sang istri, atau bergantung hidup pada orang lain. Aku ingin dia benar-benar menata keman
Seusai makan kubiarkan anak-anak dan ayahnya duduk di ruang tv sambil menikmati tayangan. Aku sendiri duduk ke teras sambil menikmati udara malam karena selepas makan dan cuci piring tadi aku merasa sedikit berkeringat dan gerah.Sebenarnya tadi tetanggaku melihat kehadiran Mas Fendi dan mereka tahu betul bahwa mantan suamiku masih ada dalam rumah karena suara gelak tawa dan candaannya bersama anak-anak juga terdengar sampai keluar. Tapi entah kenapa keadaan terasa begitu adem dan tenang, seolah tidak ada mata yang melihat dengan sinis atau seseorang yang akan melaporkan kejadian itu pada RT dan menimbulkan kekacauan."Ah lagi pula Mas Fendi hanya datang mengunjungi anak-anak, kami tidak melakukan dosa atau berzina, jadi apa salahnya?"ku tetap teh hangat yang kubawa dari dapur sambil menghela nafas dan menatap langit.Di langit malam yang tertutupi awan kelabu cahaya bulan terlihat malu-malu, sinarnya yang lembut seolah memberi suasana tersendiri yang membawa pada kenangan dan hal
Dengan cara apa aku harus melawan reaksi masyarakat akan tudingan mereka tentang diriku yang katanya mempermainkan rumah tangga Mas Fendi dan Yulisa. Dengan cara apa aku menjelaskan kalau aku tidak terlibat, tidak sama sekali terlibat hubungan dengan suami orang. Sebagian yang tahu keseharianku memaklumi dan membelaku, tapi bagaimana yang tidak. Terlebih jika mereka mendengar agitasi yang diembuskan keluarga Yulisa, orang orang bisa dengan cepat membenciku hanya dari kabar yang mereka dengar saja. Mereka akan memusuhi hanya karena tuduhan yang tidak terbukti, begitulah pola fitnah merusak penilaian seseorang terhadap orang lain.*Sabtu sore, kedua putraku pulang dari kota, alangkah senang hati ini ketika pulang dari pasar dan melihat mereka sudah duduk di teras dan langsung menghambur menyambut kedatanganku. Kupeluk kedua anakku aroma tubuh mereka yang baru usai mandi seketika melenyapkan semua rasa lelah dan penat selama di pasar tadi. Maklumlah selama berjualan di pasar para penj
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments