Setelah sosok Kusuma menghilang dari balik pintu, Irene terduduk lemah di atas sofa. Dia membenak, dari mana wanita itu tahu kejahatan yang dia lakukan dulu? Apakah dari wanita suruhannya? Tapi, sangat tidak mungkin. Menurut oknum polisi yang dibayarnya, wanita suruhannya itu masih bungkam, bahkan berperilaku seperti orang gila, sesuai dengan perintahnya. Irene yakin, wanita itu tak akan berani berkhianat karena kehidupan anak-anaknya dipertaruhkan. Dia berpikir jika Kusuma hanya mengada-ada saja atau memang tahu tapi dari sumber lain.Irene memijit pelipisnya, dia harus membungkam Kusuma bagaimanapun caranya. Jika wanita itu sampai bicara, maka semua yang sudah dia usahakan akan sangat sia-sia. Dia sampai rela melumuri tangannya dengan darah agar kehormatan serta harta tetap terjaga, hanya satu saja yang hilang dari dadanya, cinta. Baginya Irene, cinta hanyalah pepesan kosong, tak bermakna, tak berharga. Dalamnya luka yang ditancapkan suami dan adik angkatnya, membuatnya susah sekali
Reinart menunduk cukup lama setelah mendengar penjelasan dokter yang menangani Amanda. Menurut dokter tersebut, sangat sulit untuk Amanda kembali sadar. Tak ada perkembangan berarti sejak dia jatuh koma, bahkan beberapa kali wanita yang telah memberi Reinart seorang putri itu kritis. Dokter mengatakan pria itu harus siap atas akhir yang buruk, dia memperkirakan Amanda tak bisa bertahan lama."Apa tak ada cara lain, dok? Saya bisa membawa istri saya ke luar negeri, berapa pun biayanya saya sanggup bayar." Reinart masih berharap ada setitik harapan demi kesembuhan sang istri.Sang dokter menggeleng pelan dengan raut penuh penyesalan. "Bukan masalah alat atau obatnya, Pak. Sel kanker sudah menjangkiti seluruh organ penting Buk Amanda. Bila Anda membawa ke luar negeri pun, pasien tak akan bertahan."Reinart menghempaskan napasnya seraya menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Jelas gurat lelah terlukis di wajah tampan itu. Kebersamaa bersama Amanda berputar-putar di benaknya. Pria itu
Siang terasa begitu teduh, sinar mentari tak terlalu garang, tak mampu menembus jendela kamar rumah sakit tempat Rinai di rawat. Sudah tiga jam berlalu sejak dokter memeriksa jahitan di perut wanita tersebut, belum ada yang membuka suara. Baik Rinai maupun Kenshi sibuk dengan pemikiran masing-masing. Menurut Rinai, kecemburuan Kenshi tidak beralasan. Pria itu menuduh Reinart mencari-cari alasan untuk bertemu dengannya. Dia sama sekali tak mau mendengar penjelasan Rinai, meski wanita itu telah menjelaskan secara detail awal pertemuan keduanya tadi.Rinai menghela napas berat, dia melirik sebentar ke arah Kenshi yang sibuk dengan ponselnya. Sesekali pria itu tersenyum, sepertinya ada yang menarik di sana. Sebenarnya dia tak ingin tahu, tapi mungkin saja itu salah satu cara agar hening yang mengikat mereka bisa diputuskan."Ada film lucu, ya?" tanya Rinai berusaha mengulas senyum.Kenshi mengangkat wajahnya sebentar, lalu menatap ponselnya lagi. "Adelia lucu banget, bayi itu udah bisa be
Reinart masih diam menatap makam yang ditaburi bunga dari para pelayat, sesekali dia menyambut uluran tangan mereka dengan raut datar. Tak terlihat emosi apa pun di wajahnya, kacamata hitam yang tersemat di hidung mancungnya adalah tameng agar orang-orang tak bisa membaca apa yang dia rasakan saat ini. "Nak, ayo pulang, Amanda sudah tenang di sini." Irene berusaha membujuk putranya. Tetapi, pria tersebut bergeming, seolah-olah dia tak mendengar ajakan sang mama.Irene menghela napas panjang. Dia menatap sekeliling, lalu matanya menangkap sosok Kenshi dan Kusuma berdiri di antara para pelayat. Tentu saja keduanya hadir. Riyad Grup merupakan relasi bisnisnya dan orang tua Amanda. Irene tak masalah dengan kehadiran keduanya, malah sangat menghargai. Akan tetapi, dia merasa sangat terganggu dengan tatapan Kusuma padanya. Wanita yang mengenakan dress selutut berlengan panjang itu, memandang dengan tajam, seolah-olah sorot wanita tersebut mengancam akan melakukan sesuatu yang tak akan dise
Rinai memperhatikan Kenshi yang sedang memasukkan bajunya ke dalam koper kecil. Sudah tiga hari sejak kunjungan Reinart di taman, hubungan keduanya masih saja dingin. Pria itu hanya sesekali bicara saat Rinai bertanya, selebihnya hanya diam. Wanita itu tak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan Kenshi. Dia lelah terus-menerus dicurigai. Seandainya pria tersebut menurunkan egonya dan berpikir bagaimana Rinai menunjukkan cintanya, tentu tak akan pernah ada keraguan terselip di pikirannya.Kadang Rinai berpikir, beginikah sebenarnya watak asli Kenshi? Selain sangat penyayang dia juga pencemburu. Sebenarnya tak masalah baginya, hanya saja bila berlebihan menjadi sangat mengganggu. Rasanya Rinai tak pernah dipercaya, lalu untuk apa sebuah hubungan jika tak ada kepercayaan di antara mereka. Berulang kali Rinai menjelaskan jika dia dan Reinart hanya berteman saja, tetapi Kenshi menulikan telinga. Apa-apa yang berhubungan dengan Reinart selalu membuat dia kesal."Apa yang kamu pikirkan? Apa masi
Rinai berkali-kali membaca berita online yang lewat di beranda facebooknya, tentang meninggalnya seorang istri pengusaha terkenal bernama Amanda. Dia membaca berulang-ulang, menyakinkan jika wanita yang dimaksud adalah Amanda yang dia kenal. Bahkan, dia meng-zoom foto yang terpajang di wall berita online tersebut. Melihat tanggal yang tertulis di berita tersebut, istri Reinart itu meninggal satu minggu yang lalu. Dia tak bisa membayangkan bagaimana situasi pria tersebut sekarang. Rinai sangat tahu jika Reinart mencintai Amanda, tapi tak yakin sebesar apa. Tetapi, pastilah pria itu terpuruk karena pernikahan keduanya belum genap dua tahun. Apalagi kehadiran Anindya, bagaimana pria itu bisa kembali bangkit karena wajah sang putri menyalin raut ibunya. Rinai ingat kali pertama melihat Amanda di lobi kantor. Wanita cantik berkulit putih itu berjalan sangat mesra dengan Reinart yang saat itu masih menjadi suaminya. Dia juga ingat saat melihat Amanda berjalan di selasar rumah sakit dengan
Wajah Kenshi menegang melihat foto-foto yang diberikan Irene. Di sana terlihat sepasang manusia sangat mesra. Sepertinya keduanya adalah sepasang kekasih. Di foto lain, juga tampak foto pernikahan Irene dengan pria yang sama. Setelah melihat semua foto-foto itu, tangan Kenshi bergerak meraih sebuah surat keterangan lahir atas namanya. Di surat keterangan lahir itu tercatat tanggal 13 Maret tiga puluh tahun yang lalu. "Ini tak bisa membuktikan kalau mereka adalah orang tuaku," desis Kenshi seraya mengulas senyum sinis.Irene tersenyum miring, dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang dia duduki. "Coba lihat wajah wanita itu, apa kamu tidak familiar dengan rautnya?"Kenshi melihat foto Aura lebih seksama. Jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Meski berusaha mengingkari tapi wajah wanita di foto tersebut sangat mirip dengannya. Namun, Kenshi tetap menolak jika Aura adalah ibunya."Aku tak percaya apa pun yang Anda katakan. Ini semua bohong! Ibuku adalah Kusuma dan i
Sepanjang perjalanan pulang Kenshi hanya diam menatap jalanan. Tangan pria itu kuat mencengkeram setir mobil dengan erat. Semua perkataan Irene memantul-mantul ke gendang telinganya, juga foto-foto yang tadi dia lihat. Satu sisi hati Kenshi membenarkan apa yang dikatakan Irene, tapi egonya menolak keras. Dia menolak fakta jika Reinart adalah saudara seayah. Tidak selama belum ada pembuktian secara medis. Namun, suara di kepalanya memaksa resah bertandang ke dada. Irene sama sekali tak keberatan dengan tes DNA, malah wanita itu menyerahkan di mana tes itu akan dilakukan. Hal ini semakin membuat pria tersebut kalut. Besar kemungkinan jika apa yang dikatakan mantan mertua Rinai itu benar."Ken, apa yang dibicarakan Mama?" Rinai mencoba bertanya karena merasa tidak nyaman dengan kebungkaman Kenshi.Kenshi menggeleng pelan seraya mengembuskan napas pelan. "Enggak ngomongin apa-apa."Rinai memutar bahunya agar bisa melihat ekspresi Kenshi. "Kukira ada yang masalah penting sampai aku enggak