Sesampainya di kampus, langsung menuju ke toilet dan mencoba memperbaiki penampilanku dan membersihkan bajuku yang kata preman berbahaya tadi sudah kotor.
Setelah selesai kulirik jam yang melingkar di tanganku di sana sudah menunjukkan hampir pukul 9 pagi, aku nyaris terlambat dan kurasa kelas akan dimulai, maka, dengan langkah setengah berlari aku segera menuju ke ruangan kelasku, tak mempedulikan mereka yang menatapku dan sebagian menertawai keburu buruan ini. Ternyata di sana, orang yang aku harapkan sudah hadir dan duduk di bangku dosen. Aku mengetuk pintu dan mengucapkan salam lalu meminta maaf atas keterlambatanku. "Selamat pagi Maafkan saya yang terlambat datang," ujarku sambil menunduk hormat. "Uhm, Apa yang membuatmu datang terlambat, Hassa?" Duh, jantungku seolah berhenti berdetak ketika mendengar pria pujaanku menyebut nama ini. "A-anu ..." "Kesiangan Kak, kurasa semalam dia telah begadang untuk menonton drama Korea, sehingga terlambat kuliah." Seorang temanku yang iseng menimpali pertanyaan asisten dosen kami. Wajahku memerah oleh rasa malu sedang pria itu tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi, lantas membenahi kacamata kotak yang membingkai wajahnya dan menyempurnakan penampilan itu. "Uhm, saya akan memberi kamu kesempatan kali ini tapi jika kau terlambat lagi maka saya akan menandai kamu sebagai orang yang tidak serius mengikuti kelas." Wah, tegas sekali dia, jika dia berhasil menjadi seorang dosen Aku yakin dia akan menjadi dosen yang bisa mematahkan hati semua orang di kampus ini, karena ketegasannya. "Bukan, Kak, tadi saya ...._"aku tidak mungkin menjelaskan bahwa telah menabrak Yusuf Akbar sehingga harus telat masuk kelas, kampus akan heboh dan menyebarkan berita palsu tentangku dan preman jahat itu. Dia sebenarnya sangat tampan dan mempesona tapi sayang dia berbahaya. "Hei kenapa tercenung?!" Aku tersentak dan semua teman-teman ku tertawa, aku merutuki diri sendiri kenapa juga harus memikirkan preman di hadapan pria idaman, alhasil aku salah tingkah dan gugup setengah mati. Malu dan canggung sekali. "Dari ekspresi wajahmu aku bisa menebak bahwa kau menemui kekasihmu." "Saya tidak punya pacar Kak," jawabku cepat. "Cieee, yang ngaku jomblo di depan dosen," goda teman kelasku dan mereka kembali tertawa. "Baiklah silakan duduk di bangku kita akan memulai kelas kita." "Baik terima kasih Kak." Aku berjalan sambil menunduk dan melirik teman-temanku yang sebagian masih tertawa dan bersiul menatap menggodaku. Aku sadar sebagian teman-teman perempuanku menyadari bahwa aku kerap memperhatikan Gerald dan mereka bisa menangkap binar mataku yang menyukainya, sehingga setiap bertemu mereka selalu menggodaku dan asisten dosen ganteng itu. Kelas dimulai, bahasan diterangkan dengan cara yang lugas dan jelas, suara Gerald rencara ia berbicara membuatku terpukau, berkali-kali terpukau, sehingga tanpa disadari seolah-olah kelas ini hanya ada aku dan dia bunga-bunga yang bermekaran dan menutupi semua bangku serta dindingnya, hanya ada dia yang datang menghampiri kemudian menggenggam tanganku lalu mengajakku berdiri dan berdansa dengan bahagia. Aku membayangkannya dengan penuh harap bahagia. "Bagaimana Hassa,apa pendapatmu tentang bahasan saya?" Apa? Tiba-tiba pikiranku kembali ke realita, tidak ada bunga-bunga atau dia yang memelukku, yang ada saat ini adalah semua mata yang tertuju dan menunggu jawabanku atas pertanyaan Kak dosen tentang pelajaran yang diterangkan. "A-anu sa-saya ...."tentu saja aku tidak tahu apa yang dia katakan, kalau pun tahu itu hanya sebagian, sebagiannya lagi telah terenggut oleh khayalan tentang bagaimana bahagianya menjadi kekasih dari Gerald, ah, konyolnya aku. "Coba ulang kembali apa yang saya jelaskan tadi, berikut kesimpulannya," perintahnya. "Ma-maaf saya gak bisa," jawabku menahan malu. "Bagaimana mungkin mahasiswi berprestasi dan selalu mendapatkan nilai A kini tidak bisa mengambil intisari dari bahasan dan kesimpulannya?" "Saya... Anu ....." "Saya tahu kamu tidak fokus karena itu saya izin kan kamu untuk meninggalkan ruangan ini," usirnya, rasanya hatiku patah menjadi Dua bagaimana dia mengusirku dengan senyum santainya. "Maafkan saya karena fokus saya terpecah, beri saya kesempatan saya tidak akan mengulanginya." "Maaf, kamu boleh masuk pada kelas sesi berikutnya." "Tapi, tolonglah, Kak ..." Aku mau melihat dengan sedih karena ini adalah bahasa yang terakhir sebelum kami menjalani ujian semester. "Pergilah, saya akan memberi bimbingan kepada mereka yang bersedia menerima bimbingan dari saya." Ia menangkupkan tangannya dengan isyarat agar aku segera meninggalkan kelas ini, ah, hancurnya hatiku. Setelah keluar dari kelas aku hanya menghela nafas dengan kecewa, Bagaimana mungkin pria yang aku idamkan begitu kejamnya, meski dia tidak menyadari perasaanku. Aku hanyalah untuk beberapa menit saja mengapa dia harus menghukumku dengan cara mengusir seperti ini. Tiba tiba mood belajarku hilang, aku kesal dan kecewa sekali, terhimpit rasanya. Langkahkan kaki dengan gontai menuju ke perpustakaan sambil menunggu jam istirahat dan kelas berikutnya. * Bel tanda pergantian jam berbunyi, aku langsung berdiri dan bersiap untuk masuk ke dalam kelas, membereskan buku-buku yang sempat kubaca tadi, namun baru saja hendak menuju kabinet dan mengembalikan buku, tiba-tiba aku bertemu dengan pria itu lagi, pria berkacamata kotak dengan kulit putih bersih Ia masuk ke dalam perpustakaan dan menemui petugas penjaga perpustakaan yang bernama Kak Sari, dia sangat cantik dan punya senyum yang mempesona. "Sari ini diklat yang saya pinjam, terima kasih ya," ucap Kak Gerald kepada wanita itu. "Sama-sama Gerald, by the way kelas kamu masih ada lagi enggak, kalau enggak ada kita pulang bareng." "Iya, boleh, apa yang enggak buat kamu sayang," ucapnya sambil menjawil pipi dari gadis manis itu. Apa? Jadi kak Gerald punya hubungan dengan Kak Sari, kakak semester akhir yang kerap membantu di perpustakaan. Ah, hatiku, tadinya patah menjadi dua kini berkeping-keping, aku merasa tidak bernilai sama sekali dibanding wanita cantik dan kaya itu, rasanya impianku untuk bersama dengan kak Gerald akan sia sia saja, jauh dari harapan. "Ah, Tuhan dadaku berlubang oleh cinta bertepuk sebelah tangan." Bucinnya aku. * Kembali ke rumah dengan bersepeda, setelah menjalani hari membosankan, sepanjang hari aku tidak fokus pada mata kuliah dan terus nelangsa oleh perasaan cinta yang tidak terbalas, aku merutuk dan menyesali kenapa juga aku harus begitu tertarik kepada Kakak kelasku. Selagi berbelok ke lorong sepi yang bisa menghemat jarak dengan tidak mengitari jalan raya besar, kukendarai sepeda dengan kecepatan sedang, sambil beberapa kali mendengkus kesal. Tiba tiba, Bruk! Sepedaku menabrak lagi, terpental lagi dan aku jatuh lagi. "Sempurna sudah penderitaanku hari ini," ujarku sambil menahan perasaan sedih dan sakit di kaki. "Apanya yang sempurna, kau sudah menabrakku dua kali dalam hari ini, harus ku apakan dirimu?!" Tiba-tiba suara berat dan tegas itu, menggema di belakangku, aku terkejut bukan main dan perlahan mencoba menoleh ke belakang sambil menahan nafasku. Kutelan ludah dengan terpaksa ketika melihat sorot matanya yang penuh amarah, rahang pipinya mengetat dan jemari tangannya juga mengepal keras. Dia sedang murka kelihatannya. "Astaghfirullah ... Yusuf lagi ... malangnya aku ...." Sialnya penampilan yang menodai mataku, dia sedang mengenakan singlet, celana jeans yang sobek-sobek dan terlihat berkeringat deras, sekilas seksi, mungkin habis berolahraga atau baru saja menghajar orang. "Kenapa kau menabrakku!" Dia membentak dan aku langsung menangis gentar, aku sedih ditambah kena musibah lagi. Oh, sialnya."Perbaiki dirimu, posisikan menatapku, peluk aku erat dan fotografer akan menjepret kita," bisiknya ketika momen pre wedding untuk undangan digital dalam amplop pernikahan kami."Aku malu, Bang," ungkapku Pelan."Mana mungkin kau malu pada calon suaminya sendiri, jangan pergi kau dan ganggu karena aku bisa menciummu di depan semua orang," godanya tertawa."Sudahlah, Abang ...." Aku merajuk dan cemberut sedang ia tertawa."Apa hari ini orang tuamu akan datang dan bergabung membuat foto keluarga?""Iya tentu saja, berikut juga orang tuamu," jawabnya."Bagaimana kamu menyakinkannya Bang?""Menikah denganmu adalah kehendakku mereka tidak akan menentang, apalagi kau adalah wanita baik-baik yang melindungi harga diri dan kehormatan.""Aku masih takut Bang," jawabku lirih."Kamu tidak perlu memikirkan itu kita tidak akan tinggal serumah dengan mereka hanya kau dan aku dan kebahagiaan kita saja. Jadi pejabat acara pernikahan agar kita bisa segera bulan madu," godanya sambil menyenggol bahu
"Alhamdulillah Abang, akhirnya ayah merestui hubungan kita," ucapku dalam pelukan Abang."Iya, Alhamdulillah, betapa senangnya aku hari ini, aku sangat bersyukur balasnya dengan bola mata yang berkaca-kaca karena bahagia."Terima ayah," ucapku melepas pelukan Abang lalu beralih kepada ayah dan mencium tangannya."Iya, anakku, aku tahu bahwa kau akan bahagia dengan pilihan hidupmu sendiri," jawab ayah dengan menahan perasaan dan air matanya."Aku tahu ini berat untuk ayah, tapi aku akan menjaga amanah dan kepercayaan aku juga akan mencoba melindungi martabat Ayah meski nantinya suamiku adalah ....""Tidak perlu disebutkan Hassa, Ayah percaya bahwa kalian akan berubah menjadi manusia yang lebih baik." Lalu Ayah berani kepada Abang dan berbicara padanya."Aku percaya padamu bahwa kau akan menghentikan semua perbuatan tidak baik dan berubah menjadi manusia yang akan menjaga kehormatan istri dan keluargamu.""Insya Allah, Pak, hidup saya saat ini akan didedikasikan untuk membantu orang
Di lain waktu, ayah mengantarku ke kampus, dengan motor matic milik adikku, ayah menurunkanku tepat di depan gerbang dan menyuruhku segera masuk."Ayah akan jemput, jadi jangan pulang sendiri.""Hanya ada dua blok dari sini ayah," sanggahku."Dua blok itu mendekatkan kamu dengan apa yang seharusnya tak kamu dekati.""Yah, apa ayah tidak mau menerima sisi baik orang lain?"Pria berkaca mata yang sebenarnya sangat menyayangiku itu hanya bisa menggeleng."Ayah tahu yang terbaik, Nak. Ayah tak ingin menjatuhkan kamu dalam kehancuran," jawabnya."Hassa enggak akan hancur ayah....""Ayah tahu yang paling benar, jangan sok pintar, ayah tak mau kamu salah pilih orang! Tunggu Ayah di depan gerbang sore nanti." Ayah menarik gas lalu pergi begitu saja dari hadapanku.*Sore hari ketika pelajaran dan kelas tambahan sudah selesai aku menunggu ayah di depan gerbang kampus. Di saat yang bersamaan Abang datang dan menyapaku, dia membawakan sekotak pisang coklat dan menawariku."Enggak usah, Bang, aku
"Apa?""Iya aku telah memergoki perbuatan kekasihmu yang mengendap-ngendap masuk kedalam kamar wanita yang notabene sangat religius. Ternyata jilbab yang kau kenakan hanya kamuflase agar orang lain tidak menghujatmu," ejeknya.Gubrak!Tanpa banyak bicara lagi dan seolah diberikan kekuatan, aku langsung menghantam muka si Gerald dengan tas yang kubawa."Kalaupun semua itu terungkap dengan jelas, maka akan ada orang yang juga ikut dipermalukan, yaitu orang yang menguntit kehidupan orang lain," jawabku."Kamu jangan coba-coba mengancam ya, kamu hanya gadis kecil yang lemah," ucapnya sembari mendorong tubuhku dengan keras.Namun seorang diberi kekuatan untuk berani dan kokoh, meski kuat dorongannya aku tidak terjatuh, malah kali ini aku menarik pergelangan tangannya dan memutarnya. Hingga pria itu kaget dan menjerit kesakitan."Kemarin aku lemah dan bodoh, iya. Tapi sekarang aku tidak akan tinggal diam pada orang-orang yang jahat padaku. Masih ingat bahwa kau ingin memperkosa diri ini? S
Pletak!Suara batu kecil menghampiri jendela rumahku, aku terbangun dan langsung mengintip pelakunya dari balik jendela.Ternyata Abang di sana, mengendap endap lewat sisi pagar dan memanggilku menggunakan kerikil. Perlahan kugeser kaca jendela dan bertanya ada apa."Apa yang Abang lakukan di situ?""Menemuimu?""Tapi ayah akan melihat?" bisikku."Tidak akan," balasnya. Wajah dan tubuhnya tidak terlihat, kecuali siluet kelabu yang tertutupi oleh bayangan rumahku yang berlantai dua."Abang, aku pun ingin melihatmu," ucapku."Apa ayahmu sudah tidur?""Sudah," balasku.Perlahan ia naik ke sisi tembok lalu memanjat genteng, untungnya material itu kuat sehingga mampu menopang tubuh Abang, perlahan pria itu merangkak menuju jendela tempatku berdiri, sementara aku menunggu dengan napas tertahan."Apa yang Abang lakukan, tolong, ayah akan tahu," bisikku panik."Diam dulu kamu, kalo kamu seribut itu maka ayahku pasti akan tahu," balasnya memberi isyarat jari di bibir.Dia masuk ke dalam
"Mari masuk, silakan duduk, Pak, Bu," ucap Ibu dengan sopannya.Keluarga Abang terlihat mengedarkan pandangan pada interior rumah kami, ibunya terlihat tersenyum tipis sedang ayahnya hanya nampak sinis sambil 1, kelihatannya dia meremehkan keadaan keluargaku."Silakan duduk, saya agak terkejut karena Bapak dan Ibu datang tanpa pemberitahuan, saya jadi tidak menyiapkan apa apa," ucap ibu berusaha ramah."Tidak apa, Kami tidak akan menyita waktu keluarga ibu, kami hanya ingin bicara sebentar saja."Aku dan abang yang duduk berhadapan saling memandang dan kembali diam. Sementara Ibu memanggil Rizal dan ayah untuk menemani keluarga Abang."Ayah, tolong masukklah," bisik ibu.Ayah yang terlihat malas dan sedikit tidak suka dengan keluarga Reinaldi, hanya mendecak kecil lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan orang tua Abang.Melihat gelagat ayah yang terlihat menunggu pria itu membuka pembicaraan akhirnya Bapak pengacara yang cukup terkenal itu membuka suaranya."Kami sekeluarga datang