Share

Bab 4

RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 4. 

 

 

 

 

**

 

 

PoV Raka

 

"Uhuk ... Uhuk ..." 

 

Aku terbatuk saat Siska mengatakan itu. 

 

"Kamu kenapa, Mas?" tanyanya. 

 

"Gak ada. Eh, kamu udah ketemu sama tetangga baru kita?" tanyaku.

 

Dari ekspresinya, kayaknya Siska belum ketemu Nara dan Adnan. Tapi apa hubungan Nara dan Adnan? Apakah mereka majikan dan pembantu. Aku masih penasaran. Namun, memberi tahu Siska lebih lanjut soal tetangga kami aku malas. Dia pasti ribut dan gak terima.

 

Kalau hanya majikan dan pembantu. Entah kenapa aku merasa masih punya harapan bersama Nara. Kami punya anak. Sedangkan aku bersama Siska sampai sekarang belum juga punya anak. 

 

"Belum, Mas. Rencana besok ada perkumpulan di balai desa katanya tetangga baru akan menjelaskan usaha Mikro. Kali aja tetangga mau bantu ibu-ibu kompleks membuka usaha." 

 

"Oh, kalau ada acara begituan emang kamu mau ikut?" tanyaku. 

 

"Ya maulah," jawab Siska cepat. 

 

"Kalau di lihat dari usaha tetangga baru kita ini. Dia buka usaha camilan ringan keripik pisang coklat. Pasti Ibu-Ibu nanti di suruh mengiris pisang tipis-tipis, mengupas pisang dan menggoreng pisang. Pekerjaan itu bisa kamu lakukan?" tanyaku. 

 

"Hmmm ... Ia juga ya," kata Siska berpikir. 

 

Aku mendesah. Kenapa aku teringat lagi masa lalu. Aku bisa tergoda oleh Siska hanya karena satu kesalahan fatal yakni reuni. Semua hancur saat reuni. Aku dengan Nara bercerai karena masalah itu. 

 

"Sis, kamu udah saatnya mandiri. Kalau kamu mau apa-apa kamu beli dengan uang kamu sendirilah. Lihatlah pakaian kamu di lemari kita. Kamu menaruh semua pakaian kamu di lemari kita sementara aku hanya kebagian lemari plastik. Tolonglah jangan belanja hal yang gak perlu. Aku setuju aja kamu ikut program ibu-ibu itu. Kamu ngupas pisang atau kamu goreng pisang, biar kamu tahu susahnya cari duit bantu suami. Jangan bisanya ngabisin duit suami aja kerjaan kamu!" 

 

"Apaan sih kamu, Mas. Kenapa kamu u ng k i t masalah itu. Harusnya suami membahagiakan hati istri. Ini kamu malah ny a k i t i n aku terus dengan nyuruh aku gak belanja. Wanita itu perlu cuci mata, Mas! Kalau kerjanya ngupas pisang dan goreng pisang. Aku mah ogah. Wong aku juga jarang masak. Kamu tahu kan kita lebih sering beli makanan di warung daripada aku masak. Nanti kuku yang aku manicure padicure rusak lagi gara-gara kebanyakan masak!" sergahnya gak terima. 

 

Istriku Siska ini aktif bersosial dengan ibu-ibu sekompleks sini. Terus dia juga aktif di wa alumni sekolah SMA dan SMP nya. Inilah dulu kenapa kami bisa bertemu dan menjalin hubungan di belakang Nara. 

 

"Sis, aku bahagia kalau kita punya anak. Udah hampir dua tahun kita menikah tapi kita belum punya anak. Bagaimana kalau kita berdua berobat ke Dokter buat periksa, Sis. Oh ya, kamu masih rutin suntik KB? Aku minta sama kamu jangan lagi ber-KB karena aku mau kita punya anak, Sis. Maksud aku kamu jangan kebanyakan belanja dan lebih baik duitnya buat ke Dokter" kataku padanya. 

 

Sejujurnya aku lelah berumah tangga dengan Siska. Aku selalu menuruti semua permintaanya. Dia gak mau punya anak karena merasa masih miskin. Namun, sekarang harga diriku sebagai laki-laki terasa di i n j a k.  Siska selalu sesukanya dan tak memikirkan perasaanku. 

 

"Kita lihat saja nanti. Kalau kamu kaya maka aku mau punya anak!" katanya ketus meninggalkanku. 

 

**

 

Esok harinya, kulihat Siska sudah rapi. Mau kemana dia. 

 

"Sis, kamu mau ke mana?" tanyaku. 

 

"Mau kumpul sama Ibu-Ibu se-RT. Kalau kupikir-pikir tentu saja aku nggak mau masak dan ngupas pisang. Kali aja kerjaanku upload photo dan jadi operator. Yang aku dengar mereka juga menjual camilan di sosial media. Jadi kayak ada live dan pembelinya banyak. Aku kan cantik dan menarik pasti jadi operator bukan bagian penggorengan, apalagi ngupas pisang. Ogah banget!" kata Siska. 

 

Aku mendesah bagaimana kalau Siska tahu Nara tinggal di rumah besar itu sebagai tetangga kami. Dia pasti gak terima.

 

"Setelah kumpul sama Ibu-Ibu Se-Rt, aku mau kumpul sama teman-teman SMA, Mas. Aku pergi dulu, bye ..." 

 

"Eh, Siska tunggu ...." Aku belum memberi izin. Namun, dia sudah pergi. 

 

Aku menyandarkan diriku di kursi kayu teras rumah. Sikap Siska selalu sama. Dia gak pernah menghargai aku sebagai suami. Apa yang harus kulakukan agar Siska patuh? 

 

Aku menatap lagi bangunan mewah tetangga kami di mana Adnan tinggal di sana. Entah kenapa aku mau mengintip ke sana dan sedang apa Adnan? Apa hubungannya dengan Nara? 

 

Aku mengintip juga melalui lubang kecil di antara beton pagarnya. Aku melihat Adnan keluar, diikuti Ervan. Mereka terlihat akrab. Tak berselang lama Nara keluar dan melambaikan tangan ke lelaki itu. Adnan melempar senyum untuk Nara lalu masuk ke mobil bersama Ervan. Anakku sudah memakai seragam sekolah. Mungkin Adnan mau ngantor dan Ervan sekolah. 

 

Melihat pemandangan yang mengusik mata. Hatiku bergemuruh hebat. Seharusnya aku yang di sana. Aku yang akan mengantarkan Ervan karena dia anak kandungku. Sakit hatiku melihat itu. 

 

Mobil itupun keluar dari rumahnya. Aku bersembunyi agar mereka gak melihatku. Setelah mobil menjauh. Nara mendekati gerbang. Aku secepat kilat muncul di hadapannya. Kulihat dia sudah rapi. Dia terkaget melihatku. Mau kemana Nara sudah rapi? Apakah pembantu rumah tangga bisa berpenampilan rapi dan dia pakai berlian di jari sebelah kiri serta emas di jari sebelah kanan. 

 

"Kamu ...," katanya terkejut.

 

"Nara. Aku mau tanya. Kamu ada hubungan apa dengan Adnan?" tanyaku penasaran. 

 

 

Bersambung.

 

 

 

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status