Share

Bab 3

Suara musik yang keras menjadi penyambut tatkala Kevin dan Sarah memasuki club. Sarah tidak pernah melepas genggaman tangan Kevin. Sarah merasa terlindungi karenanya.

Kevin memang bukan yang pertama pernah menggenggam tangannya, tetapi Kevin menjadi yang paling dewasa dibandingkan mantan-mantan Sarah terdahulu yang masih teman sekolahnya.

Ternyata mempunyai kekasih yang lebih matang membuat Sarah bahagia.

“Nah, itu mereka. Yuk ke sana!” seru Kevin sembari menunjuk sebuah meja yang dikelilingi lima orang pria.

“Hai bro, sorry telat.”

Kevin menyapa teman-temannya dan menyalaminya satu persatu.

Sementara Sarah terpaku sejenak dari tempatnya, dia bingung harus berbuat apa. 

Kemudian ....

“Sarah ‘kan? Sarah Samanta?”

Salah satu teman Kevin mengenali Sarah.

Sarah tersenyum kaku, “hai.”

“Gebetan loe?” tanya seorang teman yang duduk dekat dengan tempat Kevin berdiri.

Kevin tersenyum bangga, dia meraih bahu Sarah dan mengenalkannya sebagai seorang kekasih.

Kevin sangat puas melihat ekspresi teman-temannya.

Jedor ... tepat sasaran.

Kevin tertawa dalam hati.

Kevin dan Sarah kini telah bergabung duduk diantara teman-teman Kevin.

“Gue suka akting loe di film lose, gak nyangka bakal ketemu orangnya di sini. Boleh minta foto?” Teman Kevin yang berbaju kotak-kotak mencoba mengajak bicara Sarah.

“Enak aja loe. Kagak ada,” sela Kevin.

Temannya hanya bisa mendelik kepada Kevin karena kepelitannya berbagi Sarah.

Berbagi Sarah?

Malam semakin larut, Sarah sudah beberapa gelas meminum minuman memabukkan. Hal tersebut membuatnya tidak segan lagi untuk ikut dengan obrolan Kevin dan temannya.

“Loe beruntung banget Vin, bisa dapetin artis terkenal.”

Semua tertawa termasuk Sarah dan Kevin, sesungguhnya tidak ada yang lucu dari celotehan temannya tetapi bagi mereka yang terpengaruh minuman keras hal tersebut sangat menggelikan.

“Boleh bagi-bagi ya Vin dikit aja.”

Pria berkaos putih menarik Sarah hingga terduduk di pangkuannya.

Kevin menunjuk-nunjuk dengan lemas tanpa berkata. Sementara Sarah tidak berdaya untuk beranjak karena tubuhnya terasa sangat berat.

Pria berkaos putih menciumi punggung Sarah yang tertutupi dress berwarna merah selutut. Sarah menggelinjang kegelian kesadarannya hampir hilang karena pengaruh minuman keras.

“Gue juga mau.”

Satu lagi teman Kevin mengangkat kaki Sarah ke pangkuannya dan memulai aksinya mengelus-elus kaki mulus milik Sarah.

Setitik kesadaran Sarah ingin berontak apa daya tubuhnya lemah. Pria-pria mesum itu melecehkannya secara bersama-sama. Sarah hanya bisa mengeluarkan air mata tanpa bisa berbuat apa-apa.

Malam itu, Sarah Samanta harus rela tubuhnya dijamah beramai-ramai. Sarah mencoba mengeluarkan sisa tenaganya untuk berontak. Sarah berusaha untuk menjauh walau dengan susah payah.

Sarah sudah berdiri namun kembali tumbang karena separuh tubuhnya sudah diambil alih oleh minuman yang tadi ditenggaknya. Kevin bahkan sudah tertidur di kursi tanpa menyadari Sarah dalam bahaya besar.

Sarah tumbang di lantai dan para lelaki mesum itu menyambutnya dan kembali mengerumuninya.

“Pergi kalian!”

Lemah Sarah berkata.

Tentu hal tersebut tidak membuat para serigala lapar itu melepaskannya. Salah satu dari mereka tiba-tiba memegangi kepala Sarah guna menatap wajahnya. Jijik Sarah melihatnya tetapi dirinya tidak bisa berbuat apapun. Kemudian satu lagi temannya melepas tangan tersebut dan mengambil alih.

Merasa mainannya direbut, pria yang tadi memegang kepala Sarah kemudian marah.

Dia berdiri dan menarik temannya. Mereka pun beradu jotos. Kedua temannya yang lain sibuk memisahkan mereka yang sedang berkelahi.

Merasa memiliki celah untuk melarikan diri, Sarah merangkak menuju pintu keluar. Akal sehatnya mulai kembali, dia ingin secepatnya keluar dari tempat itu tidak peduli pengunjung lain menatapnya aneh.

Setelah berhasil keluar, Sarah berdiri gontai. Dia mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Sinta.

Beberapa kali percobaan, sambungan itu tidak kunjung terbalas.

Sarah hampir menyerah.

Dia melihat jalanan yang sudah mulai sepi. Kemudian Sarah mengecek kembali ponselnya.

Sarah mencari kontak yang setidaknya bisa membawanya pulang tanpa banyak bicara.

Pencarian itu terhenti pada sebuah kontak bernama Nindi.

Sarah memencet kontak tersebut walsu sangat terpaksa.

Setelah menghubungi Nindi, Sarah menunggu di tepi jalan. Bayangan menjijikkan tentang kejadian yang baru saja menimpanya berkelebat bagai kaset rusak.

Sarah menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan ingatannya. Sungguh Sarah membenci kejadian tadi.

Sarah memejamkan matanya kuat.

“Masuk!” Sebuah suara menginstruksi membuat Sarah membuka matanya cepat.

Nindi?

Ya, mobil Nindi tepat berada di depannya.

Sarah berjalan lemas memasuki mobil kakaknya. Dia duduk di depan.

Nindi memperhatikannya sejenak kemudian fokus menyetir kembali.

Selama perjalanan baik Nindi ataupun Sarah keduanya tidak ada yang bersuara. 

Beberapa saat setelah sampai di rumah, Sarah bergegas membuka pintu tetapi pintu mobil itu terkunci.

“Buka!”

Nindi menatap Sarah dalam, kemudian mengambil sesuatu di jok belakang. Sebuah syal miliknya, Nindi lempar ke wajah Sarah.

“Tutup leher kamu!” kata Nindi dingin.

Nindi keluar lebih dulu dari mobil, membiarkan Sarah sendiri di dalam mobil tersebut.

Sarah sedikit merengut kemudian mengambil cermin dari dalam tasnya. Leher yang penuh noda hitam akibat ulah para bajingan itu membuat Sarah membenci dirinya.

Bergegas dia memakai syal milik Nindi dan keluar dari mobil.

Keesokan paginya, Sarah pergi ke kamar Nindi. Selama ini Sarah jarang sekali mengunjungi kamar tersebut.

Nampak Nindi sedang berdandan di depan cermin.

“Mau pergi?” tanya Sarah ragu.

Nindi hanya berdehem menjawab pertanyaan Sarah.

“Semalam itu ....”

“Kamu mabuk? Kamu mesra-mesraan sama pacar? Mbak tahu kok.” Nindi memotong ucapan Sarah.

Sarah menghela napas, tidak mungkin dia membuka aib kejadian semalam.

“Aku harap Mbak jangan bilang-bilang! Terutama sama media”

Nindi melongo mendengar ucapan Sarah. Ternyata yang Sarah takutkan adalah media dan bukan orang tuanya.

“Ngapain Mbak musti ngomong. Gak ada urusan tuh.”

Nindi melenggang pergi tanpa menghiraukan Sarah yang masih berada di kamarnya.

Sebenarnya hari ini Sarah ada pekerjaan tetapi dia memilih untuk meliburkan diri. Dia banyak berdiam diri di kamar, pikirannya kacau akibat kejadian yang semalam menimpanya.

Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi tertera nama Kevin di sana. Ingin rasanya dia melempar benda pipih yang masih menyala itu.

Sarah tidak memedulikan panggilan dari Kevin sebanyak apapun ponsel miliknya berbunyi.

Ketika sore hari tiba, Melinda mengetuk pintu kamar Sarah. Melinda memberitahu jika Kevin sedang datang bertamu.

Sarah pura-pura tidur saat itu.

Dia tidak ingin lagi mengenal Kevin terlebih dengan teman-temannya. Sarah ingin segera menghapus semua cerita yang baru saja dirajutnya bersama Kevin.

  

Butuh waktu untuk Sarah kembali berjalan tegak menyusuri kerasnya hidup. Kevin adalah masa lalu, Sarah tidak akan peenah menengoknya kembali.

Meski jiwanya belum sepenuhnya pulih, Sarah sudah mulai bisa move on dari keterpurukannya. Sarah kembali bekerja dihati ketiga setelah kejadian malam itu. Sedikit berbeda dari sikap Sarah yang sedikit murung membuat Sinta khawatir.

Mencoba beberapa kali untuk bertanya pun percuma sebab Sarah diam seribu bahasa.

.

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status