Share

Bab 5

Bab 5

Sarah terduduk lunglai di atas kasur miliknya, dia baru saja selesai menelepon Sinta. Sinta mengabarinya jika kasus yang sedang membawa namanya semakin ramai jadi perbincangan. Ada beberapa kerja sama yang dibatalkan akibat dari skandal ini. Bahkan ada beberapa pihak yang menuntut ganti rugi karena kejadian ini.

Pihak agensi merasa rugi besar sehingga Sarah pun diminta untuk bertanggung jawab dan membayar sejumlah kerugian secara pribadi.

Sarah tidak menyangka hubungannya yang telah berakhir bersama Kevin membawanya pada situasi sulit ini.

Kevin.

Ya, Kevin yang seharusnya bertanggung jawab. Karena rasa marahnya yang besar, Sarah tidak pernah menemui Kevin setelah kejadian itu. Padahal seharusnya Sarah memberikan satu kenang-kenangan menyakitkan yang patut Kevin dapatkan.

Sarah segera mencari nomor ponsel Kevin yang sudah lama terblokir di ponselnya. Sarah mengajak Kevin untuk bertemu.

Malam ini juga Sarah bergegas pergi ke tempat yang sudah disepakatinya bersama Kevin untuk bertemu. Sarah mengendarai mobilnya dengan pikiran kacau.

Sarah merasa tidak bersalah, kenapa harus dia yang mendapatkan aibnya.

Ini tidak adil!

Sarah meremas kemudi yang dipegangnya guna menyalurkan rasa marah yang bercampur rasa trauma itu.

Setelah sampai di tujuan Sarah memarkirkan mobilnya berdekatan dengan beberapa mobil mewah lain yang sudah lebih dulu terparkir di tempat itu.

Sebuah restoran bintang lima yang menyediakan room private bagi pelanggannya. Sarah disambut oleh pelayan di pintu masuk restoran. Sekali melihat, pelayan itu sudah mengenali Sarah.

“Kak Sarah Samanta sudah ditunggu Kak Kevin. Mari ikut saya!”

Sarah pun mengikuti pelayan itu.

Pelayan itu membuka pintu sebuah ruangan yang tertutup rapi.

Senyum sumringah Kevin menyambutnya dari dalam. Sarah muak melihatnya, ketika pelayan itu pergi dan menutup pintu Sarah lantas mendekati Kevin.

Kevin berdiri menyambutnya, satu tamparan keras mendarat sempurna di pipi Kevin.

Sedikit terkejut, Kevin memegangi pipinya yang terasa perih.

“Brengsek!”

Sarah kembali menampar Kevin.

“Sialan!”

Aksi Sarah terhenti ketika pintu ruangan itu terbuka, seorang pelayan mengantar menu pilihan Kevin ke atas meja. Sarah mendudukkan dirinya dan menekuk wajahnya merasa belum puas memberi bogem mentah kepada mantan kekasihnya itu.

Kevin berusaha tenang mendapat kejutan dari Sarah. 

Saat pelayan pergi, Sarah masih terdiam di tempatnya sementara Kevin sudah meminum jus di hadapannya guna menghilangkan rasa terkejutnya.

Kevin berdehem kemudian berkata, “apa kabar?”

Sarah masih diam belum mau menanggapi ucapan Kevin.

“Sudah lama aku nunggu saat seperti ini. Bisa ngobrol berdua lagi seperti dulu.”

“Basi.”

Sarah melipat kedua tangannya di atas perut.

“Seharusnya gue penjarain loe sama teman-teman loe yang brengsek itu.”

“Waktu itu aku minum banyak, aku gak sadar. Tahu-tahu besoknya udah di apartemen. Kemaren pas berita ini muncul, aku kaget Sar. Aku baru tahu ternyata karena ini kamu menghindar selama ini.”

Sarah muak mendengar pembelaan diri Kevin, “siapa saja mereka? Nomor ponsel, alamat, kirim ke nomor gue sekarang juga!”

Sarah pergi meninggalkan Kevin yang masih termangu di tempatnya. Tadinya Kevin pikir bisa memperbaiki hubungannya dengan Sarah, nyatanya?

Sarah hanya ingin mencari informasi tentang teman-temannya.

“Gadis kecil yang buas.” Kevin bergumam.

Keesokan harinya di depan rumah Sarah sudah banyak berkerumun wartawan. Semuanya berburu berita mengenai Sarah.

Nindi masuk ke kamar Sarah, Nindi melihat Sarah masih asik berselimut sementara dirinya kesulitan untuk keluar rumah.

“Bangun!”

Nindi menyibak selimut yang menutupi tubuh Sarah.

“Bangun ...!” Kali ini Nindi menarik tangan Sarah sehingga Sarah terduduk meski belum sepenuhnya sadar.

“Apa sih Mbak?”

Sarah berkata tidak begitu jelas saking masih mengantuk.

“Urus wartawan-wartawan itu, Mbak mau kerja!”

“Kerja? Tinggal berangkat aja!”

Sarah hendak berbaring kembali namun Nindi segera menariknya untuk tetap duduk.

“Mbak gak mau masuk ke dalam urusan kamu.”

Sarah memutar bola matanya malas.

“Gak apa-apa, Mbak bisa ikut terkenal juga ‘kan? Enak tahu pansos.”

Sarah sebenarnya berniat untuk bercanda, tetapi Nindi sangat tersinggung. Dia memilih pergi begitu saja.

“Mbak?”

Sarah tidak tahu perkataannya barusan sangat menyakitkan untuk kakaknya. Dia hanya merasa kebingungan dengan sikap kakaknya. Sarah mengedikkan bahu kemudian menguap.

Tiba-tiba kegaduhan di luar rumah mengalihkan perhatiannya. Sarah memilih untuk mengintip di jendela kamarnya.

Sarah terkejut melihat banyaknya wartawan yang menghadang Nindi di bawah sana. Terlihat Nindi kesulitan menjalankan mobilnya karena para wartawan itu terus mengerubungi mobil yang sudah menyala itu.

Sarah meringis. Dia tahu hari ini dia tidak akan bisa pergi ke mana-mana sebelum para wartawan itu pergi. Sarah memutar otak untuk mengatasi hal ini.

Saat menemukan sebuah ide, dia berlari keluar kamar meski dengan rambut berantakan. Sarah pergi ke dapur di sana ada dua asisten rumah tangga yang terlihat sedang mengobrol.

“Lagian masih kecil begitu.” Sepenggal kalimat yang ditangkap Sarah melalu indera pendengarannya.

“Siapa?”

Kedua asisten rumah tangga itu sangat terkejut mendengar suara Sarah. “Kalian ngomongin apa?”

“Enggak Non, tetangga di kampung.”

Sarah mengibaskan tangannya tidak peduli. “Bi Marni kemari!”

Asisten rumah tangga bernama Bi Marni mendekati Sarah takut-takut. Dia menunduk ketika sudah berhadapan dengan Sarah.

“Bilangin sama orang-orang di depan sana, kalau saya enggak ada. Saya lagi di luar kota. Cepetan!”

“I-iya Non.”

Bi Marni berlari ke luar rumah. Kegaduhan yang lebih keras terdengar. Sarah masih duduk di kursi yang ada di dapur sambil meminum air putih yang sigap disediakan asisten rumah tangga yang masih berada di dapur.

“Resiko ya jadi aktris terkenal. Dikerubungi wartawan mulu.” Melinda terlihat turun dari tangga dan masuk ke dapur dan mencium putri kesayangannya.

“Mama tahu beritanya?”

Sarah terkejut karena takut ibunya marah tentang masalahnya saat ini.

“Berita tentang kamu ‘kan banyak.”

Sarah memegang tangan ibunya, “Mama percaya sama aku?”

“Tentu sayang.” Melinda mengelus pipi Sarah. Sarah tersenyum lebar dan memeluk ibunya.

Trik klasik yang digunakan Sarah ternyata berhasil, tidak sampai setengah hari wartawan yang tadi berkerumun pergi satu persatu. Sarah yang sedang berada di ruang tamu dikejutkan dengan suara ponsel miliknya sendiri. Tidak dipungkiri Sarah sedang melamun.

Satu pesan dari Kevin menunjukkan sebuah foto seorang pria nampak di layar dengan keterangan pria itu bernama Andri lengkap dengan alamat, pekerjaan serta kebiasaannya.

Sarah berdiri dari duduknya, dia bergegas ke kamar untuk bersiap-siap. Dia akan menemui Andri dan memberinya pelajaran yang berharga. Ya, Andri adalah orang pertama yang akan Sarah ajak bermain-main lalu menghempaskannya keras.

Sarah pastikan orang-orang yang sudah melecehkannya akan dapat ganjaran yang setimpal.

Andri bersiap-siaplah!

Mampukah Sarah menghilangkan rasa traumanya dengan cara seperti itu? Yang jelas, tekad Sarah sudah bulat mereka harus jatuh sejatuh-jatuhnya.

.

.

.

.

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status